************
'Malam ku sepi tak adanya kamu, malam ku begitu ramai akan harapan juga doa tentangmu. Hilir mudik angin menjadi saksi saat mata ini memandang langit yang mengukir indah senyum di wajahmu. Tetaplah tersenyum, meski aku tak dapat melihatnya.'
#Kanaya Setya Ningrum
**********
Termenung kelima jari-jari setelah mengukir beberapa kalimat di atas kertas putih. Tertuang beberapa kalimat yang mewakili ungkapan hati yang di landa kerinduan dengan di wakili tinta hitam pekat dari pena berwarna hitam.
Terduduk di kursi tua yang alasnya juga sudah rusak dan kayunya juga sudah usang. Menghadap pekarangan malam melewati kaca yang sudah retak yang sewaktu-waktu bisa hancur kapan saja. Mungkin bisa disebut seperti itu, karena di luar sana dapat dilihat bentangan langit yang memancarkan sinar berupa bintang-bintang.
Di antara gemerlap bintang di atas sana terdapat sebuah pancaran yang seolah mengukir sebuah wajah dari seorang yang di rindukan. Wajahnya tersenyum penuh cinta, terpatri dalam buih-buih ingatan yang sengaja ingin di genggam tak ingin di lepaskan.
Wajahnya juga senyumannya sungguh membuat Kanaya bisa menarik senyum tanpa kesadaran. Tapi kebahagiaan ini selalu saja di goyangkan oleh tiupan angin nakal yang membawa sebuah awan yang menutupi keindahan.
"Apa kabar akang di sana? Akang sehat-sehat saja, Kan?" Mata terus menelisik kaca menerawang jauh langit yang perlahan mulai tertutup.
"Malam ini hembusan angin terasa berbeda dari kemarin. Apakah akang menitipkan sesuatu kepadanya? Ataukah hanya sekedar senyum yang akang kirimkan?"
"Hati terasa terketuk, mungkinkah akang memanggilku. Atau mungkin akang merindukan ku?"
Hati yang sudah terpaut kerinduan yang besar membuat Kanaya berpikir hal demikian. Padahal apa yang dia katakan memang hal yang sebenarnya, Kekasih hatinya sangat merindukannya dan berkali-kali mengulas senyum saat mengingatnya.
Bait-bait harapan kembali tertulis di lembar kertas dari buku diary berwarna kuning. Sesekali tangan berhenti bergerak kala ingatan kembali merajut harap akan sebuah keinginan yang muncul dalam hatinya.
Memang tak pernah ada ungkapan cinta, tapi cinta sejati sudah melekat di hati keduanya. Saling rasa, saling tawa, juga kadang saling menangis karena apa yang di alami satu sama lain meski mata tak saling bersi tatap.
"Ay, kok belum tidur toh. Ini sudah malam loh!" Seruan dari dalam kamar mengejutkan lamunan Kanaya. Suara wak Ami yang selalu penuh kelembutan.
"Turu, Ya! Besok harus bangun pagi!" Namun berbeda dengan wak Tejo. Logat bicaranya sedikit kasar sedikit membentak yang seketika membuat Kanaya merasa takut.
"I_iya, Wak!" Jawaban Kanaya memang sedikit keras. Tetapi ada gugup yang menguasainya. Lebih cenderung ke rasa takut sih.
"Jangan lupa matikan lampunya!" Seru wak Tejo lagi.
"Iya, Wak."
Di selipkan pena di buku diary yang sudah lebih dulu tertutup. Seakan masih tak rela karena sebenarnya masih begitu banyak bait-bait harap yang masih berlarian dalam kepalanya.
Tapi apalah Kanaya. Dia hanya keponakan, hanya numpang hidup yang sadar selalu merepotkan. Kanaya langsung beranjak, mematikan lampu lalu pergi ke kamarnya sendiri yang ada di sebelah kamar anak laki-lakinya wak-nya.
Mungkin memang waktunya menjemput mimpi. Siapa tau orang yang dia rindukan akan hadir di dunia mimpinya juga.
********
"Kanaya!" Teriakan begitu menggelegar seperti menusuk indra pendengaran Kanaya. Suara yang selalu Kanaya takutkan. Wak Tejo yang memanggilnya.
"Iya, Wak!" Kanaya yang tengah menjemur pakaian langsung terbirit-birit untuk mendatangi Wak Tejo yang memanggilnya. Padahal pekerjaan ini belum selesai tetapi tak masalah di tinggal bisa di lanjutkan nanti.
"Ada apa, Wak?" Tanya Kanaya dengan nafas untuk tak beraturan.
"Ini, Wak mau ke pasar dulu mumpung masih pagi. Kamu jangan lupa itu kasih makan ayam sama kambing. Setelah itu kamu bantu Wak mu metik cabe, sepertinya sudah banyak takut nggak selesai nantinya." Titahnya.
"Iya, Wak." Kanaya mengangguk.
Wak Tejo langsung menghabiskan kopinya yang tinggal sedikit. Menyisakan ampas yang mengendap. Kanaya masih berdiri di tempat hingga akhirnya wak_nya beranjak untuk pergi.
"Ojo lali!" Peringatan terakhir sebelum wak Tejo benar-benar pergi dari hadapan Kanaya.
"Iya, Wak." Kanaya mengangguk. Setelah kepergian wak Tejo Kanaya membereskan semua gelas kotor, memasukkan ke dalam ember dan dia kembali dengan pekerjaan tadi yang sempat dia tinggalkan.
**********
Hamparan kebun terlihat sangat luas. Kemerahan dari cabe rawit begitu indah di pandang membuat tangan juga ingin cepat memetiknya setelah mata melihat.
Kanaya berangkat tidak sendiri ada Arifin bersamanya. Keduanya langsung mengerjakan apa yang memang seharusnya.
"Aya, kapan sampean arep rabi? (Kapan kamu mau menikah?)" Tanya laki-laki dewasa yang sudah berumur dan sudah sangat cocok untuk menikah. Dialah Arifin, anak dari wak Tejo dan wak Ami.
"Nggak ngerti to, Mas. Kan hanya Allah yang tau." Jawab Kanaya sembari tangan terus bergerak memetik cabe yang ada di hadapannya.
"Pokoke kamu harus menikah di tahun ini, Aya. Kalau tidak maka aku sendiri yang akan menikahi mu!"
"Opo sih, Mas. Mana boleh Mas Arifin nikahin Kanaya. Dan Kanaya sendiri juga rak reti kapan jodoh Aya akan datang!" Protes Kanaya.
"Pada ngomongin opo, Toh." Seketika Kanaya dan Arifin menoleh saat suara itu keluar dari wak Ami.
"Bukan opo-opo kok, Mak." Jawab Arifin berkilah. Tidak mungkin juga dia akan mengatakan kalau dia mendesak Kanaya untuk segera menikah. Lagian mau menikah sama siapa? Orang yang di impi-impikan oleh Kanaya untuk menikahinya masih butuh dua tahun lagi. Itupun belum dengan yang lain-lain lagi, mungkin masih butuh waktu
"Oh, kirain pada ngomongin opo, kok serius banget." Wak Ami ikutan mulai sibuk memetik cabe rawit yang sudah matang.
Sementara Kanaya hanya diam, dia tak mau menjawab karena dia juga terus di pelototi oleh Arifin. Jangan sampai nanti Kanaya di apa-apain sama si Arifin. Pikir Kanaya yang begitu takut.
"Yo udah, cepat sedikit metiknya nanti keburu siang."
Tangan Kanaya pun lebih cepat lagi bergerak, dia sudah terbiasa dengan urusan petik memetik jadi akan sangat cepat.
Kanaya melirik Arifin sejenak, dia langsung kembali memalingkan tatapannya karena Arifin menyeringai. Entah ada maksud apa pada pria itu.
◦•●◉✿"✿◉●•◦
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
resiko orang numpang ya gitu..harus siap korban perasaan. yg penting berusaha slalu berbuat baik.. masih beruntung Aya bisa tinggal dg waknya..
2022-10-17
1
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
sabar, Aya.. insya Allah jodohmu dh disiapin sama kk thor. semoga sesuai harapan ya? yg jelas bukan Arifin jg.. 🤭✌🏃🏻🏃🏻🏃🏻🏃🏻
2022-10-17
1
✪⃟𝔄ʀ ησƒяιтα 🅾︎🅵︎🅵 ⍣⃝కꫝ🎸
kesunyian malam dan buku diari menjadi saksi betapa kanaya merindukan laki2 yg sudah mencuri hatinya
2022-10-17
1