hai semua, untuk hari ini aku akan up 2 bab langsung ya biar nggak gantung. bab setelahnya akan di up sekitar jam 17.00 ya.
jangan lupa Like nya ya.
dan tinggalin komentarnya ya. untuk masukan cerita ini . selamat membaca.
**
“Cha”
“Hmm?”
“Ada lowongan nggak di daycare?”
Ocha yang kini tengah membuat kreasi untuk kegiatan anak-anak penitipan besok langsung menoleh kearahnya. Hanya melihat bagaimana ekspresi wanita itu, Anya tahu jika Ocha tengah menganggapnya pengecut karena insiden kemarin.
“Lah, bukannya lo besok udah mulai kerja? Jangan bilang lo mau batalin hanya gara-gara nyebut bos lu gelo?!”
Tidak mengangguk maupun menggeleng, Anya hanya diam memasang tampang yang nelangsa. Perihal Danu yang ingin mengambil hak asuh Arum, Anya memang tak menceritakannya kepada siapapun. Jika ingin kembali menolak ajakan bu Beti untuk kembali bergabung dengan perusahaan, setidaknya Anya haru memiliki pekerjaan lain dulu yang gajinya layak dan bisa dianggap cukup untuk mengurus 2 nyawa.
“Sumpah lo beneran takut?!”
“Bukan itu” sergah Anya cepat. Bukan hanya mengatai bosnya itu gelo, kemarin Anya juga terpaksa untuk meminta Sinan keluar dari mobilnya setelah pria itu duduk di kursi belakang kemudi. Masalahnya? Karena Arum menangis kencang setelah melihat wajah Sinan. Arum seperti kebanyakan anak kecil diluar Arsya dan Aaras yang akan menangis jika melihat orang asing. Bahkan meski Anya sudah memangku Arum, gadis kecil itu masih saja menangis kencang dan baru mereda begitu Sinan keluar dari mobil.
Anya pikir setelah meminta Sinan keluar terlebih dahulu dan dirinya menenangkan Arum, gadis kecil ini tidak akan menangis saat melihat Sinan kembali. Namun, semuanya sia-sia. Mau tak mau, Anya menolak permintaan tolong untuk mengantarkan bosnya itu ke kantor.
“Terus kenapa?” Ocah kembali fokus dengan pekerjaannya.
“Ceritanya panjang”
Saat melihat lirikan penasaran Ocha, Anya langsung menggerakkan tangannya menolak dengan apa yang ada di kepala wanita itu. mengenal sejak masih sekolah, Anya jelas langsung tahu arti dari lirikan mata itu.
“Lo ada apa-apanya ya sama bos lu?”
Satu pukulan Anya darat kan dipunggung Ocha “Gue bilang nggak ya!”
“Ya terus?”
“Emang harus banget ya gue cerita?”
“Lo butuh kerjaan dari gue kan? Ya lo harus cerita”
“Gue ngusir dia kemarin”
Ocha menutup lem stiknya kemudian memposisikan duduknya menghadap kearah Anya “Maksudnya?”
Anya terdiam terlebih dahulu menimang antara perlu menceritakannya atau tidak, pasalnya jika diceritakan Ocha pasti akan tanya juga mengenai Danu. Namun demi mempertahankan hak asuh Arum, Anya memutuskan untuk menceritakannya beberapa detik kemudian.
“Gue ketemu sama tuh CEO di kafe pelita”
“Ngapain lo kesana?
Oke, Anya lupa jika dirinya juga belum menceritakan pada Ocha jika ia bertemu dengan Danu kemarin. Hanya Arka yang tahu, karena dialah yang meminjamkan mobil Wine pada Anya.
“Danu pengin ketemu sama Arum, dia juga ngasih undangan nikahan sama Amber”
Mata Ocha membulat seketika, wajahnya kini sedikit memerah menahan amarah. Mulutnya yang hendak terbuka untuk mengumpat pada Danu langsung Anya pukul mengingat Arum juga ada disini.
“Jangan ngumpat” ingat Anya.
“Wah, gue emosi dan lo masih tenang aja?”
Anya mengangguk “Itu bukan urusan gue. Yang lebih parahnya itu dia bilang mau ngambil hak asuh Arum setelah nikah”
Ocha yang sebelumnya duduk langsung berdiri seketika. Tangannya mengepal seakan ingin melempar apapun yang ada di depannya.
“Duduk. Wajah kaya mayat hidup lo aja udah serem, jangan nambah serem karena marah-marah” Anya menarik tangan Ocha agar kembali duduk.
“Nah gue ketemu sama tuh CEO di parkiran, dia mau nebeng sampai kantor, eh Arum kejer karena takut sama orang baru, makanya gue nolak nganterin dia” lanjut Anya.
Ocha kembali duduk seperti semula “Lo pasti nangiskan di parkiran? Terus dia pasti bilang dia yang mau nyetirkan?”
Anya mengangguk.
“Oke. Jangan mikir cari kerjaan lain kalau lo nggak mau kehilangan hak asuh Arum. Tetep kerja di sana aja”
“Kenapa?”
“Peluanganya dapat hak asuh bakal lebih gede kalau lo punya kerjaan dan punya suami CEO. Pepet aja CEO baru lo” jawab Ocha mengebu-ngebu.
“Gue kira lo udah waras. Masih aja gila”
“Nggak percaya?”
“Ya nggak lah, kalau gue percaya. Gue sama gilanya kaya lo!”
Sepertinya bertema terlalu lama dengan Wine membuat Ocha juga ikut memiliki ide-ide gila di kepalanya.
***
Sejak mengandung Arum terhitung sudah 3 tahun dirinya tak mendatangi kantor ini sebagai seorang staf dengan identitas yang menggantung di lehernya. Anya memasuki gedung itu dengan tekat yang kuat. Meski tak mengikuti ide Ocha untuk menggoda CEO agar menjadi suami keduanya, Anya memiliki tekat setidaknya agar dapat pemasukan untuk menopang hidupnya dan hidup Arum.
Sepanjang jalan menuju lift, beberapa orang ada yang melirik-lirik kearahnya dan ada pula yang menyapanya langsung. Dulu Anya adalah wajah perusahaan, jelas tak ada yang tak kenal dengan Anya disini.
Namun sekali lagi Anya tahu, kembalinya dirinya ke kantor pasti akan ada orang yang menyambutnya gembira namun ada juga yang menyambutnya tak suka. Anya akan berusaha untuk tak memperdulikan hal itu.
“Mbak Anya”
Anya tersenyum saat melihat Alun yang kini menggunakan kaki untuk menahan agar pintu lift tak tertutup.
“Terimakasih” jawab Anya setelah masuk ke dalam lift.
Suara orang-orang yang berbisik dibelakangnya sebaik mungkin tak Anya pedulikan. Dulu banyak karyawan yang menganggap Anya adalah anak mas di kantor ini karena selalu diperhatikan oleh bu Beti, maka dengan dirinya yang kembali ke kantor ini meski sudah resign akan membuat orang-orang berspekulasi jika Anya kembali masuk karena bantuan ibu Beti. Itu memang benar. Maka dari itu Anya berusaha untuk tidak memperdulikannya sama sekali.
Anya menahan tangan Alun yang hendak memutar tubuh karena merasa risih dengan orang-orang yang berbisik dibelakangnya.
“Nggak usah, biarin aja” bisik Anya pelan.
Begitu lift terbuka dilantai 5, Anya dan Alun keluar dari lift yang disambut oleh beberapa staf pemasaran. Mereka menyalami Anya dengan senang dan memintanya untuk bekerja sama. Bahkan ada yang memberikannya buket bunga sebagai penyambutan karena Anya kembali bergabung dengan mereka.
Banyak wajah baru yang Anya lihat disini, rata-rata usia mereka sekitar 22 tahun seperti usianya dulu saat bergabung dengan perusahaan ini. Dari banyaknya orang yang menyambutnya, Anya tahu jika Jini tidak ada diantara mereka.
“Mbak duduk di samping aku ya mbak” Alun menarik Anya menuju mejanya.
Meja dengan tulisan wakil manager membuat Anya tersenyum. Padangannya melihat kearah meja bertuliskan manager yang tak jauh dari mejanya. Dulu ia duduk di sana. Namun meski begitu Anya masih bersyukur dari pada bekerja seperti kemarin.
“Selamat datang kembali mbak”
Anya menoleh saat sebuah suara terdengar, di sana Jini tengah berjalan mendekat kearahnya dengan dua cangkir kopi ditangan. Wanita itu memberikan satu cangkir dan Anya langsung mengambilnya dengan senyuman.
“Thanks” jawab Anya sambil tersenyum.
“Gimana kabarnya mbak?”
“Baik, kamu?”
Jini tertawa pelan. “Saya sekarang manager mbak, jadi gimana kalau mbak Anya panggil saya dengan mbak juga?”
Anya tahu semua mata yang mendengar ucapan Jini tadi tengah menatap dengan dahi mengernyit, bukan kearahnya, namun kearah Jini yang kini masih menampilkan senyuman manisnya. 3 tahun Anya bergabung di perusahaan ini, Jini baru bergabung setelahnya, dan jika dilihat umurnya Jini hampir berbeda 5 tahun darinya.
Anya menarik senyumnya. Terpaksa? Tentu saja tidak. Anya sudah mengenal Jini, dirinya tahu bagaimana sifat asli wanita ini “Oke sip. Saya panggil mbak Jini mulai sekarang ya”
Jini mengangguk setuju “Mbak tadi nanya gimana kabarku ya? aku baik mbak, ya walau hampir 1 bulan posisi wakil manager kosong dan buat kerjaan aku dua kali lipat. Makanya pas tahu mbak yang bakal ngisi, aku jadi seneng.”
“Uhuk, uhuk”
Suara orang yang tersedak kemudian disusul dengan batuk membuat wajah Jini berubah menjadi masam. Alun lah pelakunya. Tentu saja tidak ada orang yang tidak tersedak mendengar ucapan Jini barusan saat tengah makan.
“Mbak dipanggil pak Sinan” teriak salah satu staf dari ambang pintu pemasaran 1.
“Oke” Jini meletakan kopinya dan berniat untuk pergi.
“Bukan mbak Jini, tapi mbak Anya”
Jini yang tengah melangkah membelokan arah langkahnya memutari kubikel para staf pemasaran 1 dan kembali menuju mejanya dengan raut wajah masam. Jika ada Wine disini, Anya yakin sahabatnya itu akan membandingkan wajah Jini yang masam dengan ketek bang Jaka.
“Mbak saya izin keatas dulu ya” izin Anya kepada Jini kemudian langsung melenggang pergi. Saat melewati kubikel Alun, gadis itu mengacungkan jempolnya sedikit disela-sela batuknya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
M Raihan Afif Siahaan
teruskan
2023-03-05
0
Is Wanthi
saran yang tepat,
2022-09-04
0
Mutiara
Bagus ceritanya Dunia kantoran q sukaaaaa
2022-09-01
0