Jika saja dulu Anya tak setuju untuk mempertemukan Arum dengan Danu. Anya sepertinya tak perlu repot-repot jaga mental selama menyetir menuju kafe yang dulu sering kali mereka kunjungi. Disana juga Anya mepergoki Danu tengah bermesraan dengan selingkuhannya, parahnya Danu datang kesana bersama Arum. 5 bulan Anya bertahan mengingat ada Arum, namun hingga 1 tahun berlalu, Danu tak berubah sama sekali. Hingga akhirnya gugatan cerai itu Anya layangkan.
Meminjam salah satu mobil milik Wine karena Anya terlalu malas untuk naik kereta. Mereka akhirnya sampai disebuah kafe yang memiliki arena bermain untuk anak-anak. Dengan hembusan napas berat, Anya menggendong Arum kemudian keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam kafe. Ingatanya pada hari itu seketika kembali terbayang di kepalanya. Bagaimana Arum menangis namun Danu seperti tak peduli dan terus bermesraan dengan selingkuhannya itu membuat Anya mengepalkan tangannya.
Begitu melewati pintu masuk, Anya mengedarkan pandangannya dan menemukan Danu yang duduk di kursi paling pojok, sangat jauh dari arena bermain anak-anak. Tanpa senyuman sama sekali, Anya berjalan mendekati pria itu yang langsung berdiri dan mengambil alih Arum dari gendongannya.
“Anaknya ayah yang paling cantik” seru Danu sambil menciumi Arum.
“Kamu udah cuci tangan belum? Terus jangan cium-cium, kulit Arum lagi sensitive” ucap Anya penuh dengan peringatan.
Mungkin jika saja Danu datang sendiri hari ini, emosi Anya tak akan bertambah dua kali lipat. Namun Danu tak datang sendiri, wanita bernama Amber— selingkuhan Danu dulu juga berada disini.
“Mbak, gimana kabarnya?”
Masih dalam posisi berdiri, Anya hanya melirik sekilas kearah Amber “Sangat baik” jawab Anya ketus.
Cemburu? Oh tidak. Rasa cinta untuk Danu sudah sepenuhnya hilang di dalam hati Anya. Hanya saja Anya heran kenapa wanita ini tidak ada malunya sama sekali hingga berani muncul di depannya?. Apalagi didepan Arum yang kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya yang akur sudah dibabat habis oleh wanita ini?.
“Duduk dulu bisakan ya?!” ucap Danu tak kalah ketusnya.
Demi membiarkan Arum yang kini tengah tertawa lebar karena bertemu dengan Danu, Anya memilih untuk duduk bersebrangan dengan wanita itu. Amber masih tersenyum manis kearahnya, dan Anya masih memasang wajah tak bersahabat sama sekali dengan wanita itu.
“Kami mau menikah” lanjut Danu.
Anya yang sebenarnya sudah bisa menebaknya sejak pengadilan memberikan keputusan sah mereka bercerai, memilih untuk diam dan menghitung 3 kali dalam hati sebelum menjawab.
1.
2.
3.
“Terserah kalian. Itu bukan urusan aku lagi. kalian mau kumpul kebo juga nggak masalah” jawab Anya sesuai dengan kenyataan.
Sebelum pengadilan menyatakan mereka sah berpisah, Anya tahu Danu membelikan rumah untuk Amber dan Danu selalu pulang setiap malam ke rumah itu. Apa yang mereka lakukan? Itu bukan urusan Anya lagi.
“Kamu kalau ngomong bisa hati-hati nggak sih?”
“Kamu kesini buat ketemu sama Arum kan?, bukan buat ngajak aku ribut?” tanya balik Anya.
“Sayang bisa kamu ajak main Arum dulu nggak? biar saya bicara sama Anya dulu”
Amber mengangguk, mengambil Arum dari tangan Danu yang jelas langsung ditolak oleh Anya. Danu boleh menyentuh Arum karena memang ayahnya, tapi Amber dilarang dengan keras.
“Saya perlu bicara sama kamu. Nggak pantas jika Arum mendengar semuanya”
Amber langsung mengambil Arum dan berjalan menuju arena permainan. Disini menyisahkan Danu dan Anya yang menatap penuh kemarah pada mantan suaminya ini.
“Aku akan mengambil hak asuh Arum”
Mata Anya membulat seketika. Dirinya bahkan sampai menggebrak meja membuat beberapa tamu di kafe ini melirik kearah mereka penasaran.
“Jangan gila kamu ya!!” bentak Anya.
Jika diberi pilihan antara memberikan Arum pada Danu atau pada Arka, Anya jelas lebih memilih suami sahabatnya itu. Tapi sungguh Anya tak akan memberikan Arum kepada siapapun.
“Kamu dengarkan apa yang dikatakan hakim 1 tahun yang lalu?. Hak asuh Arum jatuh ke tangan aku. Jadi jangan ngawur sekarang. Apa yang bisa dicontoh Arum dari kamu? Selingkuh padahal punya pasangan dan punya anak di rumah?” tangan Anya sudah mengepal kencang. Jika saja mereka tak berada di kafe yang banyak dikunjungi oleh anak-anak, Anya sudah melayangkan tangannya di pipi Danu.
“Aku akan menikah” Danu mengatakannya sambil menyodorkan undangan pernikahan berwarna silver.
“Terserah kamu mau nikah atau nggak!. nggak ada hubungannya sama Arum!”
“Setelah kami nikah. Aku akan berusaha sekuat tenaga buat ambil hak asuh Arum. 1 tahun Arum tinggal bersama kamu yang nggak punya penghasilan tetap, mau jadi apa Arum nanti?!”
Anya tertawa sarkas mendengarnya. Nggak Danu, nggak Amber, sepertinya mereka sama-sama tidak memiliki urat malu. “Tapi kamu liat kan? Meski aku nggak punya penghasilan tetap, Arum tetap tumbuh sehat”
“Karena menopang biaya hidup dari sahabat kamu yang tajir itu?”
“Lucu banget kamu. Kalau ngga tahu apapun mending diam!”
“Berati benerkan? Berapa yang Arka kasih ke kamu? Sampai kapan? Sanggup kalau sampai Arum kuliah?"
“Sekali lagi bicara. Gue sobek mulut lo!” ancam Anya dengan tatapan penuh emosi.
Tak perlu repot-repot meluangkan waktu mendengar ocehan tak jelas Danu, Anya langsung bangkit dari posisinya, mengambil undangan yang ada diatas meja kemudian mensobeknya menjadi dua bagian. “Nggak punya waktu buat dateng keacara nikahan orang yang nggak tahu malu” ucapnya lalu langsung berjalan menuju arena bermain anak-anak.
Arum yang tengah bermain mandi bola langsung Anya gendong, menghiraukan tatapan bingung dari Amber sekarang.
“Makasih udah jagain anak gue” ucap Anya, lalu langsung melenggang keluar dari kafe.
Dengan air mata yang sekuat tenaga berusaha Anya tahan agar tak meluncur sebelum dirinya sampai ke mobil. Anya memeluk erat Arum yang ada digendongnya. Jika Arum diambil, maka sungguh Anya tak akan mampu untuk melanjutkan hidupnya lagi.
Masuk kedalam mobil, Anya meletakan Arum dikursi bayi yang dipasang dikursi belakang, lalu memberikan anaknya ponsel yang memutar kartun anak-anak agar fokus Arum teralihkan. Anya berpindah duduk dikursi depan dengan kepala yang bersandar di kemudi. Menyembunyikan wajahnya yang kini sudah basah dengan air mata. Dadanya sesak dan tubuhnya gemetar ketakutan setiap kali ingat rencana Danu yang ingin mengambil hak asuh Arum. Danu bukan orang sembarangan, dia cukup berkuasa untuk membuat hak asuh jatuh ketangannya sekalipun membutuhkan uang yang banyak. Sedangkan dirinya? Hanya pengangguran yang baru saja mendapat pekerjaan kemarin.
Air mata sudah tak bisa lagi dibendung. Kedua tangan membekap mulutnya sendiri agar suara isakan tangisnya tak terdengar oleh Arum. Dirinya akan selalu menjadi kuat dimata buah hatinya itu.
Tok tok tok.
Suara kaca jendela mobil yang diketuk membuat Anya mengusap air matanya lalu mengangkat kepalanya.
Sinan, keponakan bu Beti sekaligus CEO ditempatnya bekerja lah yang baru saja mengetuk kaca jendela mobil. Tangan laki-laki itu bergerak memberikan isyarat agar Anya menurunkan kaca jendela.
Kenapa bosnya ada disini?
Jangan bilang Sinan mendengar semua yang dirinya bicarakan dengan Danu didalam?
Anya menurukan kaca jendela “Pak Sinan?”
“Bisa antar saya ke kantor?”
Dahi Anya berkerut bingung “Ya?”
“Antar saya ke kantor. Ban mobil saya kempes” ucap Sinan lagi.
Ini orang nggak tahu situasi banget sih?.
Liatkan mata gue merah?.
Ya kali nggak tahu kalau gue lagi pengin sendiri?.
Dikira sopir apa gue?!.
Meski ngedumel dalam hati, Anya mengangguk menyetujui “ Baik Pak, silahkan masuk”
“Kamu geser ke kursi sebelah. Saya belum mau mati. Kasihan juga itu bayi”
“Ya?” tanya Anya lagi, bingung.
“Saya yang nyetir, kamu geser”
Meski bingung, Anya tetap menggeser posisi duduknya.
Ini gue yang agak lola karena efek nangis, apa Sinan yang aneh sih?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Tita Puspita Dewi
kayaknya sinan denger deh.
2022-12-06
0
Atin Kartini
itu si Sinan denger semuanya kali yaaaa
2022-11-23
2
Sulis Cupliez
neeextt akaaak...
2022-08-02
0