Seharian Zahira hanya diam di dalam kamarnya, wawancara di kampus hari ini sudah terlewatkan. Jangankan untuk pergi ke kampus, untuk makan saja rasanya dia sudah tidak mampu. Hingga malam hari dia masih tidak ingin makan apapun, Ayu dan David juga merasakan hal yang sama hingga malam makanan yang ada di meja hanya mereka jadikan tontonan.
"Mama." suara tak asing dari anak laki-laki satu-satunya.
"Sayang kau sudah tiba, maaf kami sampai lupa menjemputmu." Ayu berusaha untuk tidak menatap anak laki-lakinya, karena sudah pasti matanya masih bengkak.
Radit menatap wajah kedua orangtuanya bergantian, lalu mendekati David. "Ada apa papa?" tanyanya pelan.
Mereka saling pandang lalu David mengajaknya menuju ruang kerja.
"Kau baca ini." David memberikan berkas identitas Zahira. "Sudah waktunya kalian tau." ucapnya lagi.
Radit mengambil berkasnya, tapi belum lagi dia membaca dia bertanya terlebih dahulu. "Apa Aku dan Zahira memiliki hubungan darah?" Radit menatap papanya.
"Tidak." jawabnya singkat.
Radit langsung mengembalikan berkasnya, sepertinya dia tidak tertarik untuk membuka atau melihatnya. Itu membuat David sangat heran.
"Aku sudah tau sejak lama." ucapnya berlalu pergi. David masih menganga tidak percaya.
Suara langkah kaki menaiki tangga terdengar pelan namun pasti dia sudah berada di lantai atas. Dia berjalan menuju kamar seorang gadis yang sedang melamun, menatap kosong di langit yang gelap. Radit berbalik menuju ruang tengah dimana Zahira sering bermain piano. Dia mulai menekan dan memainkan nada lagu kesukaan Zahira, 'Assalamualaika' yang biasa dia nyanyikan. Radit memainkan lagu akustik yang lembut, berharap Zahira akan mendekat dan meninggalkan aktivitas melamunnya.
Benar saja belum setengah lagu yang dia mainkan, Zahira sudah terlihat mendekat walaupun Radit pura-pura tidak menyadari hingga dia berdiri tepat di sampingnya.
"Zahira." Radit berhenti bermain musik, keduanya saling menatap. Radit melihat wajah cantik yang sedang bersedih itu sangat lekat.
"Radit aku_." Ucapannya terputus dengan derai air mata yang sudah jatuh.
Radit memegang bahunya memintanya duduk di berhadapan. "Apa yang membuatmu sedih Zahira?" tanyanya halus.
Zahira semakin menangis, tangannya bertaut menahan gejolak yang menyesak di dada. "Aku takut." ucapnya kemudian.
"Apa yang kau takutkan, Mama dan Papa tetap milikmu. Sejak kecil mereka memang milikmu Zahira." Radit berusaha menenangkannya.
Zahira menatap Radit yang begitu tenang mengetahui hal itu.
"Yang saat ini sedang ketakutan itu mama dan papa, setelah kau tau semuanya mereka takut kau tidak menyayangi mereka setulus hatimu lagi, bukan sebaliknya Zahira." Radit masih menatapnya bahkan lebih dekat.
"Tapi aku."Zahira masih sesenggukan.
"Kau tidak perlu takut, bukankah mereka merawat dan menyayangimu dari bayi dan sedari bayi juga mereka tau kau bukan lahir dari mama. Mereka tetap menyayangimu sepenuh hati." Jelasnya lagi.
Kali ini Zahira menghentikan tangisnya, menatap Radit sangat lama.
"Apa kau sedang takut kehilanganku?" Radit mendekatkan wajahnya, menyelami bola mata yang masih tersisa air mata. Membuat Zahira terpaku di tatap sedekat itu, dia tidak tau apa yang harus dikatakan.
"Aku akan selalu bersamamu." ucapnya tersenyum manis, satu jari telunjuknya menghapus butir air mata di pipi Zahira. Mereka tak sadar di balik ruangan itu Orang tuanya sudah berdiri menyaksikan semuanya sedari tadi.
"David." ucap mama Ayu meremas lengan suaminya.
"Aku melihatnya." David sampai tak berkedip.
"Itu cinta David." Ayu seperti kesulitan menelan ludahnya, dadanya bergemuruh menyaksikan kedua anaknya sedang saling merasakan jatuh cinta.
David segera mengajaknya turun kebawah meninggalkan kedua anak yang saling menghibur.
"Kita tidak bisa melakukan apa-apa jika cinta sudah bicara diantara keduanya." ucap David pada istrinya yang masih terlihat tidak percaya.
"Aku melihat kakakku, itu cinta yang 18 tahun yang lalu." ungkapnya dengan mengeluarkan air mata.
"Lalu kenapa jika itu cinta yang sama?" David mengelus bahu istrinya.
"Aku takut David, aku takut dengan cinta yang sebesar itu. Cinta yang besar tentu ujiannya juga sangatlah besar." ungkapnya terlihat takut kali ini.
"Kita doakan saja, semoga mereka mendapat akhir yang bahagia." David tidak ingin istrinya khawatir.
"Mama." suara halus itu menghentikan pembicaraan mereka.
"David itu Zahira." Mereka berdua bergegas keluar menemui anak gadisnya.
"Iya sayang." suara Ayu bergetar.
"Aku lapar Mama." ucapnya sudah tidak menangis lagi.
"Mari kita makan sayang, kami juga lapar iya kan Papa?" Ayu mengusap air matanya segera mengajak Zahira dan Radit makan bersama. Sungguh dia sempat takut Zahira marah atau tidak akan memanggilnya Mama lagi, tapi kenyataanya sekarang dia mencarinya dan ingin makan bersama. Ayu menyuapkan nasi kedalam mulutnya dengan bercampur air mata. Rasa takut kehilangan sudah pasti masih banyak tersimpan di dalam hati.
*
Pagi harinya
"Zahira, maafkan Papa." David menatap anak gadisnya yang terlihat sendu.
"Aku tidak apa-apa Papa, aku sangat menyayangimu." ucapnya tulus, membuat David sangat terharu.
"Aku juga sangat menyayangimu Zahira, anak Papa." jawabnya terdengar hangat.
"Papa, apa aku boleh tau, dimana ayah dan ibu tinggal sebelum melahirkan aku?" tanyanya pada David.
"Apa kau sudah siap untuk melihatnya?" David kembali bertanya.
"Tentu saja papa, aku hanya ingin tau." jawabnya polos sekali.
"Baiklah, kita akan ke sana siang ini." ucapnya sambil tersenyum.
"Aku ikut." Radit duduk di samping Zahira. Tanpa malu-malu dia langsung melirik wajah cantik yang sedang memandangi wajah ayahnya.
'Kenapa kelakuannya mengingatkanku pada rekanku yang bucin akut itu' Batin David melihat kelakuan Radit. Dia geleng-geleng kepala seraya tersenyum kecil.
"Kau tidak usah ikut, aku ingin pergi dengan Papa." Zahira risih duduk terlalu dekat.
"Tidak bisa, aku tetap akan ikut. Lagi pula aku tidak punya kesibukan." jawabnya.
"Terserah kau saja." Zahira pasrah melawan ucapannya.
"Biasanya kau selalu ingin pergi denganku, kenapa sekarang kau tidak mau?"
"Bukan tidak mau, ini urusan pribadi." jawabnya asal.
Membuat Radit terkekeh mendengarnya, "Ya sudah besok aku kembali ke Malaysia saja jika kau sudah tidak membutuhkanku." Radit beranjak dari duduknya.
"Eh, tidak begitu." Zahira berusaha menahannya, Radit segera berlalu meninggalkan Zahira masuk kedalam.
"Radit!" Zahira mengejarnya, meninggalkan David sendirian.
"Dasar bocah, kalau sudah jatuh cinta lupa dengan orang tua."
"Radit..!!!" Kali ini Zahira berteriak, karena sulit menghentikan langkah Radit yang lebih tinggi darinya.
"Ada apa?" Radit berbalik. Wajah cantik yang sedang cemberut itu terlihat sangat lucu di matanya.
"Jangan marah." ucapnya lagi.
Radit berjalan kembali mendekatinya, hingga sangat dekat. "Aku tidak marah, aku hanya ingin tau wajah ayahmu." jawabnya harus menunduk gadis cantik itu lebih pendek.
"Baiklah, kita akan pergi." Zahira mengalah. Tentu saja membuat pria itu tersenyum senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Aisah
like like. aku suka alurnya
2023-02-24
1