POV Alby
Usai menghubungi Bia, aku mengikuti kang Asep untuk menemui calon majikan ku. Tak lupa ku bawa ransel dan juga CV yang di minta oleh calon tuan ku itu.
"Kang, kenapa harus pakai ijazah ya?",tanyaku.
"Sopir tuan Hartama dari dulu minimal tuh lulusan SMA Jang. Soalnya, kadang tuan Hartama suka nyuruh supir buat anterin berkas ke kantor nya. Kalo bukan orang berpendidikan takut nya ngga paham berkas itu penting apa gak, kata mantan sopir situ sih begitu alasan tuan Hartama",jelas kang Asep.
Masa sih? Semua orang kalo di suruh anterin berkas juga bakal nurut aja kali sesuai mandat dari bosnya. Aku cukup membatin.
Langkah kaki kang Asep berhenti di depan pintu gerbang yang tinggi menjulang, lalu tangannya merogoh ke gerendel gerbang. Kami berdua pun masuk.
"Teh Mala!", panggil kang Asep. Perempuan gemuk keluar dari lorong dekat gerbang.
"Eh...kang Asep. Sok atuh masuk gera!", titah teh Mala.
Aku dan kang Asep pun mengikuti teh Mala.
"Tuan Hartama sudah nungguin kang!", kata Mala. Ku taksir usianya sekitar empat puluhan awal.
"Oh ya? Atuh telat urang kadieu nyak?", tanya Asep.
"Teuing ah...!", kata Mala.
Kami berdua mengikuti teh Mala menuju ke dalam rumah yang sangat mewah di mataku. Biasanya aku hanya melihatnya di sinetron-sinetron rumah mewah macam ini, tapi kali ini aku benar-benar menginjakan kaki ku di sini.
Aku melihat seorang pria paruh baya tengah duduk sendiri. Aku rasa, dia lah yang di maksud tuan Hartama.
"Permisi Tuan, kang Asep sudah datang!", ujar Mala. Tuan Hartama pun menengok ke arah kedatangan kami.
"Gimana sep?", tanya Hartama.
"Ini tuan, saya bawa keponakan saya dari kampung. Dia bisa nyupir kok tuan, sudah punya SIM juga."
Tuan Hartama menelisik tubuh ku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kenapa sebegitu nya dia menatap ku.
"Berikan CV nya!", titah Hartama. Mau tak mau akupun menyerahkan CV ku pada calon majikan ku itu.
Hartama membaca semua berkas yang ku bawa.
"Kamu sudah menikah?", tanya Hartam. Aku pun mengangguk.
"Sudah tuan!", sahutku. Entah kenapa ku lihat ada wajah kecewa tuan Hartama yang sudah mulai keriput.
"Sudah berapa lama?", tanyanya lagi.
"Dua tahun mendekati tiga tahun tuan", ku jawab sopan.
"Sudah punya anak?"
"Belum tuan, sejauh ini kami masih menunda nya."
"Kenapa?", tuan Hartama meletakkan CV Ki di atas meja makan. Aku heran, kenapa harus tanya sedetail itu?
"Em... kebetulan ibu saya sakit parah, jadi kami fokus dengan kesehatan beliau tuan."
Tuan Hartama menyanggah dagunya dengan kedua tangannya.
"Sakit apa ibu mu?"
Aku pun menjelaskan penyakit ibuku yang sudah cukup lama di deritanya hingga kami harus fokus terlebih dulu dengan beliau.
"Kasian sekali istri mu ya, cuma jadi perawat ibu mu?", kata tuan Hartama terdengar sinis.
Sebenarnya apa maunya pria ini? Jika memang membutuhkan supir, kenapa harus tahu urusan rumah tangga ku.
Aku memilih tak menyahuti ucapannya. Ya, karena aku butuh pekerjaan ini.
"Baiklah, kamu bisa mulai bekerja hari ini. Dan tiga pertama kamu adalah mengantarkan putri saya ke kampusnya."
"Baik tuan. Terimakasih!", aku menyalaminya.
"Heum!", sahutnya.
Selang beberapa menit, ku lihat seorang gadis cantik menuruni tangga. Gadis belia dengan rambut sebahu dan ya... siapapun akan mengatakan jika gadis itupun cantik di atas rata-rata. Tapi...tetap Bia ku yang paling cantik.
"Sayang, kemari nak!", titah tuan Hartama. Perlahan gadis itu pun mendekat. Tapi...aku fokus dengan cara ia berjalan. Jadi...itu kekurangan anak gadis majikanku.
"Kenapa kamu lihat saya begitu? Mau menghina saya?", tanya Silvy ketus yang jelas ia layangkan padaku. Aku yang terkejut hanya menggeleng.
"Dia siapa pa?", tanya Silvy.
"Silvy, dia Alby. Mulai saat ini dia akan menjadi supir pribadi mu. Kemana pun kamu pergi, dia akan menemani mu sayang!"
Oh...jadi ini supir ku, lumayan lah. Ga malu-maluin juga kalo di ajak jalan. Meskipun aku cacat, tapi wajahku cantik. Batin Silvy.
"Perkenalan non, nama saya Alby!"
"Heum! Ya, saya sudah mendengar nya dari papa!"
Astaghfirullah, begini calon majikan ku?
"Kalo kamu mau sarapan dulu, minta saja sama si Mila sekalian suruh antar ke kamar mu!", pinta Tuan Hartama.
"Terimakasih tuan, permisi!",aku pun pamit undur diri.
"Sep!", panggil tuan Hartama pada kang Asep. Lalu setelah itu ia menyerahkan amplop coklat untuknya.
"Terima kasih tuan!", kata Asep lalu undur diri.
Saat ini kami berdua menuju dapur untuk menemui teh Mila.
"Nih Jang, buat pegangan kamu selama disini!",kang Asep menyerahkan lima lembar uang berwarna merah padaku.
"Apa ini kang?", tanyaku bingung karena tiba-tiba saja di beri uang.
"Ini anggap saja ganti ongkos dari tuan Tama. Ambil! Simpan sampai kamu gajian kan lumayan. Kalo ngga bisa buat nambahin uang belanja Bia besok!", kata Asep memaksa.
Mau tak mau aku pun menerimanya meski tak enak hati.
"Makasih kang!", kataku.
"Sami-sami!", kang Asep menepuk bahuku.
"Jang, kadieu!", pinta teh Mila.
"Iya teh!", sahutku dan kang Asep juga mengikuti ku.
"Ini kamar maneh. Kamar mandi kita mah sama-sama. Kebetulan suami saya juga tukang kebun di sini, tapi sekarang lagi pulang kampung ke Jawa."
Aku pun manggut-manggut.
"Ya udah atuh sarapan dulu. Keburu non Silvy berangkat ke kampus, nanti malah ngomel!", kata teh Mila. ya, keliatan banget kalo no. Silvy itu gadis arogan.
"kang Asep sarapan sekalian?", tawar teh Mila.
"Ngga usah teh, mau langsung balik. Mau anterin bapak ke kantor kan!", tolak kang Asep.
"Ya udah kalo gitu mah", kata teh Mila.
"By, saya balik kerja dulu ya. Kamu yang betah di sini. Jangan sungkan sama teh Mila. Di perantauannya kaya gini, orang lain bakal berasa saudara. Iya kan teh?", tanya Asep.
"Iya kang."
"Makasih kang Asep!", kataku tulus.
Kang Asep pun meninggalkan kami berdua. Teh Mila mengambilkan piring untuk ku.
"Nasi sama lauk ambil sendiri ya. Di sini, apa yang majikan makan kita ikut makan. Ngga di bedain. Halal semua kok!", kata teh Mila.
"Iya teh, makasih."
Aku pun memulai sarapan ku.
"Oh iya, ini kunci mobilnya By. Kalo udah selesai sarapan, langsung panasin aja mobilnya ya."
"Iya teh!", jawabku singkat. Aku meletakkan ranselku sebelum memanaskan mobil. Kamar sopir seperti ini sudah cukup layak bagiku. Meski kecil, tapi sudah di lengkapi dengan kasur dan kipas serta lemari kecil.
Bismillahirrahmanirrahim....aku menyalakan mesin mobil. Baru kali ini aku mengendarai mobil sedan semewah ini.
"Masih lama ngga???", tanya Silvy tiba-tiba.
Aku yang sedang melamun pun terkejut.
"Sudah siap non!", aku membuka pintu mobil untuk nya.
"Silahkan non!", Silvy pun masuk ke mobil. Setelah itu, barulah aku duduk di belakang kemudi.
"Universitas Negeri, gedung fisip. Tahu?", tanya Silvy.
"Tahu non!", jawabku singkat. Iya, aku tahu gedung itu karena dulu Bia bekerja di daerah sana.
Ya Allah, lancarkan hari ku. Bismillahirrahmanirrahim....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 261 Episodes
Comments
andi hastutty
wah sudah mulai muncul ini masalah kayanya hem Silvy sombong sekali
2024-02-14
0
Hanipah Fitri
lanjyt
2022-12-12
0
~R@tryChayankNov4n~
PD amat lu mb😶
2022-10-06
0