Mobil sedan mewah yang Alby kendarai kini masuk ke area parkir kampus ternama itu. Dengan sigap Alby membukakan pintu untuk majikannya.
"Silahkan non!", kata Alby mempersilahkan.
Tapi seorang Silvy yang angkuh tak menggubrisnya. Dia turun dari mobilnya dengan perlahan.
"Maaf non, apa saya menunggu anda?", tanya Alby.
"Lo pikir?", sahut Silvy ketus. Alby yang tak paham hanya menunduk.
Sabar ,By! Alby berusaha mengendalikan emosinya.
"Maaf Non!", kata Alby pelan. Silvy bersiap meninggalkan Alby tapi dia berbalik arah ke sopirnya lagi.
"Mana nomor hp Lo, biar gua bisa hubungin Lo!"
Alby pun mendongakkan kepalanya lalu merogoh sakunya dan mengambil ponsel setelah itu ia menyerahkan pada Silvy.
Silvy meraih ponsel di tangan Alby. Setelah Ita ia menscan barcode aplikasi hijau.
Silvy cukup tercengang melihat profil di aplikasi hijau Alby.
"Lo udah nikah?", tanya Silvy. Alby mengangguk.
"Alhamdulillah sudah non!",jawab Alby. Silvy pun menyerahkan kembali ponsel Alby.
"Itu nomor gue! Nanti kalo udah mau pulang kuliah, gue hubungi Lo lagi! Sekarang Lo balik ke rumah!", kata Silvy dengan suara arogan nya.
"Baik non!", Alby pun kembali masuk ke mobilnya.
Silvy masuk ke ruang kelasnya. Sudah sejak setahun ini ia mengalami kecacatan di kakinya. Kecelakaan karena emosinya yang berlebihan menjumpai kekasihnya yang selingkuh bahkan sedang memadu kasih di depan matanya.
Hati mana yang tak teriris menyaksikan orang yang di cintai nya berkhianat dengan sahabatnya sendiri! Bodohnya Silvy, hanya karena cemburu pada pria bejat dan sahabat laknatnya justru membuat ia kecelakaan yang menjadikannya cacat seperti sekarang ini. Silvy yang di kenal baik semenjak dirinya cacat berubah menjadi sosok yang angkuh dan arogan. Kenapa? Dia tak ingin di kasihani oleh mereka-mereka yang sebenarnya tak tulus kasihan pada Silvy!
"Vy ...!", panggil Anika.
"Hay!", sahut Silvy. Anika satu-satunya sahabat yang Silvy miliki. Dulu mereka bertiga, Silvy ,Anika dan Vega. Tapi... ternyata Vega sang sahabat laknat itu mengkhianatinya. Berselingkuh dengan kekasihnya, Malvin. Sejak saat itu, hubungi mereka pun renggang.
"Lo di anterin papa lagi?", tanya Anika.
Silvy tak menjawabnya. Hanya mengulas senyum nya.
"Kenapa Lo ga pake jasa supir aja, duit bokap Lo ga berkurang nol koma satu persen buat bayar supir kali!", kata Anika.
"Hahah Lo tuh ye!", Silvy menoyor kepala Anika.
"Makanya, jadi cewek jangan judes gitu kenapa sih Vy. Mau ganti seribu supir pun ga bakal ada yang betah kalo kelakuan Lo kaya gitu. Udah lah Vy, gue mau Lo kaya dulu lagi!", Anika merengkuh bahuku.
"Gue ga mau di kasihani! Meski gue sekarang cacat, bukan berarti gue lemah dan mereka menginjak-injak harga diri gue!"
Anika tahu seperti apa sahabatnya itu. Dia hanya berharap, sahabat nya yang baik itu akan kembali seperti dulu.
"Ya udah, masuk kelas yuk!", Anika menggandeng tangan Silvy yang satunya. Karena tangan kiri Silvy memegang tongkat untuk membantu nya berjalan.
.
.
.
Di sebuah instansi....
"Selamat datang Ndan!", sapa Cecep.
Seorang pria yang di panggil Ndan itu pun tersenyum ramah.
"Terimakasih atas sambutannya!", sahut seorang pria tampan yang bernama Febrianto, komandan baru di instansi tersebut.
Febri di sambut hangat oleh para anggotanya. Ya, mulai hari ini Febri berdinas di kantor ini. Meski hanya sementara, tapi sebagai seorang prajurit dia harus melaksanakan tugasnya di mana pun dia di tempat kan.
Malam hari pun tiba.
"Ndan, saya sudah menyiapkan kontrakan tapi agak lumayan jauh dari sini", kata Cecep.
"Lumayan jauh? Ada satu jam dari sini?", tanya Febri.
Cecep menggeleng sambil tersenyum.
"Ngga sampe satu jam Ndan. Sebenarnya tak terlalu jauh, tapi medannya yang cukup...ya begitulah, jadi agak lama Ndan."
"Bisa pakai mobil? Saya belum punya kendaraan roda dua di sini."
"Bisa Ndan. Mari saya antar Ndan."
Febri pun mengikuti motor Cecep. Benar kata Cecep, akses menuju ke kontrakan nya cukup menyulitkan meski sebenarnya jarak antara kantor dengan rumah kontrakan tak terlalu jauh. Bahkan dengan sekali jalan, Febri sudah hafal arahnya.
Cecep menghentikan motornya di depan rumah sederhana.
"Maaf Ndan, rumahnya sederhana."
"Tak apa, rumah saya di kampung pun tak beda jauh kok!"
Cecep membantu Febri menurunkan barang-barangnya.
"Maaf Ndan, gara-gara rumah dinas nya masih di renovasi jadi anda harus ngontrak di sini."
"Sudah, kita kan sudah terbiasa hidup di segala Medan heheheh!", ujar Febri.
"Hehehe iya sih Ndan."
Keduanya pun masuk ke dalam rumah sederhana itu, meski kecil tapi rumah itu sudah permanen.
"Assalamualaikum!", Febri dan Anto memberikan salam lalu masuk ke dalam rumah.
Usai meletakkan barang-barang Febri, Cecep pun berpamitan.
"Kalo begitu saya pamit Ndan."
"Maaf kalo boleh merepotkan lagi, bisakah Carikan saya kendaraan roda dua. Seperti nya bukan ide yang bagus jika saya tiap hari membawa mobil ke kantor."
"Hahaha siap Ndan. Sementara sebelum saya mendapat motor, anda saya antar jemput saja ya Ndan."
"Benarkah? Apa tidak merepotkan?", tanya Febri.
"Ya ngga lah Ndan. Rumah orang tua saya ngga terlalu jauh dari sini kok Ndan."
"Baiklah...jika kamu memaksa, saya mau!", jawab Febri.
"Saya ngga maksa Ndan, hanya menawarkan!", kata Cecep mencebikkan bibirnya.
"hahaha....iya...iya... terimakasih cep!", kata Febri menepuk bahu bawahnya.
"Di kantor kita atasan dan bawahan, tapi di luar kita berteman seperti pada umumnya berteman ya Cep."
Cecep menyunggingkan senyumnya.
"Siap Ndan! Jangan sungkan hubungi Cecep kalo ada perlu apa-apa!", kata Cecep.
"Siap !", kata Febri tegas.
"Hahaha komandan bisa saja, kalo begitu saya pamit. Assalamualaikum!"
"Walaikumsalam."
Sepeninggal Cecep, febri pun merebahkan dirinya kasur yang sudah rapi. Entah siapa yang sudah menyiapkan nya.
.
.
.
"Istirahat atuh neng!",pinta emak.
"Iya Mak, sebentar lagi."
Aku masih melipat pakaian yang sudah ku jemur tadi pagi.
"Kamu capek dari pagi udah pergi, pulang bayar listrik beresin rumah kang Mus."
"Ngga apa-apa Mak, kan lumayan duitnya juga buat nambahin belanja sayur."
Aku tersenyum tipis ke arah Mak.
"Harusnya kamu hidup berkecukupan kalo tinggal di kampung mu Bi!", kata emak.
Aku menghentikan aktivitas ku sesaat.
"Mak, buat apa harta berlimpah kalo Bia ngga bahagia? Mendingan di sini, Bia punya Mak...punya Aa. Bia merasa sempurna!", kataku . Ya, Aa dan emak sangat sayang padaku meski hidup kami pas-pasan. Jika aku mau, aku bisa saja menggunakan uangku untuk membantu mengobati Mak. Tapi aa menolak, ia merasa tak memiliki harga diri karena menerima uang dari pihak keluarga ku. Mak pun menolak niatan ku.
Ku dengar Mak menghela nafas.
"Memang rumah kang Mus di sewain ke siapa neng?", tanya Mak mengganti topik pembicaraan.
"Kurang tahu sih Mak, kalo ngga salah mah orang Koramil. Katanya kan rumah dinasnya masih di renovasi."
"Oh...mungkin juga."
"Ya udah Mak, ke kamar ya. Udah malem, Mak istirahat aja."
"Kamu juga, jangan capek-capek."
"Iya Mak. Ini udah beres, habis ini Bia tidur kok!"
Kedua perempat beda generasi itu pun masuk ke kamar masing-masing.
Aku meraih ponsel ku. Kulihat ada rentetan pesan dari Aa.
Baru mengetik balasan, Aa sudah menelpon ku.
[Assalamualaikum neng? kemana aja sih? Aa hubungi susah banget!]
[Walaikumsalam]
Obrolan sepasang suami itu pun berlangsung lama hingga akhirnya di tengah malam mereka mengakhiri obrolan jarak jauh mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 261 Episodes
Comments
andi hastutty
disini masih penasaran
2024-02-14
1
Hanipah Fitri
penasaran
2022-12-12
0