Part 5

"Hati-hati ya, daddy berangkat." 

Raka menghadiahi satu kecupan di dahi putrinya saat mobil sudah berhenti di depan gerbang sekolah Kinan.

"Yes dad, miss you," jaqab Kinan.

Setelah balas mencium punggung tangan serta pipi Raka, Kinan bergegas keluar memutari mobil dan berlari saat tahu gerbang hendak ditutup. Dan benar saja, baru satu menit kaki Kinan melewati gerbang, pagar besi itu langsung didorong satpam hingga tertutup rapat. 

"Bye dad, love you!" teriak Kinan lagi dari dalam seraya melambaikan tangan.

"Iya sayang," balas Raka yang juga ikut melambaikan tangan.

"Mari pak." Tidak lupa pria tampan itu juga menyapa penjaga yang juga tengah menatap dirinya.

"Silahkan Pak Raka," ujar satpam ramah.

"Tumben gak telat," sambung satpam itu melirik sinis Kinan yang masih berdiri di sampingnya, menatap mobil sport dengan julukan 'Banteng besi' milik Raka bergerak semakin menjauh.

Kinan memang sering datang terlambat atau di menit-menit terakhir seperti pagi itu. Kebiasaannya yang sulit bangun pagi membuat Kinan sering berurusan dengan satpam yang kini masih berdiri bersisian dengannya.

"Hehe semalam baru dapet wangsit pak, makanya bisa bangun pagi," kelakarnya seraya menunjukkan senyum manis tanpa dosa.

Senyum yang selalu Kinan tunjukkan, jika berurusan dengan satpam muda itu yang mungkin seumuran dengan sang daddy, Raka.

"Kalau boleh jujur nih ya pak, diantara guru yang lain, di sekolah ini .. cuma bapak yang paling caem. Ciyus," ujar Kinan disertai satu kedipan mata.

Melihat wajah seram serta kumis yang sengaja di plintir, membuat Kinan selalu bersikap jahil dengan melontarkan pujian pada satpam itu.

"Dengar ya, Kin-kin," lirih Pak Satpam.

"Kinan pak Rudi," selah Kinan jengah.

"Untung ganteng," gumamnya.

"Kamu bilang apa?" tanya pak Rudi.

Samar-samar, satpam itu mendengar Kinan mengatakan sesuatu, bahkan pria itu sampai menyerongkan badan menghadap Kinan yang masih menampilan senyum jail.

"Mulai panas pak," ucap Kinan merawat kalimatnya seraya menahan tawa.

"Dengar ya Ki—"

"K i n a n.."  selah Kinan cepat, dan sengaja mengeja namanya.

"Dengar ya Ki-nan, kalau sampai lain waktu kamu telat lagi. Bapak tidak akan membukakan gerbang untuk kamu, paham!" tegas Pak Rudi.

"Siap pak," seru Kinan dan spontan mengambil sikap siap seraya memberi hormat layaknya pada pemimpin upacara.

Walaupun entah dicerna atau tidak peringatan pria itu, karena memang itu sudah teguran yang kesekian kali Kinan dapatkan.

"Sudah, sana masuk!"

"Baik pak," jawab Kinan.

Dan, tanpa menunggu perintah kedua, gadis itu-pun langsung berlari menuju kelasnya, bersamaan dengan bel tanda masuk yang berbunyi.

***

Mobil sport Raka, sudah membaur bersama pengendara lain di jalan raya dengan kecepatan sedang. Niat awal pria itu, memang ingin langsung menuju gedung tempat dirinya berkecimpung dengan beberapa berkas penting. Namun, tiba-tiba saja memutar arah.

"Aku harus memastikannya sendiri," gumamnya seraya menekan pedal gas lebih dalam.

Tidak lama, mobil Raka kembali berhenti di depan sebuah gerbang sekolah. Tapi, itu bukan sekolah Kinan, melainkan Sekolah Menengah Pertama tempat Sandra mencari sesuap nasi. Sadar, jika dirinya tidak bisa melewati pagar utama begitu saja, Raka kembali melanjutkan kendaraannya. Dan saat dirinya baru berjalan beberapa meter, tidak sengaja Raka melihat sebuah pintu besi yang langsung menghubungkan ke arah bagian belakang sekolah. Merasa penasaran, Raka menghentikan mobilnya lalu melangkah pelan mendekati pintu itu.

Namun, tanpa sengaja saat Raka berminat memperhatikan dalam, pandangannya langsung bertemu dengan gadis yang ingin ia temui.

"Pak Raka," seru Sandra terkejut melihat kehadiran pria itu ada di belakang kantinnya.

Sandra yang tadinya berniat membuang sampah merasa canggung, menyadari tatapan Raka yang tidak biasa padanya.

"Bisa kita bicara?" 

Mendengar suara bass Raka, Sandra semakin blingsatan. Dalam benak gadis itu coba menerka-nerka apa yang ingin pria itu bicarakan padanya.

"Bi-bisa pak," jawabnya gugup.

"Dimana?" tanya Raka lagi.

"Kalau di dalam kantin saya saja, bagaimana pak."

"Baiklah.." 

Sandra segera membuka pintu, dan mempersilahkan ayah sahabatnya itu untuk masuk ke dalam kantinnya lebih dulu. Ruangan yang mungkin berukuran sangat kecil bagi seorang Raka Prayoga.

"Silahkan pak, mau minum sesuatu?"

"Tidak perlu dek, terima kasih. Duduklah," ujar Raka begitu mendudukan diri di kursi kayu berukuran panjang, yang tidak disertai sandaran. 

Seketika Sandra mengangguk patuh, melihat keseriusan Raka.

"Ada apa ya pak, sampai pak Raka mencari saya kemari?" tanya Sandra ragu.

"Apa benar, istri saya sudah berbuat kasar padamu?" tanya Raka langsung pada intinya.

Deg!

Sandra tercengang mendengarnya, ternyata apa yang ia pikirkan salah. Awalnya Sandra berpikir, jika kedatangan Raka ada hubungannya dengan Kinan yang sudah menginap beberapa malam di kontrakannya. Atau mungkin, pria itu akan sama marahnya, seperti halnya Cleo semalam. Tapi nyatanya, semua pemikiran itu salah. Pria itu justru bertanya tentang perlakuan kasar istrinya terhadap dirinya.

Lalu, haruskan Sandra menjawab jujur?

"Tidak pak, ini hanya salah paham. Mungkin karena saya belum bisa menjelaskan keadaan sebenarnya pada nyonya Cleo, makanya kesalahpahaman ini terjadi," jelas Sandra setelah berhasil menguasai diri.

Gadis itu masih berusaha bersikap tenang, walaupun sebenarnya dalam hati kecil merasa sakit mengingat perlakuan kasar Cleo padanya semalam.

Tatapan Raka berubah sendu, ia merasa iba melihat gadis selugu Sandra harus menjadi pelampiasan istrinya yang otoriter. Wanita yang ia nikahi tujuh belas tahun lalu itu, semakin terlihat seperti monster mengerikan semenjak dirinya berada dipuncak kejayaan. Semua wanita yang ada di sekitarnya tidak luput dari serangan Cleo, baik dari pesan beruntun ataupun kata kasar yang langsung wanita itu lontarkan.

Jengah, sudah pasti Raka rasakan. Sebagai seorang pengusaha yang tak jarang harus berhadapan dengan makhluk bernama wanita. Raka merasa, sikap istrinya terlalu berlebihan. Apalagi, mengingat jika profesi istrinya juga sebagai model, sikap barbar, serta protektif Cleo sering membuat Raka malu pada orang terdekat mereka, terlebih keluarga besarnya.

"Sudahlah, tidak perlu kamu tutupi lagi, walaupun sebenarnya tanpa kamu jelaskan, saya sudah tahu semua perlakuan kasar istri saya padamu. Baik semalam, ataupun saat kamu berkunjung ke rumah pagi itu," terang Raka.

Pria itu menyayangkan sikap Sandra, yang tidak mau berkata jujur padanya. Tanpa ia ketahui apa yang sebenarnya gadis itu khawatirkan.

"Atas nama Cleo, saya minta maaf, jika perlakuan istri saya sudah melukai fisik kamu, dek," sambung Raka.

Sandra cukup terkejut mendengar setiap untaian kalimat yang Raka ucapkan. Rupanya pria baik yang Sandra ketahui tidak banyak bicara itu mengetahui semuanya tanpa ia jelaskan. Lalu sekarang ia harus bagaimana?

Sandra memilih diam, tidak langsung membalas kalimat Raka, ia memikirkan apa yang sebaiknya diucapkan. Agar pria itu tidak ikut salah paham terhadapnya.

"Bapak tidak perlu melakukan ini, karena saya sudah memaafkan semua kesalahan nyonya Cleo," ucap Sandra pelan setelah berpikir beberapa detik.

Sandra hanya ingin waktu cepat berlalu, dan Raka segera meninggalkan tempat dirinya mengais rejeki. Sebab, Sandra tahu, jika kehadiran Raka pagi itu hanya akan memperkeruh keadaan, serta menguatkan dugaan-dugaan Cleo terhadap dirinya. 

"Jika tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, sebaiknya bapak silahkan pergi. Maaf, bukan saya tidak sopan pada anda tapi–," ucap Sandra ragu.

Gadis itu semakin gelisah, saat seseorang yang ia ketahui sengaja mencuri dengar pembicaraan mereka, malah mengarahkan kamera ponsel ke arahnya.

"Ada apa? kenapa kamu terlihat begitu tegang!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!