Cukup lama keheningan tercipta di ruang keluarga, hingga Reyhan pun membuka suara.
“Fadlan, Latifah, aku yang mengumpulkan kalian di sini. Ada yang ingin aku sampaikan. Ini Afkar anakku, penghulu dari nak Zhafira. Apa boleh aku meminta anak kalian Zhafira sebagai menantu kami?” tanya Reyhan dengan harapan penuh dapat membantu keluarga Fadlan dari keterpurukan ini.
“Apa maksudnya ini, kamu mau menjadikan Zhafira menantumu? Karena apa, Han? Kalau hanya untuk balas budi, aku gak mau!” seru Fadlan.
“Bukan, bukan seperti itu maksud aku. Aku benar-benar ingin menjadikan Zhafira sebagai menantuku. Itu keinginan terbesarku,” kata Reyhan membuat semua orang diam mendengarkan apa yang akan diucapkan oleh Fadlan.
Zhafira tak kalah terkejutnya mendengar hal tersebut, sesekali dia melirik penghulu yang tadi sempat akan menikahkannya dengan Daffa.
‘Ganteng sih, tapi gue ‘kan gak cinta sama dia,’ batin Zhafira seraya melamun. Namun, seketika lamunannya dikagetkan dengan suara dari Fadlan, papanya.
“Bagaimana dengan Afkar? Apa dia setuju atau terpaksa?” tanya Fadlan.
“Tanya langsung aja sama anaknya, toh dia ada di sini,” jawab Reyhan meminta Afkar sendiri yang mengatakan untuk menginginkan Zhafira sebagai istrinya.
“Afkar, gimana? Apa kamu mau menikah sama Zhafira atau kamu dipaksa Ayah kamu?” tanya Papa Fadlan menatap serius pada Afkar.
Afkar pun bingung mau menjawab apa, karena kenyataannya ini adalah permintaan ayahnya. Afkar pun melihat Reyhan yang tengah menatap Afkar dengan tatapan permohonan.
Akhirnya, Afkar pun menjawab dengan tegas kalau dia mau menikahi Zhafira, “I—iya, Om. Saya Afkar Nurdiansyah Muwaffaq ingin menikahi Zhafira Adzra Nadhifa.”
Bagaikan disambar petir, Zhafira kaget, dia mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk sedih.
Zhafira pun berlari masuk kamar. Mama Latifah segera menyusul anaknya dengan perasaan khawatir.
“Fadlan, kamu udah dengar sendiri ‘kan kalau anakku mau menikah sama anak kamu, tunggu apa lagi?” tanya Reyhan.
“Sebentar, aku ke kamar Zhafira,” balas Fadlan Segera menyusul istrinya yang terlebih dahulu sudah di kamar Zhafira.
Di dalam kamar, Zhafira sedang menangis di pangkuan Mama Latifah.
“Fira, kamu mau menikah sama anaknya om Reyhan?” tanya Papa Fadlan.
“Enggak, Pa. Zhafira gak mau. Zhafira mau menunggu penjelasan Daffa,” jawab Zhafira tanpa berpikir panjang.
“Ngapain masih nungguin anak itu. Dari awal kami tau kamu pacaran sama Daffa, Papa gak pernah suka. Dan, Papa juga awalnya tidak merestui ‘kan? Kamu yang keras kepala dan gak bisa dilarang. Setelah kejadian seperti ini pun kamu juga masih menunggu penjelasan Daffa. Emang kamu gak pernah mikirin perasaan orang tua. Sekarang ini, kedua orang tua kamu sudah di permalukan. Kami yang malu, bukan Daffa mu itu. Tapi, kamu masih saja berharap sama dia. Gak ngerti lagi Papa sama jalan fikiran kamu!” seru Papa Fadlan emosi.
“Oke, kali ini kamu harus nurut apa kata papa. Kamu harus menikah sama Afkar. Kalau kamu nolak, berarti kamu senang Papa dan Mama menanggung malu. Tamu-tamu, saudara, dan rekan bisnis Papa belum pulang, mereka pasti akan mencemooh Papa juga Mama karena anak kami satu-satunya gagal nikah. Kalau itu yang kamu mau, yaudah gak usah keluar kamar. Tapi, kalau kamu masih mikirin orang tua kamu, Papa tunggu sepuluh menit duduk di sebelah Afkar untuk melakukan ijab qobul.” Setelah mengatakan itu Papa Fadlan pun keluar kamar Zhafira.
“Ma, Fira gak mau, Ma. Tolong jangan paksa Fira. Mama, tolong bantu bilang ke Papa,” lirih Zhafira dengan tatapan memohonnya.
“Fira sayang, kamu hanya punya waktu sepuluh menit. Pikirkanlah, Sayang, Mama keluar dulu agar kamu lebih leluasa memikirkan apa keputusan kamu,” titah Mama Latifah sambil mencium kening Zhafira. Kemudian berlalu pergi keluar kamar.
Mama Latifah kembali di ruang keluarga melihat semuanya berada di sana termasuk suaminya yang ternyata menceritakan apa yang dikatakannya pada Zhafira. Semua menunggu waktu lima menit, kemudian duduk di tempat meja akad nikah sambil menunggu lima menit berikutnya.
“Pa, tolong bantu angkat Syara ke kamarnya. Setelah akad selesai, nanti Mama yang akan menenangkan,” ucap Mama Latifah.
Papa Fadlan Segera mengangkat tubuh Syara menuju kamar yang Syara tempati tadi malam.
Waktu sudah pas lima menit, tidak ada tanda-tanda Zhafira keluar dari kamar. Papa Fadlan memutuskan untuk semuanya menunggu ditempat meja ijab qobul berlangsung.
Semuanya menunggu dengan harap-harap cemas. Afkar pun yg seharusnyanya jadi penghulu sekarang duduk di hadapan pak modin karena dirinya lah sekarang yang menjadi calon mempelai pria.
Berbeda dari yang lainnya, Afkar begitu terlihat santai karena dalam hati Afkar berharap kalau pernikahan ini tidak akan terjadi.
Di menit terakhir, akhirnya sosok Zhafira keluar dengan make up yang kembali sempurna. Semua bernafas lega kecuali Afkar.
Zhafira langsung duduk di sebelah Afkar tanpa menatap, Zhafira menunduk sambil sesekali menitikkan air mata. Tanpa menunggu lama pak modin pun bertanya.
“Bagaimana, Pak. Mas kawin apa tetap pakai yang ini?” tanya Pak modin pada Fadlan.
Fadlan yang ditanya malah bertanya pada Afkar, “Afkar, mas kawinnya pakai ini atau kamu mau pakai uang?”
“Jujur, Afkar kalau keluar hanya membawa uang di dompet itu pun cuma ada uang cash dua juta aja, Om. Gimana?”
“Tidak apa-apa. Kami semua juga tau ini mendadak,” balas Papa Fadlan.
“Kalau gapapa, saya mau pakai uang saja, Om, saya gak mau kalau pakai mas kawin sebelumnya nanti ada bayang-bayang orang lain,” putus Afkar yang disetujui oleh keluarganya juga keluarga Zhafira.
“Baiklah klo begitu. Mari akad nikah segera dilaksanakan,” ucap pak modin.
“Saudara Afkar sudah siap?” tanya pak modin.
“InsyaaAllah sudah,” jawab Afkar tegas.
Afkar dan Papa Fadlan pun berjabat tangan. Ada getaran yang sebelumnya tak dirasakan oleh Afkar.
“Saya terima nikah dan kawinnya Zhafira Adzra Nadhifa binti Fadlan Amami Amri dengan mas kawin tersebut dibayar TUNAI,” ucap Afkar dengan sekali tarikan napas.
“Bagaimana para saksi, Sah?”
“Sah!” seru semua orang.
Dan akhirnya ijab qobul pun berjalan dengan lancar. Zhafira mencium tangan Afkar, begitu juga dengan Afkar mencium kening Zhafira dan membacakan do’a di ubun-ubun Zhafira.
Mama Latifah dan Bunda Hanum sangat bahagia karena akhirnya mereka berbesanan, Fadlan merangkul Reyhan.
Setelah Reyhan menemui para tamu, Reyhan pun menghampiri Afkar. Reyhan memeluk Afkar berkata, “Terima kasih, Nak, kamu udah memenuhi permintaan Ayah.”
Mama Latifah pun segera menghampiri Zhafira dan Afkar untuk menyuruh berganti baju, karena mereka harus duduk di pelaminan.
Selama acara berlangsung, Zhafira tidak berani menatap Afkar, begitu juga Afkar.
Afkar ingin segera selesai dan pergi dari pelaminan. Malu rasanya jika dilihat oleh banyak orang, sejujurnya risih dengan tatapan orang yang menatapnya termasuk ibu-ibu dan juga gadis yang menghadiri acara pernikahan tersebut.
“Kak Zhafira, suami kamu ganteng banget. Selamat, ya!” seru salah satu anak tetangga yang mengagumi Afkar dan meminta foto bersama Afkar.
‘Ganjen banget!’ lirih Zhafira yang didengar oleh Afkar.
‘Apa dia cemburu ya?’ batin Afkar yang tetap tak peduli dengan Zhafira.
****
Setelah keluarga pulang dari sholat ashar di masjid, bertepatan pula dengan acara resepsi yang telah selesai.
Saat Zhafira dan Afkar masuk bersamaan ke dalam rumah atas perintah Mama Latifah dan Bunda Hanum.
Saat Zhafira sampai di dalam rumah, dia melihat Syara yang duduk melamun di ruang tamu.
“Sayang!” seru Zhafira berlari kecil membuat Afkar mengernyit heran entah siapa yang dipanggil sayang olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
Syukurlah fira jd menikah jg dan kasian syara orgtua meninggal dlm kecelakaan...
2025-03-23
0
Ummi Alfa
Alhamdulillah... akhirnya sah juga walaupun tanpa direncanakan.
Smoga aja Afkar maupun Zhafira akhirnya mau menerima pernikahan ini dengan ikhlas.
2022-08-14
1