Satu minggu kemudian, mereka memutuskan untuk berkunjung ke rumah Kesya yang ada di Tangerang. Mereka memutuskan untuk naik mobil saja kesana, sekalian jalan-jalan melepaskan penat karena aktifitas yang selalu sama.
" Abah, kita langsung lamaran saja yah, nanti sebelum Kesya berangkat ke Mesir kita menikah dulu, biar jelas hubungan kita kedepannya" Ilham memberi usul sementara Kesya merasa aga heran dengan usul tersebut.
" Menikah sebelum berangkat ke Mesir?" kenapa mas Ilham berpikiran seperti itu?" bathin Kesya
" Mas Rasyid saja belum menikah, masa Kesya melangkahi kakaku?" Kesya aga keberatan dengan usul Ilham tersebut.
" Kita lamaran saja dulu, kalau masalah pernikahan nanti kita diskusikan tanggalnya kapan" Abah Yai akhirnya memutuskan seperti itu.
"Ilham sebenarnya mau ikut Kesya juga Abah, melanjutkan S3 disana. Biar nanti pondok pesantren yang Ilham rintis, biar di urus sama Mas Rasyid saja" Kesya melotot demi mendengar kata-kata Ilham.
" Bagaimana aku bisa fokus belajar kalau harus ngurus suami juga? kalau menikah pasti nanti ada anak juga. Aku belum siap untuk itu" bathin Kesya.
" Bagaimana menurut kamu nduk?" tanya Uminya Ilham yang sekarang duduk disampingnya.
Ilham dan Rasyid duduk di bangku baris paling belakang. Makanya Ilham bisa bebas melihat Kesya dari belakang tanpa cape harus menengok seperti waktu dulu.
" Kalau Kesya mengikuti keputusan keluarga besar saja, Bagaimana baiknya . Tapi lebih bagus kalau Mas Rasyid menikah dahulu, baru Kesya nanti yang menyusul" Kesya hati-hati menyampaikan pendapatnya. Takut melukai hati calon suaminya.
" Nak Rasyid sudah punya calon atau belum" tanya Abah Kiai kemudian.
" Saya belum punya pekerjaan tetap Abah Yai. Tidak berani menyunting anak orang" ucap Rasyid sambil menunduk malu.
" Pondok yang sedang aku bangun, sudah 100% siap huni, nanti aku serahkan sama Mas Rasyid untuk kelola. masalah calon istri, aku ada teman sewaktu kuliah di Mesir dulu, dia adik kelas ku, seusia dengan Mas Rasyid. Nanti bisa Abah bantu untuk melamar. Bagaimana Mas?" tanya Ilham semangat sekali.
" Ya Allah.. anak Umi ini sudah ngebet pengen kawin toh?" goda Uminya Ilham sambil menengok anaknya di belakang yang jadi salah tingkah.
" Umi, menikah itu ibadah yang harus disegerakan. Kalau sudah ada calon dan kemampuan, kenapa harus di tunda? Betul tidak Abah?" Ilham mencari bantuan dari Abahnya yang tertawa terbahak-bahak di depan sana.
" Kalau orang tua lain, merasakan kesulitan membujuk anak mereka untuk dijodohkan, nah kalau kita terbalik Umi, kita kesulitan membujuk anak kita untuk menunda perjodohan " serentak seisi mobil jadi terbahak-bahak mendengar guyonan Abah Yai. Kesya dan Ilham jadi salah tingkah di buatnya.
" Abah, kita mampir ke rumah Kiai Hamid dulu, coba kita diskusikan masalah Nak Rasyid ini, siapa tahu beliau punya solusi" mereka akhirnya setuju dengan saran dari Umi nya Ilham.
Mereka mampir ke pondok pesantren Kiai Hamid yang ada di Indramayu, kedatangan rombongan Kiai Maulana disambut antusias oleh mereka.
" Bagaimana kabarnya Kiai" Mereka berpelukan agak lama, karena memang lama tidak bersua.
" Kabar kami semua baik, Alhamdulillah. Ayo masuk semua, maaf ini suasana masih sibuk. setelah acara wisuda para santri yang lulus dari sini," mereka lalu dibawa ke rumah utama sang Kiai.
" Zahra.. tolong siapkan teh untuk tamu kita " perintah pak Kiai Hamid ketika melihat putrinya melintas di ruang tamu.
" Baik Aby" Zahra diam sejenak, menghitung jumlah tamu yang datang, agar tidak salah jumlah saat membuat minuman untuk tamu Aby nya.
Saat matanya sampai ke Rasyid, seketika Zahra menunduk malu, entah kenapa, ada getar aneh di hatinya ketika itu. Dia bergegas pergi ke belakang dan menyiapkan teh dan beberapa kue kering.
Kiai Maulana melihat kejadian itu dan tampak senang, tujuannya berkunjung sepertinya tidak akan menemukan hambatan.
Saat Zahra masuk dengan membawa Teh, Kesya berinisiatif membantu untuk menghidangkan teh ke atas meja, Zahra merasa senang dan tersenyum pada Kesya. " Terima kasih" ucapnya.
" Duduk nduk,biar kita bisa diskusi bersama" pinta Uminya Ilham sambil menepuk kursi di sampingnya yang kosong. Zahra menatap Aby nya,meminta persetujuan. Saat Aby nya menyetujui, baru Zahra duduk disamping Uminya Ilham.
" Pak Kiai, kami ingin diskusikan sesuatu, tapi sebelumnya kami sekeluarga mohon maaf, apabila mengganggu waktu pak Kiai" KYai Maulana memulai bicarakan maksud tujuan nya berkunjung.
" Anak kami, bernama Ilham ini, dia berniat untuk segera berumah tangga, hanya saja, calon istrinya ini masih memiliki seorang kakak, yang belum memiliki calon istri. Jadi, maksud kedatangan kami, ingin menjajaki, apakah pak Kiai bisa mengusulkan solusi untuk permasalahan kami ini" Kiai Hamid masih manggut-manggut mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh sahabatnya itu.
" Rasyid ini selain ustadz di pondok pesantren yang saya pimpin, dia juga anak sahabat karib saya waktu dahulu mondok di Krapyak. beliau sudah almarhum beberapa tahun yang lalu, saya merasa memiliki tanggung jawab untuk masa depannya " pak Kiai menjeda ucapannya, dan melihat reaksi dari Kiai Hamid.
" Rasyid ini selain seorang hafizh dia juga nanti akan kami pasrahi untuk mengurus pondok pesantren yang sudah di bangun anak kami Ilham. karena Rencananya nanti Ilham akan ikut istrinya ke Mesir, melanjutkan studinya disana"
" Saya paham maksud pak Kiai" Kiai Hamid menoleh pada Zahra sesaat, mengkode bagaimana pendapat Zahra tentang Rasyid. Saat Zahra mengaguk, Kiai Hamid merasa sangat bahagia.
" Alhamdulillah, permasalahan sudah mendapatkan solusi. Zahra siap untuk dipersunting oleh Nak Rasyid " seketika semua yang hadir dalam ruangan mengucapkan syukur karean dipermudah semua urusan.
" Alhamdulillah " ucap Rasyid tanpa sadar. Matanya sejenak melirik pada Zahra, walaupun Zahra tidak bercadar seperti Kesya, tapi Rasyid yakin, Zahra adalah gadis baik yang kelak akan menjadi istrinya dan ibu bagi anak-anak nya.
" Baiklah kalau seperti itu Pak Kiai, kita putuskan begini saja. Kami akan melakukan lamaran ke Tanggerang ke atas Kesya, sepulang dari sana, kami akan kembali kesini dan melakukan lamaran untuk Nak Zahra. Adapun masalah waktu pernikahan, biar nanti pihak keluarga Kiai Hamid yang memutuskan" semua setuju dengan pendapat Kiai Maulana.
Tanpa panjang ceritanya, setelah mereka meminum teh yang Zahra suguhkan, mereka langsung pamit, karena memang kwatir nanti terlalu malam sampe ke rumah Kesya.
Rasyid dan Zahra saling melirik sesaat, Ilham adalah orang yang paling bahagia disini, karena niat nya untuk segera menikah akhirnya tidak ada halangan lagi.
Ilham melirik ke arah Kesya dengan bahagia, Kesya hanya menundukkan wajahnya, merasakannya debar jantungnya yang kian tak bisa terkontrol setiap matanya bertatap dengan calon suaminya itu.
Kesya sebenarnya masih belum siap untuk menikah muda, masih ingin berbakti kepada mamahnya, masih ingin menjaga mamahnya. Kalau harus menikah secepatnya, itu artinya dirinya harus berpisah kembali dengan sang mamah tercinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 332 Episodes
Comments