Berlari tunggang langgang, Vee tak memperdulikan lagi jika kakinya yang berbulu dan lengannya sudah tergores ranting-ranting pohon dan ilalang.
Yang penting harus bisa segera menjauh dari Hideo.
Asap lugu itu bisa melenyapkan mbak kunti yang menakutkan itu hanya dalam sekejap mata, apalagi Vee yang hanya gadis kecil yang belum lulus SMA ini?
Bisa habis seluruh tubuh beserta tulang-belulangnya jika sampai Hideo menyerapnya.
"Pak dhe, tolongin Vee" gumam Vee yang sudah menjatuhkan air matanya sambil terus berlari.
Sesekali menyekanya agar tak membuat pandangannya yang terbatas menjadi semakin buram oleh air mata.
Kakinya sudah lelah, beruntung tadi Vee mengenakan sepatu kets nya. Jadi telapak kakinya tak terluka karena jalan yang dilaluinya cukup terjal.
Sesekali bahkan Vee harus terjatuh akibat pijakannya yang tak terencana. Tapi tentu dia harus segera bangkit demi untuk bisa menjauh dari asap yang bernama Hideo ini.
"Alhamdulillah, itu gudangnya" Vee sedikit bisa tersenyum lega saat melihat tembok belakang gudang sudah nampak.
Masih terus berusaha berlari, Vee menoleh sebentar untuk melihat apakah Hideo masih mengejar atau tidak.
"Alhamdulillah ya Allah, asap mengerikan itu sudah nggak kelihatan" gumam Vee yang masih saja berlari.
Nafasnya sudah terengah-engah, dan saat melihat gudang semakin dekat, Vee sedikit mengendurkan larinya.
Kini, dengan langkah tergesa gadis itu mendekat ke arah truk pak dhenya.
"Kenapa lari?" tiba-tiba Hideo sudah ada disampingnya.
"Aaaaaahhhh" sangking terkejutnya, Vee langsung berlari lagi.
Menuju ke deretan truk yang terparkir rapi dengan jarak kurang lebih dua meter antara satu truk dengan yang lainnya.
Vee mengendap-endap, berjongkok agar bisa sembunyi dari Hideo.
Sebenarnya, Hideo itu seperti mempunyai radar yang bisa menemukan dengan mudah dimanapun Vee sembunyi.
Hanya saja kali ini, Hideo membiarkan saja tingkah Vee yang sedang ingin bercanda dengannya.
Vee melihat Hideo terbang melayang seperti asap transparan. Segera dia duduk berjongkok agar tak dilihat oleh Hideo yang berada di sisi lain dari truk yang digunakannya untuk sembunyi.
Berada di sebelah ban besar dari truk kontainer, Vee semakin merapatkan dirinya sambil berdoa dalam hatinya.
Hideo tentu tahu kebenaran Vee, asap berjenis kelamin laki-laki itu sudah berada di belakang tubuh Vee yang berlindung di balik ban besar.
"Hallo miss Vee, hehehe" Hideo memanggil Vee yang masih merasa aman dalam lindungan ban besar.
"Serasa ada yang aneh kalau saya panggil kamu miss Vee" Hideo terkekeh geli dengan panggilannya barusan pada Vee.
"Aaahhhh... Jangan dekat-dekat sama aku. Please, jangan makan aku ya om Hideo. Please" kata Vee sambil mengatupkan kedua tangannya di dada.
"Please om Hideo, jangan makan aku. Kasihan bundaku kalau sampai kamu habiskan aku sampai ke tulang. Aku masih belum membahagiakan bundaku, om. Hiks...Hiks" Vee sudah menangis ketakutan karena Hideo yang tiba-tiba saja sudah berada di balik punggungnya.
"Siapa juga yang mau memakanmu, Vee? Kamu itu bukan selera saya, pasti daging kamu rasanya pahit" ejek Hideo.
Sebenarnya dia hanya tak ingin Vee takut padanya. Karena entah mengapa, Hideo merasakan jika ada sesuatu yang membuatnya terhubung dengan Vee.
Meski Hideo tak tahu apa itu.
Vee mulai meredakan isakannya, melihat dengan pelan ke arah Hideo yang masih menatapnya lekat.
"Lihatinnya jangan kayak gitu, om. Aku kan takut" kata Vee.
"Baik" kata Hideo yang mengalihkan pandangannya.
Vee duduk dengan menyelonjorkan kakinya, dia merasa sangat kelelahan karena daritadi terus saja berlari.
"Aku capek banget, om. Ngantuk" gumam Vee sambil menyeka keringatnya.
Rambut ikalnya sudah sangat berantakan, bahkan ada dedaunan kering yang tersangkut disana.
Lengan dan kakinya yang tergores ilalang dan tumbuhan liar di hutan belakang gudang mulai terasa perih.
Mata Vee perlahan mulai redup. Mungkin karena dia sudah merasa berada ditempat yang aman, jadi dengan mudahnya Vee bisa mulai memejamkan matanya yang terasa sangat lelah.
"Kasihan kamu anak kecil" kata Hideo yang masih saja melayang di sekitar Vee yang sudah tertidur.
"Pasti kamu takut saat melihat saya menyerap energi dari hantu jelek yang tadi itu ya" gumam Hideo, masih saja tak bosan melihat wajah Vee yang terlihat sangat imut.
"Tangan sama kaki kamu sampai luka seperti ini" kini Hideo melayang rendah.
Bahkan terlalu rendah, hingga dia bisa merasakan hembusan nafas teratur dari hidung Vee.
Seolah sedang memegang lengan Vee yang terluka, bibir Hideo juga terlihat berkomat-kamit membaca mantra.
Lalu meniup lengan Vee dan mengelusnya dari siku sampai ke telapak tangannya yang terbuka, terluka karena tak ada pelindung dari pakaian yang Vee kenakan saat tadi berlarian di dalam hutan.
Ajaib!
Dengan mudahnya sudah tak ada lagi luka di sana. Sembuh dengan sekejap mata.
Begitupun dengan luka di kaki Vee.
Hideo melakukan hal yang sama, mengelus kaki Vee yang sedikit berbulu dari lutut hingga pergelangan kakinya.
Dan kaki itupun sembuh juga.
Selesai dengan kegiatannya, Hideo masih saja terbang melayang di sekitaran Vee. Menjaganya agar tak terganggu oleh apapun.
Hideo terbang di sekeliling truk, mengamati benda raksasa yang mungkin belum ada di zamannya.
"Kereta ini besar sekali" gumam Hideo.
"Tapi dimana kudanya, atau kerbaunya? Dimana tempat untuk mengikatkan tali kekangnya?" tanya Hideo yang sedang mengamati bagian depan truk raksasa milik Andik.
"Oh, mungkin kudanya sedang berada di dalam kandang" Hideo masih saja berspekulasi sendiri sambil mengitari truk kontainer.
"Roda ini bagus sekali, bukan terbuat dari kayu lagi. Seperti roda dari kereta api" masih saja Hideo kagum pada truk raksasa ini.
Deg!
Hideo memegangi dadanya, serasa ada aliran listrik yang masuk ke dalamnya.
"Kenapa ini? Rasanya ada sesuatu yang buruk yang akan menimpa Vee" segera Hideo melesat ke tempat Vee yang sedang tertidur.
Dan benar saja, menjelang subuh ini, ada seorang sopir yang masih tergolong kawanan Andik. Sedang memperhatikan Vee dengan penuh nafsu, karena kebiasaan Vee yang tertidur dengan menaikkan kaosnya hingga perut ratanya terlihat.
Sebenarnya, bukanlah Hideo yang harus Vee waspadai untuk keselamatannya. Tapi pria-pria semacam kawan Andik yang penuh dengan pikiran busuk yang seharusnya lebih Vee waspadai.
Hideo mendekat, asap ini tak rela jika ada yang berniat buruk pada Vee. Orang yang telah berhasil mengeluarkannya dari botol di dalam kotak kayu dan menghilangkan mantra yang mengikatnya selama lebih dari seratus tahun.
Pria bertubuh tambun dan sedikit hitam itu tolah-toleh, melihat apakah aman disekitarnya untuk bisa membawa Vee yang tergeletak lemah di depannya ini.
Pria tambun itu mengamati bagian perut Vee yang terpampang nyata di depannya. Air liurnya sampai menetes sangking inginnya untuk segera menikmati kemolekan tubuh gadis remaja ini.
"Pria tua tidak tahu diri" Hideo merasa marah
Harga dirinya sebagai seorang lelaki seolah tercoreng karena perbuatan menjijikkan dari pria ini.
Seringai jahat terbit di bibir pria itu, seperti ingin melahap Vee hidup-hidup.
"Oh, saya tahu" Hideo punya ide rupanya.
Hideo sendiri masih belum bisa memegang suatu hal yang nyata, seperti manusia, hewan maupun benda-benda nyata lainnya. Tapi dia bisa memegang sesamanya sendiri, seperti mbak kunti yang tadi dihabisinya.
Vee sedang tertidur di bawah truk milik Andik. Sebenarnya tadi Vee ingin naik dan membangunkan pak dhenya sebelum melihat Hideo melayang di udara sambil celingukan mencarinya.
Tapi tubuhnya yang sudah terlalu kelelahan tidak kuat untuk naik dengan mudah ke atas bak belakang yang cukup tinggi.
Melancarkan aksinya, Hideo melayang di sekitaran Andik. Dia harus segera membangunkan orang tua itu sebelum terjadi sesuatu pada Vee.
Semilirnya angin yang menyapu tubuh Andik karena ulah Hideo, nyatanya tak membuat Andik berkutik. Malah lebih mengeratkan selimutnya.
Bingung harus bagaimana, karena pria itu sudah semakin dekat dengan Vee. Bisa bahaya kalau Vee dibawa ke tempat lain.
Hideo sedikit cemas, dia harus segera melakukan sesuatu demi menyelamatkan Vee. Entah mengapa, rasanya keselamatan Vee sudah menjadi tanggung jawabnya sejak dia keluar dari dalam botol dan yang tampak pertama kali adalah wajah cantik seorang Veronika.
"Ah sial, bagaimana ini. Bapak tua ini malah semakin nyenyak tidurnya" kata Hideo lirih.
"Oh, saya tahu" gumamnya, melayang meninggalkan tubuh Andik yang tergeletak dan menghampiri si pria tambun.
★★★★★
"Hoaamm" Andik menggeliat, dia masih menguap sebelum membuka matanya untuk bangun karena mendengar solawat tarhim berkumandang melalui speaker di masjid-masjid.
Duduk sebentar untuk mengumpulkan nyawa, lantas menengok ke arah kasur lipat yang semalam di gelarnya untuk Vee tidur.
"Loh, nang ndi cah iku?" (Kemana anak itu?)
kata Andik panik, dia tak bisa menemukan Vee di tempatnya.
"Kameranya nggak ada, pasti anak ini ngeluyur semalam. Haduh, bisa gawat kalau sampai nggak ketemu. Habis aku kena semprot si Vani" Andik masih saja mengoceh tak jelas.
Menggerutu karena bingung harus mencari Vee kemana kali ini.
Andik bergegas menuruni truknya dengan penuh rasa cemas. Tapi saat langkahnya sudah berada di atas ban belakang truknya dan bersiap turn, rasa lega menghampiri karena mendapati Vee yang masih terpejam dan bersender di ban belakang truknya.
"Alhamdulillah" gumamnya segera turun.
"Ya Allah nduk. Cah wadon kalau tidur kok begini amat" gumam Andik melepaskan jaketnya, dan menutupi perut Vee yang sedikit terlihat. Tadi Hideo sempat berusaha menghembuskan angin disekitar Vee agar gadis itu merasa dingin dan menurunkan kaosnya.
"Nduk, bangun" kata Andik yang sudah berjongkok dan menggoyang bahu Vee.
"Vee, bangun dong. Sudah pagi, waktunya solat subuh. Ayo, bangun" kata Andik yang tak akan menghentikan aksinya sebelum Vee membuka mata.
Merasa ada yang memanggilnya, Vee sedikit membuka matanya.
"Oh, pak dhe toh" gumam Vee yang ingin kembali tidur.
Tapi ingatannya merasa sangat senang karena melihat Andik di depannya.
"Hah? Pak dhe?" Vee terkejut, tapi senang.
"Alhamdulillah pak dhe, akhirnya ketemu sama pak dhe" Vee terlonjak senang, langsung saja memegang lengan pak dhenya dan bersorak bahagia.
"Pak dhe, Vee senang banget bisa ketemu sama pak dhe" kata Vee masih ingin menyorakkan perasaan senangnya.
"Kamu kenapa sih? Ngelindur?" tanya Andik yang heran dengan sikap Vee.
"Lagian kamu ini kok bisa tidur disini sih?" tanya Andik yang masih memperhatikan penampilan Vee.
"Hayo, kamu semalam ngeluyur ya? Buktinya itu kamu pakai sepatu sama kameranya masih di kalungin" tebakan jitu Andik membuat Vee bungkam.
"Maaf pak dhe, semalam Vee ketemu sama wanita yang sore harinya di gosipin sama bapak-bapak sopir itu" kata Vee dengan volume yang sangat kecil.
"Maksudnya?" tanya Andik masih belum mengerti.
"Semalam Vee lihat wanita yang pakai kebaya, nggak ada kepalanya pak dhe. Dia bawa Vee masuk ke dalam hutan di belakang gudang ini, terus waktu Vee sadar langsung lari dong. Ini buktinya, tangan sama kakinya Vee sampai luka-luka karena terkena tumbuhan liar saat melarikan diri" kata Vee sambil memperlihatkan lengannya yang masih mulus.
"Mana? Nggak ada lukanya sama sekali" ejek Andik.
"Kamu kecapekan mungkin, sampai mengigau segala" kata Andik lagi
"Yasudah, ayo ke masjid. Sudah mau subuh, sekalian kamu bersih-bersih di kamar mandi masjid saja" perintah Andik yang melihat baju dan celana Vee nampak sangat kotor.
"Iya, pak dhe" kata Vee lirih. Mematuhi pak dhe nya yang bersikap tegas kalau masalah solat.
"Tak tungguin disini, cepetan" lagi-lagi Andik memerintah Vee.
"Iya" kata Vee singkat. Menuruti perkataan Andik.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments