"Aaaaahhhhhh"
Vee masih saja berteriak dengan mata tertutup rapat, dan menutupi telinganya sendiri.
"Hush!! Ojo rame!" kata sosok yang melayang di udara itu.
(Hush! jangan berisik)
Mendengar sosok yang lebih mirip asap itu ternyata bisa mengeluarkan bunyi, Vee berusaha membuka salah satu matanya.
Tapi kembali dia menutupnya kembali, "Kamu nggak pakai baju. Itu mu kelihatan. Bisa nggak sih ditutup dulu? Pakai apa gitu biar nggak berayun-ayun?".
Vee berkata sambil menunjuk bagian yang seharusnya disensor dari anak kecil sepertinya.
"Maksudmu opo berayun-ayun?" tanya sosok itu.
"Itumu, tutup dulu" kata Vee menunjuk bagian vital dari para lelaki.
Sosok itupun melihat ke arah yang Vee tunjukkan.
Diapun terlihat malu setelah mengetahui kalau dia tak memakai sehelai benangpun di tubuhnya.
Melihat sosok yang mirip asap itu tangah kebingungan, Vee segera mengambil langkah seribu.
Berlari tunggang langgang meninggalkan kegelapan hutan. Mencari keberadaan pak dhenya dengan segera, takut kalau nanti Andik terbangun dan tak mendapati Vee ada di dekatnya.
Bisa-bisa Vee tidak diajak keliling pulau Jawa lagi olehnya.
"Huh... Huh... Huh..."
Nafas Vee rasanya terputus-putus.
"Sudah jauh apa belum, ya?" tanya Vee.
Rasanya dia sudah berlari cukup jauh, semoga saja asap itu tak bisa menemukannya.
Beristirahat sejenak sambil mengamati keadaan sekitar.
"Benar nggak sih arahnya?" kata Vee lirih, tak tahu harus bertanya pada siapa.
"Mau kemana?" asap itu tiba-tiba berada tepat di hadapan Vee.
Mungkin hanya berjarak tiga cm dari ujung hidungnya.
"Astaghfirullah, kaget hambamu ini Ya Allah" Vee sampai terjungkal ke belakang saat sosok itu mengagetkannya.
Dari posisi duduknya, Vee mendongak untuk mengamati sosok transparan yang sedang melayang diatasnya.
Entah mengapa sekarang dia sudah tak merasa takut lagi pada asap yang bisa bicara ini. Vee hanya menatap malas pada asap itu.
Rupanya sosok itu sudah berhasil menutupi tubuhnya dengan gambar pakaian. Mungkin berasal dari imajinasinya.
"Dapat pakaian darimana, om?" tanya Vee sambil berusaha bangun dan membersihkan pakaiannya.
"Apa itu om?" tanya sosok itu.
"Nama saya Hideo Akihiro, sebut saja Hideo" katanya.
Vee jadi teringat apa yang telah wanita berkebaya tadi sampaikan. Bahwa Vee harus menjaga Hideo.
"Kamu itu apa?" tanya Vee.
"Saya?" tanya Hideo menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, kamu itu apa? Hantu?" Vee sudah merasa biasa saja.
Karena memang Hideo ini tidak menakutkan sama sekali.
"Saya juga tidak tahu" jawabnya.
"Kamu tahu nggak, kalau mau ke arah gudang itu lewat mana?" tanya Vee, dia sudah tidak perduli dengan Hideo.
"Kamu salah arah. Ke Gudang lewat sana" Hideo menunjuk arah belakang tubuh Vee, menyuruhnya putar balik.
"Huft, gara-gara kamu om. Capek banget aku lari-lari daritadi" kata Vee mengeluh.
Gadis itupun balik kanan, berjalan perlahan membelah hutan yang katanya terlarang itu dengan bantuan lampu flash dari kameranya.
"Kamu kenapa tiba-tiba bisa bicara dalam bahasaku?" tanya Vee yang tengah berjalan santai, masih diikuti oleh sosok Hideo.
"Saya ada diajarkan mantra oleh Sri. Katanya akan dibutuhkan di masa depan" kata Hideo.
"Siapa itu Sri?" tanya Vee, rupanya karena kelelahan membuatnya gampang lupa.
"Teman saya. Dia kasih tahu saya ada banyak orang benci saya. Dan ada yang bilang kalau ada juga yang mau bunuh saya" kata Hideo.
"Sri itu yang pakai baju kebaya bukan?" tanya Vee yang mulai bisa merangkai puzzle dalam otaknya.
"Ya. Dia itu teman yang baik" ada sedikit nada penyesalan dari ucapan Hideo.
Keduanya terdiam setelah Hideo berujar tentang Sri.
Vee masih membutuhkan energinya agar bisa segera sampai ke tempat Andik sebelum pak dhenya itu menyadari. Sedangkan Hideo masih merasa sedikit menyesali sesuatu yang belum saatnya Vee ketahui.
"Masih lama nggak sih? Perasaan waktu kesini tadi nggak jauh-jauh amat, kenapa sekarang rasanya nggak sampai-sampai ya?" gumam Vee.
"Kamu pakai mantranya Sri saja" kata Hideo.
"Mantra apa?" tanya Vee tak mengerti.
"Mantra yang ada di dalam bukunya Sri. Yang kamu pegang" uwah, Vee kagum karena Hideo mampu melihat isi dalam kotak kayu yang dibawanya.
"Kamu canggih banget bisa lihat adanya buku didalam kotak ini?" kata Vee.
"Karena saya yang membelikan kotak itu asli dari Jepang khusus untuk Sri" kata Hideo.
"Pasti special banget ya?" tanya Vee.
Vee menghentikan langkahnya, duduk diatas permukaan tanah kering dan menaruh kotak kayu itu dihadapannya.
"Kamu yakin ada mantranya di buku milik Sri?" tanya Vee lagi.
"Iya, buka saja kalau kamu tidak percaya" kata Hideo.
Vee penasaran juga, perlahan dia membuka kotak kayu itu dengan penuh pertanyaan. Menyisihkan botol kecil dan mengambil buku usang yang mirip dengan buku saku.
Halaman pertama dan kedua masih sama seperti tadi, dan saat membuka halaman yang ketiga, mata Vee membelalak. Ingin rasanya dia melenyapkan asap yang sejak tadi mengikutinya ini.
"Kosong, om. Nggak ada tulisannya sama sekali" kata Vee mendengus sebal.
"Itu buku mantra" kata Hideo.
"Untuk membukanya kamu juga harus tahu mantranya" perkataan Hideo semakin membuat Vee malas.
Menurutnya itu terlalu mengada-ada.
"Kamu tahu om, apa mantranya?" meski malas, tapi dia penasaran juga.
Masak sih masih ada yang begituan di zaman serba canggih begini?
Tapi, kalaupun ada berarti Vee sedang menemukan sesuatu yang sangat langka dan hampir punah.
"Tunggu, apa itu om?" rupanya Hideo bingung karena sejak tadi Vee terus saja menyebut kata om.
"Om itu artinya paman, tahu paman? Ehm, uncle, kamu berasal darimana sih om?" Vee penasaran, apa asap seperti Hideo punya kampung halaman.
"Saya dari Jepang, Otousan adalah pedagang, Okaasan sama" jawab Hideo dengan gamblang.
"Saya masih belum paham, apa itu om?" Hideo masih kekeuh bertanya tentang sebutan om.
"Oh, aku tahu. Om itu Ojisan, hehe" Vee menampilkan cengir kudanya setelah menjelaskan pada Hideo.
"Nani?" (apa) Hideo sedikit tidak terima.
"Saya tidak lebih tua daripada kamu" tuh kan, si asap marah.
"Oh ya? Memangnya berapa usiamu ojisan?" ledek Vee.
"Usia saya masih 20 tahun, menurut perhitungan saya, sekitar lima bulan lagi baru berusia 21 tahun" ungkapnya.
"Oh ya? Itu di tahun berapa?" Vee masih ingin mengejek pak tua tak tahu diri di hadapannya ini.
"Tentu di tahun 1901" ingatan Hideo masih lengkap rupanya.
"Uwah, kau tua sekali ojisan. Sekarang sudah tahun 2023" kata Vee takjub, bisa menemukan asap langka semacam Hideo.
"Apa katamu? jangan bercanda anak kecil" Hideo tak percaya dengan omongan Vee.
Tapi saat memperhatikan penampilan Vee yang diamatinya daritadi, memang Vee tampak mengenakan pakaian yang aneh menurut Hideo.
Tak seperti pakaian para gadis yang dia kenal pada umumnya.
"Tapi kau memang aneh sekali. Bagaimana kau bisa berpakaian seperti itu?" tanya Hideo.
"Memangnya kenapa?" tanya Vee heran.
"Kenapa rambutmu tak diikat? Dan kemana jaritmu? Biasanya orang pribumi memakai jarit, seperti Sri" kata Hideo.
"Aku bukan Sri. Dan aku belum berkeinginan memakai gamis, rok, apalagi jarit" Vee sudah kesal saja, kenapa harus disuruh berpakaian seperti Sri.
Vee meneruskan langkahnya, tapi lama kelamaan cahaya dari kameranya mulai meredup. Dan tak lama kemudian malah mati.
Hideo masih saja mengikuti Vee meski sudah tak terdengar adanya obrolan dari mereka.
"Yaahh... Mati deh lampunya. Aduh, gelap banget lagi. Gimana dong ojisan? Gelap ini" Vee mulai rewel.
Plash!!
Tiba-tiba sekitar Vee terlihat terang. Dan saat Vee menoleh pada Hideo, ternyata ujung jarinya bisa mengeluarkan cahaya.
"Uwah, kamu keren banget ojisan. Bisa jadi lampu, hahaha" Vee merasa senang kali ini.
"Masih jauh nggak sih, aku capek ojisan" keluh Vee.
"Nggak, ini sudah dekat. Tapi, tunggu. Kamu benar mengatakan kalau ini sudah tahun 2023?" tanya Hideo.
"Iya, itu artinya kamu tertidur di dalam botol mini itu selama seratus satu tahun ojisan. Uwah, keren banget" Vee mengacungkan kedua ibu jarinya sambil tersenyum senang.
Hideo malah nampak bersedih, dan cahaya dari ujung jarinya ikut meredup saat hatinya melemah seperti ini.
"Hei, kenapa om?" tanya Vee heran, Hideo nampak murung.
"Bagaimana nasib orangtua saya?" gumamnya.
"Aku juga tidak tahu sih, om. Tapi nggak apa-apa, nanti kita cari tahu sama-sama ya om. Kamu jangan bersedih lagi" kata Vee menyemangati.
Dan cahaya dari ujung jari Hideo semakin terang, seiring moodnya yang semakin baik.
Sedang asyik berjalan santai, ternyata ada sesosok makhluk yang juga mengintai mereka berdua.
Dari semak-semak tinggi disekitaran Vee berjalan, rupanya ada satu wanita berambut panjang, berbaju putih lusuh dan menyeringai seram sedang berancang-ancang untuk menyerang Vee.
Entah mengapa, makhluk jahat suka sekali mengganggu manusia. Padahal Vee tak berbuat apapun yang merugikan mereka.
"Hihihiiiihiiiiii"
sosok itu perlahan-lahan mulai menampakkan diri.
"Kamu denger nggak sih, ojisan? Ada yang ketawa?" bulu kuduk Vee mulai meremang.
Dan saat melihat lengannya, ternyata memang benar jika pori-porinya yang ditumbuhi bulu sudah menyembul dan membuat bulunya berdiri tegak.
Vee mengedarkan pandangannya, berusaha mencari siapa itu yang tertawa di malam buta seperti ini.
"Aku takut, ojisan. Bagaimana ini?" tanya Vee.
"Saya juga" jawab Hideo santai, tapi matanya juga menatap ke sembarang arah. Ikut mencari makhluk pengganggu yang sudah beraninya menakut-nakutinya.
Wanita yang mereka cari mulai menampakkan diri, melayang dengan cepat di hadapan Vee.
Dan berhenti tepat di hadapan Vee yang jatuh terjungkal karena kaget dan ketakutan.
Bugh!
"Aaahhhh" Vee berteriak kencang setelah pantatnya menyatu dengan alam.
"Khiihihihihi"
kembali sosok itu mengeluarkan suara tawanya yang nyaring.
Kedua mata yang tak ada putih-putihnya itu menatap tajam pada Vee. Tapi daritadi tak mengganggu Hideo sama sekali.
Vee masih ketakutan saat bertatapan dengan mbak kunti yang tak pernah mandi ini.
"Lari, Vee!" perintah Hideo.
Seketika Vee berlari saat ada kesempatan. Diwaktu mbak kunti itu saling bertatapan dengan Hideo.
Tapi bukan Vee kalau jadi anak penurut, dia malah berhenti di balik pohon dan mengamati apa yang akan Hideo lakukan pada kunti itu.
Rupanya kunti naksir pada asap melayang yang sejak tadi membuntuti Vee. Jelas sekali si kunti terlihat sedang merayu Hideo.
"Hah? Ojisan mau ngapain itu?" gumam Vee yang melihat Hideo juga mendekati si kunti.
Kedua makhluk astral itu semakin mendekat. Tapi tanpa diduga, Hideo malah mencengkeram bahu si kunti dan memaksa si kunti untuk membuka mulutnya.
Dan Hideo seperti sedang menyerap energi dari dalam tubuh kotor mbak kunti yang malang itu hingga mbak kunti hangus dan berubah menjadi abu dan hilang diterpa angin malam.
Vee menutup mulutnya dengan telapak tangan agar tak menimbulkan suara. Tapi deru nafas ketakutannya tak bisa ditahan.
Gadis itu berbalik dan duduk bersender pada pohon besar dibelakangnya sambil berusaha mengatur nafasnya.
"Piuuff"
Ajaib, Hideo sudah berada dihadapannya dan meniup wajah Vee yang ketakukan.
"Aaaahhh" Vee berteriak.
Tentu sekarang Vee merasa takut pada asap yang terlihat lugu ini.
Sebisanya, Vee segera bangkit dan berlari. Berharap bisa segera bertemu dengan Andik dan mengajaknya pulang.
"Kamu aneh sekali, Vee" gumam Hideo dengan senyum di bibir pucatnya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments