Bila Candra merasa hidup yang dijalaninya sungguh tidak adil, berbeda halnya dengan Nandita. Ia memandang segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah sebuah proses pendewasaan diri.
Ya, di balik sikap yang selama ini ia perlihatkan, Nandita pun adalah seorang anak yang terbiasa memendam perasaannya sendiri.
Bukan karena lingkungan yang tidak baik, bukan pula karena orang tua yang tidak pernah ada untuknya. Tapi sebaliknya, orang tua Nandita selalu berusaha meluangkan waktu untuk anak-anaknya.
Nandita memilih memendam perasaannya karena ia tidak ingin melihat ayah bundanya bersedih atau merasa rendah diri.
Dirinya sadar bahwa ayah bundanya bukanlah orang yang berlimpah materi.
Dari kecil ia terbiasa menabung dalam celengan untuk membeli sesuatu yang ia inginkan.
Bahkan untuk kue ulang tahun yang dia impikan pun, ia rela mengumpulkan uang sakunya selama enam bulan agar bisa membeli kue itu dengan uangnya.
Sang bunda bukanlah sosok ibu yang lemah lembut. Melainkan sosok ibu yang sedikit keras dan cenderung pelit menurutnya waktu kecil dulu.
Bagi beliau, tidak ada satu hal pun di dunia ini, yang bisa kita dapat dengan cuma-cuma.
Semua memerlukan usaha untuk meraihnya, sekali pun hal itu adalah hal kecil.
Pernah suatu waktu Nandita kecil bertanya pada sang bunda
"Bun kenapa aku sama kak Bi sama adik Malikha jarang bunda ajak main ke play ground? Kenapa kak Dya ataupun adik Asha sering di ajak kesana sama papa mama nya?" Pertanyaan sederhana dari seorang anak kecil, yang memendam keinginan bermain ke tempat impian.
Saat itu Nandita sudah kelas lima SD, jadi ia sudah bisa sedikit memahami ucapan sang bunda
"Kak Dita mainnya di rumah dulu sama adik Malikha ya,, ayah sama bunda belum punya cukup uang untuk ajak kalian main ke sana. Doakan kami selalu, agar diberi kesehatan sama Tuhan, agar suatu saat nanti bisa ajak kalian main ke tempat yang kalian mau sepuasnya" ucap bunda dengan lembut.
Wanita yang biasanya suka berteriak, suka suruh-suruh anak-anaknya ini itu, ketika itu bicara dengan nada lembut dan penuh penyesalan.
"Kenapa paman dan bibi punya uang, tapi ayah sama bunda ga punya uang?" Tanya nya lagi.
"Ya karena paman dan bibi bekerja setiap hari, mendapat gaji setiap bulan, terus gajinya itu ditabung. Jadi bisa ajak anak-anaknya liburan. Ayah sama bunda juga setiap hari bekerja, tapi tidak sama seperti paman dan bibi pekerjaannya. Jadi gaji nya juga berbeda. Masih bersyukur uang yang ayah bunda dapat cukup untuk beli makan kita, beli keperluan sekolah kalian, tanpa harus minta kesana kemari. Masih bersyukur juga, kita punya tempat tinggal, jadi masih bisa tidur dengan nyenyak. Masih ada tempat untuk berlindung saat hujan dan malam hari. Di luaran sana, masih banyak lho anak-anak kecil seumuran kak Dita, kak Bian yang tinggalnya di kolong jembatan. Makannya pun, menunggu belas kasihan orang dulu. Kalau ada yang kasih mereka makanan, baru mereka bisa makan. Kalau tidak mereka akan menahan lapar sampai esok harinya" Jelas sang bunda lagi.
"Gitu ya bunda,,? Jadi sebenarnya kita itu lebih beruntung dibanding anak-anak yang ada di kolong jembatan itu?" Ia masih terus bertanya, karena merasa tertarik dengan cerita sang bunda.
"Ya,,, masih jauh lebih beruntung di banding mereka. Makanya kita itu harus banyak-banyak bersyukur sama Tuhan, karena Tuhan sudah dengan kemurahan hatiNya memberikan kita kehidupan yang layak."
Pesan sang bunda itu lah, yang selalu dijadikan oleh Nandita, sebagai pegangan hidupnya hingga kini.
Tidak pernah ia merasa berkecil hati, atas keadaan ekonomi orang tuanya, yang biasa saja bila dibandingkan dengan keluarga yang lain.
Ia pun tidak pernah menginginkan apa yang sudah dimiliki orang lain, dan berhasrat untuk merebutnya.
Baginya semua sudah mendapatkan jatah masing masing. Itu pun tidak terlepas dari didikan sang bunda yang dikatakan pelit tadi. Bila ibu yang lain mungkin akan memberikan tambahan jatah jajan pada sang anak bila masih ada sisa jajan setelah dibagi rata. Berbeda dengan bunda, dia akan dengan tega membiarkan anaknya ngambek dari pada menuruti keinginan sang anak.
Karena bagi beliau saat anak sudah mendapat bagiannya, cukup nikmati bagian itu, jangan meminta lebih. Karena apapun yang berlebih tidak akan baik.
🌟🌟🌟
Nandita kini sedang giat-giatnya belajar. Sebentar lagi ia akan menghadapi ujian akhir semester.
Jadi ia tidak ingin membuang waktunya dengan hal lain. Begitu pun dengan Candra. Mereka sering kali belajar bersama karena memang mereka satu angkatan meskipun jurusan yang mereka ambil berbeda.
Sebenarnya Candra juga memiliki cita-cita yang sama, yakni menjadi guru. Tapi karena mama papanya ingin agar Candra mengikuti jejak mereka untuk berbisnis, jadi dengan terpaksa Candra mengikuti kehendak orang tuanya.
" Dita,, kamu ada camilan ga?? Pahit banget ni mulut dari tadi makan iler aja" Kata Candra memulai obrolan.
"Ada,, bentar aku ambilin. Ini dikit lagi aku nyalin materinya ke flashdisk dulu" Nandita menyahut tanpa melihat wajah Candra.
"Nih aku bikinin es jeruk sekalian, sama kue kering bikinan bunda masih ada sisa dikit" Nandita datang dengan berbagai makanan juga minuman. Kemudian meletakkannya di atas meja tempat mereka belajar.
"Waaaaahhh enak-enak nih,, gini dong Ta,,, jadi tuan rumah yang pengertian,,." Puji Candra, sembari mengambil beberapa kue yang tertata rapi di dalam toples bening itu.
Mereka belajar, dengan mulut yang tidak berhenti mengunyah camilan.
"Aduuuh Ta.... Sorry banget aku ga sengaja numpahin es jeruk di flashdisk kamu,, aduuuh gimana dong ini" Candra dengan panik, menggedor pintu kamar mandi di mana Nandita ada di dalam nya.
Mendengar teriakan Candra, sontak saja Nandita buru-buru menyelesaikan urusannya di kamar mandi.
Segera ya membuka pintu kamar mandi dan berlari ke meja belajar yang baru saja ia tinggal kan tadi.
Nandita tak bisa berkata kata lagi, flashdisk yang berisi materi-materi kuliah yang ingin ia pelajari untuk persiapan ujian, kini sudah berendam santai dalam es jeruk yang menggenang di atas meja.
Ingin rasanya Nandita berteriak marah pada Candra, tapi ia masih berusaha berpikir positif bahwa Candra tidak sengaja melakukannya.
"Maafin aku ya Ta,,,, sumpah aku ga sengaja numpahin es jeruk itu ke flashdisk kamu. Aduh aku jadi merasa ga enak banget sama kamu. Aku ga ada maksud apa-apa sama kamu, beneran aku ga bohong" Ujar Candra sambil mengusap air matanya.
Berusaha meyakinkan Nandita agar percaya dengan ucapan nya.
"Huuuuh mau gimana lagi Ndra, kalaupun aku marah sama kamu, itu benda ga bakal bisa dipake lagi kan? Lagian aku ga ada bilang kamu sengaja numpahin es ke flashdisk aku kan? Dari mana kamu dapat pikiran seperti itu?" Sindir halus Nandita membuat wajah Candra memerah.
"Ga perlu ngeyakinin aku Sampe segitunya Ndra, kalau kamu emang ga ada maksud apa-apa. Aku tau kok siapa kamu" Kata Nandita lagi, bermakna ambigu.
Melihat tingkah Candra, Nandita tahu Candra pasti dengan sengaja ingin mengacaukan hati dan pikirannya agar tidak fokus belajar. Sehingga nilai ujiannya menjadi anjlok.
Nandita masih tidak habis pikir dengan sikap Candra.
Apa maksudnya dengan semua ini? Apa yang melatar belakangi ia sampai sebegitu bencinya pada teman dekatnya sendiri?
🌟🌟🌟
Ujian akhir semester akhirnya berakhir. Dengan susah payah, Nandita mengumpulkan materi ajar yang sempat rusak karena ulah Candra.
Dan ia bisa bernapas lega, karena meski harus melewati berbagai hambatan, ia bisa menyelesaikan ujian dengan baik dan hasil yang memuaskan.
Tentang candra, ia tidak memendam amarah pada temannya itu. Ia akui, ada rasa kesal yang kembali muncul. Kenapa harus terulang lagi? Kenapa Candra selalu saja ingin menjegal setiap langkah yang akan ia ambil? Apa yang Candra inginkan darinya?
Namun setelah kejadian itu, ia merasa Candra menjauh darinya. Entah lah, yang pasti ia juga bersyukur karena tidak ada yang menggangu fokus belajarnya, bila Candra menghindarinya.
Dan di sinilah ia kini, di kampung halaman tercinta. Berkumpul dengan ayah bunda juga adik manjanya Malikha.
Wajah sang adik sudah penuh dengan warna lipstick merah cabai, karena selalu kalah bermain tebak-tebakan, dengan kakak jahil nya itu.
" Hahahah lucu banget muka kamu dek, udah kaya ODGJ di jalan besar deket SMA kakak dulu" Ledeknya pada sang adik, yang sudah menampilkan wajah merah menahan kesal.
"Ydah aah males aku main sama kakak, kakak curang mainnya,,." Malikha tidak terima dengan kekalahan itu.
"Eeeh tar dulu, lagi satu ini,,,. Kalau kamu benar, nanti kakak traktir kamu deh...." Tawarnya pada sang adik
"Janji ya traktir aku, awas kalo bo'ong!! Aku doain kakak nikahnya sama duda yang punya anak ngeselin sama kaya kakak"
"Iiih kok doainnya gitu banget sih??!!! Ga enak banget deh. Emang kamu tega kalau hidup kakak tertekan terus?? Sudahlah di rumah ketemu kamu, masa nanti nikah ketemunya copyan kamu lagi" Nandita tidak terima dengan doa buruk sang adik
"Jadi maksud kakak, aku ngeselin gitu??" Malikha semakin emosi pada kakaknya
"Aku ga bilang gitu lho...." Kilah Nandita lagi, semakin membuat sang adik kesal dan ingin menangis.
Wajahnya sudah memerah, dengan hidung yang mulai kembang kempis.
Dasar cengeng, dijahili begitu saja dia sudah menyerah. Gampang sekali membuat Malikha keluar air mata.
🌟🌟🌟
"Bun,,, aku mau ketemu teman teman pencak silat ya. Kangen sama mereka, udah lama aku ga main ke sana" Nandita meminta ijin pada sang bunda.
Ia memeluk wanita yang melahirkan nya itu dari belakang.
"Kapan mau kesana? Ajak sekalian adik kamu itu, siapa tahu dia tertarik untuk belajar. Meskipun ga menekuni seperti kamu, setidaknya dia punya kemampuan melindungi diri.
" Ya deh Bun nanti aku aja adek juga kesana"
Hari sudah siang ketika dua kakak beradik itu, sampai pada tempat yang di tuju.
Pak Wahyu yang sudah lama tidak bertemu dengan Nandita, merasa sangat senang kedatangan murid andalannya dulu.
"Apa kabar kamu nak? Tambah lebar saja itu pipi, pasti selama rehat kamu juga rehat latihan di rumah ya?" Tembak pak Wahyu tepat sasaran.
Nandita hanya bisa tersenyum lebar memperlihatkan gigi kelincinya.
"Oya pak kenalin, ini adik aku namanya Malikha, dia pengen ikut belajar disini juga, gimana pak? Boleh ga udah tua begini baru mulai latihan dasar?" Canda Nandita yang langsung di hadiahi cubitan kecil pada lengannya.
"Tidak ada masalah soal umur kok. Dia masih muda dan cantik gini kamu bilang tua, ada ada saja kamu Ta" Ucap pak Wahyu menanggapi ledekan Nandita
"Selamat bergabung nak, anggap yang ada di sini semua saudara ya." Ucapnya lagi sembari menjabat tangan Malikha
"Terimakasih pak, mohon bimbingannya karena saya belum tahu apa-apa" Malikha pun balas menjabat tangan pak Wahyu.
"jangan formal begitu,,." Ucap Pak Wahyu diseratai tersenyum.
"Seperti yang bapak bilang tadi, di sini kita bersaudara. Tidak ada persaingan kalau latihan. Bersaingnya cukup di arena pertandingan saja"
Mereka di tempat latihan sampai sore.
Waktu terasa cepat berputar, bila sedang bersama orang-orang seru dan melakukan aktifitas yang disukai.
Malikha resmi menjadi murid pak Wahyu, dan merasa senang dengan kegiatan barunya. Apalagi teman teman baru nya juga asik asik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments
Andi Fitri
wah nnt nanditha beneran nikah sama duda yg anggap remeh dia..😁
2023-10-19
1
Mommy QieS
sepertinya Nandita bakal berjodoh dengan duda beneran 😂😂
2022-10-12
1
Mommy QieS
Nangis beneran apa nangis acting ni Chandra?
2022-10-12
1