Kegelapan mulai menyelimuti taman bermain. Keluarga-keluarga berhamburan keluar dari gerbang taman bermain yang hampir tutup. Para pedagang mendorong gerobak mereka keluar, meninggalkan tempat bekerjanya. Namun ada juga yang meninggalkan standnya karena tidak mau repot-repot memasangnya kembali untuk besok pagi.
Keramaian terdengar jelas dari jalan raya kota Tokyo. Kendaraan-kendaraan pribadi maupun umum berjalan berderetan karena macet sejak sore tadi. Pukul setengah 8 malam adalah hari di mana mereka pulang dari pekerjaan. Kalau seperti ini, masyarakat memilih untuk naik kereta daripada terkena macet yang entah kapan selesainya.
Pasangan tanpa status berjalan-jalan di jalan kecil pertokoan Akihabara. Selesainya menikmati berbagai wahana di taman bermain, mereka memutuskan untuk pergi ke kota para otaku, yaitu pecinta berbagai hal mengenai Jepang yang berasal dari negara Jepang sendiri. Keduanya bergandengan tangan. Tak ada yang malu-malu. Seperti sepasang kekasih baru.
“Tsukidate, lihat itu. Ada konser ClariS. Ayo kita ke sana!” ajak Uno menarik-narik tangan Akira.
Mulanya dia tidak mau karena lelah, namun dengan berbagai bujukan, akhirnya dia mau dan mengikuti Uno untuk membeli tiket masuk yang cukup mahal bagi pelajar. Untunglah Uno dapat mengatasinya dengan kartu ATM yang diberikan orang tuanya yang sedang merantau ke Nagasaki.
Selesai membeli tiket, keduanya masuk ke gedung pertunjukan. Mereka duduk di kursi khusus penonton VVIP, karena saking cintanya Uno dengan ClariS sampai membeli tiket VVIP, bahkan marcendise lengkap dengan lampu-lampu dan beberapa kipas bergambar anime Nisekoi, di mana ClariS mengisi lagu opening untuk anime yang berjalan sampai season 2 tersebut.
Cukup lama mereka menunggu sampai akhirnya pembawa acara membuka pertunjukan dengan guyonan-guyonan untuk berbasa-basi agar penyanyi asli ClariS lebih bisa menyiapkan mental mereka untuk mempertunjukkan aksi yang dinanti-nanti penggemarnya. Entah itu dari depan panggung atau depan layar televisi dan komputer.
Setelah berbasa-basi, pembawa acara pun memberikan waktu ClariS menyanyikan lantunan lagunya. Penggemar yang tadinya duduk pun berdiri seraya berteriak. Akira yang berada di kerumunan para fans hanya diam. Dia memang tidak suka dengan kebisingan seperti ini. Tapi karena untuk Uno.. Mau bagaimana lagi?
Kedua vokalis ClariS awalnya memberikan ucapan salam. “Selamat malam semuanya!” dan mengucapkan terima kasih karena sudah ada yang datang melihat konsernya. Ini membuatnya terharu. Para penggemar meneriakki “ClariS!”
“Kimi ni utai.. Kika setai koto. Kowarenai you ni daiji ni shisugi chatte sa.. Kyou mo mail wo.. Tsudzutte wa mata Kuhaku de nurikaete chigitte shimau no."
Akira menggenggam tangan Uno disaat lirik selanjutnya dinyanyikan vokalis ClariS. Sang empu tangan menatap Akira bingung. Seolah-olah bertanya akan keadaan Akira saat ini. Tak ada jawaban. Lelaki itu tersenyum dan kembali menikmati konser yang tak ia ketahui apa manajemennya, diurus di mana atau sejak kapan muncul. Tidak tahu. Yang terpenting membuat Uno bahagia.
...* * *
...
Pukul setengah sepuluh malam konser ClariS sudah selesai. Para penggemar menunggu mereka untuk memberikan handshake khusus untuk penonton VIP dan VVIP. Begitupun dengan Uno dan Akira. Namun Akira memilih untuk menunggu di luar, sementara jatah handshake miliknya diberikan pada anak Setogawa tersebut.
Mendapat foto, tanda tangan, dan berbagai hal bersama pasangan duet ClariS tersebut sebelum pulang ke rumah. “Ah, aku senang sekali!” seru Uno pada Akira dengan tangan penuh marcendise ClariS. Akira membantunya membawa barang-barang yang menurut Uno sangatlah berharga.
Tak ada respon dari Akira karena dia sudah terlalu mengantuk untuk berbincang- bincang. Sikap aneh Akira membuat Uno bingung. Ia gelisah, takut kegembiraannya terhadap sang idola membuat Akira tak nyaman.
“Tsukidate? Kau marah? Maafkan aku jika itu mengganggumu, aku tidak ber—“
“Bicara apa kamu ini? Aku baik-baik saja kok. Justru sebaliknya, aku senang melihatmu senang,” ujar Akira membuat Uno tercenga. Ia menatapnya heran, meminta keyakinan. Akira mengangguk mantap, mencoba menyakinkannya.
“Setogawa, ayo beli crepe di sana. Aku ingin mencobanya,” ucap Akira mencoba mengalihkan topik pembicaraan yang tak mengenakkan ini.
Uno menatapnya, masih tidak percaya dengan ucapan Akira. Padahal sahabatnya sekolah menengah pertama sangat bosan saat dirinya mulai membaurkan waktunya bersama dengan konser-konser idolanya di Akihabara. Masih bisakah dia mendapatkan perasaan Akira? Entahlah, yang pasti hanya Akira yang tahu soal itu.
Keduanya melangkahkan kakinya bersama-sama ke arah toko crepe. Senyum Akira mengembang, tak lepas sejak dirinya tersenyum tadi. Sementara Uno hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia akan sangat menyesal jika perasaan Akira tak segera dibalasnya. Karena sudah pasti, perasaan lelaki itu kuat, hanya untuknya.
Disaat Akira memesan crepe untuk berdua, Uno memilih duduk disalah satu kursi sekitarnya. Ia memandangi gelapnya langit malam. Sudah sangat larut, dan dia harus segera pulang ke rumah atau tidak bisa dimarahi tetangganya yang selalu datang waktu malam untuk memberinya makanan.
Tak lama setelah memesan, Akira mendekati Uno dan memberikan crepe rasa stroberi campur susu cokelat. Itu adalah rasa kesukaan Uno. Bagaimana Akira bisa tahu? Tentu saja catatan tentang Uno selama dua tahun belakangan ini.
Menerima crepe dan menggigit pinggirnya lalu mengunyah pelan. Tak ada semangat yang keluar dari Uno, walaupun hanya sedikit saja. Bekas-bekas keceriaannya di dalam konser telah hilang bersamaan dengan gelapnya malam. Larut sekali, Akira ingin segera menyudahi perasaan asing ini.
“Setogawa, kau senang?” tanya Akira memecah keheningan yang amat menyebalkan.
Yang ditanya mengangguk pelan sekaligus tersenyum tipis. Benar-benar tak ada sisa keceriaan di paras manisnya. Bagaimana ini bisa terjadi? Apa Akira melakukan kesalahan? Pikiran Akira bergulat. “Apa aku mempunyai salah?”
“Tidak, sama sekali tidak ada. Aku hanya.. Hanya ingin bertanya satu hal padamu, ku harap kamu menjawabnya.”
“Aku akan menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan Setogawa.”
“Jangan bercanda. Aku serius.”
“Silakan.”
Uno mengambil nafas panjang. Crepenya ia biarkan di tangannya, menggenggam kuat makanan manis tersebut. Jantungnya berdegup kencang. Seperti tak ada ruang bernafas untuknya. Bibirnya gemetar saat ingin mengatakan pertanyaan yang dipendamnya sejak dirinya mulai memikirkan perasaan Akira.
Tetapi setiap kata yang dirangkai mulai mengurai. Tidak tahu harus memulai dari mana seiring detik berlalu. Pikirannya melayang. Ada rasa takut yang menyambar hati. Pandangannya berkeliaran seolah sedang mencari sesuatu. Mencari ketenangan hati yang berlari karena tak siap dengan jawaban Akira nantinya.
Akira menatapnya bingung. Sikap Uno yang sulit dimengerti sekarang membuatnya bimbang. Perlahan ia membuka mulut untuk berbicara. Tapi tatapan tajam Uno membuatnya terbius, seakan-akan Uno melarangnya untuk berbicara.
Setelah cukup lama diam dalam ketakutan, Uno mencoba mengumpulkan keberaniannya. Hingga sebuah kalimat tercuat.
“Apa.. Apa Tsukidate.. masih menyukaiku?”
...* * * * *...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments