Episode 02

Suara derap langkah kaki semakin mendekat ke rumah bergaya Jepang tradisional. Batas berasal dari kayu yang menjulang tinggi menutupi rumah besar tersebut. Pohon rindang berdiri kokoh di belakang rumah karena akar-akarnya yang menancap kuat ditanah.

“Papa! Papa!” teriakan kecil gadis yang berlari dari sekolahannya. Memasuki lingkungan rumah ala zaman kuno, mendekati lelaki berpostur tinggi gagah yang baru saja keluar dari pintu geser yang terbuat dari kayu. Gadis tersebut mendekapnya, menangis.

Sang ayah tidak mengerti harus berbuat apa. Ibunya keluar dari lorong berlantai kayu, menimbulkan suara duk.. duk.. duk.. berulang-ulang.

“Papa.. Kenapa?” tanyanya disela-sela isak tangisnya. Ayahnya menggendong tubuh mungil didekapannya, membawanya ke ruang tamu yang berada tak jauh dari sana.

Di dalam ruang tamu, mereka duduk di sana. Si gadis berambut sepundak itu menangis dalam dekapan ayahnya. Air matanya membasahi yukata—Pakaian tradisional Jepang—ayahnya. Sang ibu meletakkan segelas susu hangat di atas meja dekat keduanya. Tangan kekar ayah meraihnya, meminta anaknya diam dan meminum susu buatan orang tuanya.

Setelah meneguk setengah susu dari gelas, sedikit demi sedikit dia diam. Tidak menangis seperti saat pertama datang. Merasa anaknya sudah tenang, ibunya mengelus kepala gadis tersebut dan mendudukkannya di pangkuan hangat miliknya.

Ayahnya menatap lembut buah hatinya yang kedua. Menggenggam kesepuluh jari-jari lentik nan berdaging, mengecupnya dua kali, mencoba lebih membuat anaknya rileks untuk menceritakan apa yang terjadi.

Merasa baikan, dia pun menceritakan semua yang dialaminya di sekolah tadi. Seluruhnya ia ceritakan. Perasaannya, kekesalannya, dan kesedihannya saat mengetahui yang sebenarnya. Yaitu sahabat kesayangannya telah tiada. Bahkan orang yang belum dikenalinya mengetahui status hantu sahabatnya itu. “Kenapa.. Kenapa Aro tidak bercerita?”

“Aro punya alasan tidak memberitahumu, sayangku.”

“Tapi kenapa? Dia tahu kalau itu menyakitiku. Dia menyebalkan. Aku membencinya,” gerutunya tidak jelas. Ibunya memeluk erat tubuh mungil itu. Memintanya agar berhenti berkata yang tidak-tidak. Karena sahabat hantunya, yakni bernama Aro, memang punya alasan tersendiri.

Dari pintu ruang tamu, berdirilah sosok hantu cantik bermata satu, mulut lebar, dan pakaian yukata yang selalu dikenakannya di dalam rumah ini maupun di jalanan. Itu adalah pakaian pertama yang didapat dari gadis kecil yang sedang meratapi kesedihannya, namun tidak sepenuhnya meratapi.

Pandangan gadis tersebut beralih ke arah Aro. Ia melambaikan tangannya, bermaksud mengundangnya untuk bergabung. Perlahan Aro mendekat. Ada rasa was-was di dalam hatinya. Takut nanti tiba-tiba sahabatnya meluapkan emosinya seperti tadi di belakang gedung sekolah.

“A—ada apa?” tanya Aro hati-hati. Tidak menjawab. Gadis itu melepas pelukan ibunya dan duduk di depannya. Tangan kanannya memukul-mukul lantai tak beralas di depannya.

“Duduk di sini.”

Aro duduk di sana. Menatap kedua mata indah sahabatnya. Jari-jari lentik gadis manusia tersebut mengusap-usap pipi Aro, penuh cinta. Pandangan sayu itu, mengingatkan Aro tentang ibu kandungnya yang membuang dirinya saat berusia 4 tahun di sebelah tiang listrik, di mana tempat itu adalah tempat Aro ditemukan sahabatnya.

Tergagap mendapati respon yang berbeda 360 derajat. Tak lama setelah itu, gadis tersebut menurunkan tangannya dan meletakkannya di atas pahanya sendiri. Ia tetap menatap Aro lekat. “Boleh aku bertanya sesuatu padamu?” tanya gadis itu pelan dengan senyum kalemnya.

Mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaan sahabatnya. Aro tidak bisa berkutik lagi. Ia harus bisa menghadapi apa yang akan dilontarkan dari bibir mungil sahabatnya. Apapun yang terjadi, apapun itu, dia harus bisa menjawabnya. Tidak perduli apakah itu pertanyaan basa-basi atau tidak penting. Ia tidak mau mengecewakan sahabatnya lagi. Membuat kesalahan yang amat fatal.

Gadis itu menghirup udara panjang, dan menghembuskannya dari mulut disaat matanya terpejam. Perlahan dia membuka matanya.

“Apa alasanmu menyembunyikan semua?” tanyanya lembut. Aro tidak bereaksi. Di belakang sahabatnya, nampak sudah raut wajah cemas dari kedua orang tua sahabat tercintanya.

Dengan tegas, Aro menjawab lengkap.

“Aku menyembunyikannya karena aku takut kamu meninggalkanku. Mengetahui bahwa diriku hantu dan membuangku seperti sampah. Aku tidak mau mendapatkan hal yang sama seperti itu. Maka dari itu, aku menyembunyikannya hingga suatu saat nanti kamu tahu sendiri.”

Aro meneteskan air matanya saat menjelaskan seluruhnya. Cerita mengenai dirinya dibuang sejak kecil. Tidak ada yang perduli dengan kehadirannya di tiang itu. Semua orang tidak perduli saat itu. Kejadian sekitar 40 tahun yang lalu, melukai hatinya. Hingga suatu hari dia meninggal karena kedinginan dan kepanasan berulang-ulang. Berganti setiap tahunnya.

Mendengar cerita Aro, gadis itu memeluknya erat. Ia menangis, lebih kencang dari tangisan Aro sendiri. “Maafkan aku.. Aku tidak tahu soal itu. Maafkan aku,” sesalnya menangis sejadi-jadinya. Aro tersenyum bahagia, ia bisa mengatakannya.

Setelah saling menangis, mereka melepas pelukan. Saling bertatapan. Namun ada yang berbeda. Bagian tubuh bawah Aro transparan. Gadis itu panik, sangat panik. Ia meminta bantuan pada ayah maupun ibunya, tapi tidak ada yang perduli.

“Aro.. Kakimu..”

“Ya, aku tahu itu.”

“Tapi.. Kenapa?”

Aro menahan tangisnya. Ia tersenyum kecut. “Hei.. Dulu saat aku masih hidup, aku menginginkan sahabat yang menemaniku. Aku ingin ada orang yang perduli terhadapku. Sampai aku meninggal, hanya ada 1 orang yang perduli dan menguburku. Dia ayahmu.”

Berhenti bercerita. Gadis itu menangis. Firasat buruk menghampiri pikirannya. Tentang apakah Aro akan pergi. Tapi menurutnya itu tidak mungkin terjadi.

“Hei.. Ayahmu bercerita dengan aku, di mana aku sudah menjadi hantu. Dialah tempatku bercerita. Sampai suatu hari ayahmu mengajakmu. Dia memperkenalkanmu padaku. Aku takut kamu akan takut. Tapi apa yang terjadi? Kamu begitu senang. Dugaanku salah besar. Kamu manis,” lanjut Aro menyeka air matanya yang mengalir di pipi sahabatnya.

“Setelah itu, kamu menganggapku sahabat, dan aku juga. Hei.. Dewa mengabulkan permintaanku. Dia membawakan gadis manis, cantik, lucu, dan menggemaskan untuk menjadi sahabat hantu mengerikan sepertiku. Aku sangat bersyukur.”

“Hentikan.. Hentikan!”

“Hei.. Sekarang aku bahagia, sangat bahagia. Dewa membuat perjanjian padaku. Jika suatu hari permintaanku dikabulkan, aku harus lebih memujanya, yaitu hidup bersamanya.”

“Ku mohon, Aro.. Hentikan itu!”

“Dengarkan ini, manis tersayang. Aku menyayangimu. Jaga dirimu di sini. Berbaiklah pada semuanya. Tersenyumlah, berikan aku senyuman terbaikmu padaku sebelum aku lenyap.”

Gadis itu menangis keras. Semakin lama tubuh Aro menghilang bersamaan dengan butiran-butiran kecil, seperti kunang-kunang. Ia gelagapan. Namun Aro tidak perduli. Aro terus memberikan tatapan meminta agar dirinya tersenyum untuknya. Gadis itu tahu, jika dia mengabulkannya, Aro akan pergi. Tapi jika tidak, Aro akan sedih.

Ia pun memilih pilihan, yaitu membuat Aro bahagia. Memberikan senyuman tulusnya. Tatapannya mengisyaratkan bahwa dia akan menjaga diri selagi Aro tidak ada, untuk selamanya.

“Terima kasih, terima kasih banyak.. Aku.. Sangat bahagia,” ucap Aro tersenyum senang, menitihkan air matanya.

Perlahan dia menghilang terbawa angin. Gadis tersebut berteriak, memanggil-manggil namanya. Memintanya supaya tidak pergi.

“Aro! Ku mohon jangan tinggalkan aku!” teriaknya menatap Aro yang bersatu dengan alam. Dua kata yang terucap dari bibir Aro.

“Selamat tinggal.”

Aro.. Benar-benar lenyap, tak tersisa sedikitpun darinya. Mengejutkan. Gadis itu menatap tempat di mana Aro berada. Air mata Aro yang tersisa di lantai ia tatap. “Aro.. Kenapa kamu kejam padaku?” gumamnya dengan pandangan kosong.

Sang ayah meraihnya dan mendekapnya dalam-dalam. Telapak tangan kanannya berada di kepala anaknya. Mengucapkan sesuatu dengan pelan, sangat pelan. Anehnya, gadis itu diam. Dan perlahan dia memejamkan mata.

“Maafkan papa. Papa harus menghapus semua ingatanmu tentang Aro dan membuang kemampuanmu. Maafkan papa dan mama, Uno.”

...* * * * *...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!