"Apa?! aku mencari kamu kemana-mana, sampai kebingungan, tapi kamu enak-enakan tidur di rooptof?! keterlaluan! kamu, Diah!" Marsel marah sekali.
Diah jangankan menjawab, menatap wajah Marsel saja takut, lagi pula ada Lita di sini.
"Papa... tadi Lita bilang apa? jangan marah sama Mama!" Tegas Lita, padahal Lita tadi sudah pesan kepada papanya, agar jangan sampai marah sama Diah, tapi tetap saja Marsel melanggar.
"Maaf" pungkas Marsel.
"Sekarang... kita makan malam yuk, Lita pasti sudah lapar kan?" Diah mengalihkan, tidak baik bertengkar di depan Lita.
"Mama kok tahu, kalau Lita lapar?"
"Tahu dong! kan diterawang, pakai ini" Diah membulatkan antara jempol dan jari kemudian ia tempelkan di mata. Lita tertawa, lalu menggandeng tangan Diah.
Marsel pun akhirnya menyusul, mereka berkumpul di meja makan.
Malam harinya seperti biasa, Diah menemani Calista bobo sambil bercerita. Setelah Lita pulas, Diah menyusul suaminya ke kamar.
Diah mendorong pintu perlahan, ia mengintai dibalik pintu, ingin tahu apa yang dilakukan suaminya di dalam sana.
Tampak Marsel sedang tiduran satu kaki menumpang lutut. Sambil chat seseorang.
Diah masuk kemudian menutup pintu, yang pertama kali ia tuju adalah cermin. Ia ambil pembersih wajah, mengoleskan, lalu memijit dengan jari, ambil kapas membersihkan wajah hingga bersih.
Diah kemudian merebahkan tubuhnya di sebelah Marsel tapi membelakangi.
"Honey..." Jika Marsel memanggil Diah dengan sebutan itu, berarti hatinya sudah membaik.
Diah kemudian balik badan menghadap suaminya. Keduanya lantas saling pandang. "Apa?" tanya Diah.
"Dulu, kenapa kamu sampai berpisah dengan Abim?" tanya Marsel kemudian.
"Karena, antara aku dan dia, sudah tidak ada kecocokan" jujur Diah. Diah lantas menceritakan tentang pernikahannya dulu dengan Abim.
"Begitu ceritanya, jadi... jangan terlalu cemburuan" Diah lalu terlentang.
"Apapun, yang sudah menjadi milikku, tidak ada yang boleh melirik, atau sampai berniat memiliki Diah... itulah prinsip aku" tandas Marsel membuat Diah ngeri mendengarnya.
"Pekan depan, kita jalan-jalan ke Bali" kata Marsel, tampak serius. Sudah beberapa kali mengajak Diah jalan berdua, agar mereka bisa saling mengenal, tapi Diah selalu menolak. Bahkan rencana honeymoon saja Diah membatalkan.
"Ke Bali? tapi... Lita diajak kan?" Diah terkejut.
"Calista biar bersama Marni," jawab Marsel tidak mau dibantah.
"Tapi... Lita pasti akan menangis, kalau aku tinggal, Tuan," Diah sebenarnya ingin juga, agar lebih mengenal sifat Marsel yang sulit di tebak.
"Jangan alasan, Lita tidak akan menangis jika kita perginya berdua," pungkas Marsel.
"Iya deh... aku mau,"
"Tadi Ibu telepon, katanya minta kamu transfer" Marsel mengganti topik pembicaraan.
"Apa?! ibu telepon, Tuan?" Diah terkejut mendadak bangun lalu duduk menghadap Marsel. Tentu Diah malu jika ibu sudah berani telepon Marsel.
"Bukan Ibu yang telepon, tapi aku, saat mencari kamu sore tadi, terus... kenapa kamu nggak pernah bilang kalau Ibu butuh uang," Marsel menatap Diah. Diah tampak merasa malu.
"Begitulah Ibu aku Tuan, selalu membuat aku malu" Diah menggaruk lututnya.
"Ibu kamu, Ibu aku juga, cukupi kebutuhanya, kirim setiap bulan" Marsel kemudian bangun turun dari tempat tidur, membuka tas kerja lalu ambil ATM.
"Ini pegang, untuk kebutuhan kamu, dan juga Ibu" Marsel menyerahkan benda tersebut.
"Tapi Tuan" Diah memandangi ATM tidak berniat mengambilnya. Marsel mengangkat telapak tangan Diah lalu memberikan kartu.
"Terimakasih Tuan"
"Mau sampai kapan?! kamu memanggil aku dengan sebutan itu?!" Marsel tampak kesal.
"Iya, iya. Aku akan memanggilmu Mas" Diah mengalah. Almarhum ayah Marsel asli Yogyakarta, sedangkan mommy dari Negara B, tentu akan cocok panggilan Mas.
Malam semakin larut obrolan berhenti setelah selesai melakukan kegiatan suami istri pasutri itu kemudian tidur.
*******
Keesokan harinya, mereka sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh bibi. Di meja makan semua sudah berkumpul.
"Kalau Lita sudah pulang sekolah, ikut Mama ke kantor, biar dijemput Mamang, ya..." titah Marsel, kepada putrinya.
"Baiklah" ucap Diah seraya menyiapkan sarapan.
"Kita kekantor Ma? horee..." Lita kegirangan.
"Iya, tapi ada syaratnya" kata Marsel.
"Sarat? apa saratnya Pa?" Lita bersemangat.
"Minggu depan... Papa sama Mama, mau ada urusan di luar, Lita sama Mbak Marni dulu, okay..." kata Marsel, sedangkan Diah hanya diam saja.
"Beneran Ma, mau ada urusan?" Lita memperjelas.
"Betul sayang..." jawab Diah, mengusap pucuk kepala Lita.
"Ya deh, tapi jangan lama-lama ya, Ma" sebenarnya Lita tidak mau berpisah tapi apa boleh buat.
"Tidak sayang... sekarang sarapan dulu"
"Iya Ma"
Mereka sarapan tanpa suara, makan pagi selesai Lita sekolah bersama Marsel diantar supir.
*******
Jam 11 pagi, Diah dijemput Mamang di rumah, saat ini hendak berangkat menjemput lita ke sekolah. Seperti yang direncanakan tadi pagi, Marsel ingin mengajak istri dan anaknya makan siang.
"Mamang sudah lama bekerja sama Marsel?" selidik Diah.
"Belum Mbak, baru tiga tahun" jawab Mamang menatap Diah dari kaca spion.
"Oh..." Diah dan Mamang ngobrol tidak terasa sampai di depan sekolah. Setelah menjemput Lita mobil melaju cepat, menuju kantor.
Sampai di kantor, ruangan Marsel tampak sepi, Siska juga tidak ada di tempat, mungkin ia sedang rapat bersama Marsel.
"Sayang... Papa belum selesai rapat, kita temui Tante Rindy dulu yuk"
"Ayo" mereka bergandengan masuk ke dalam lift, kantor memang sepi hanya ada beberapa scurity. Sebab waktunya jam makan siang.
"Rindy..." Diah menghampiri Rindy sahabatnya, yang sedang makan siang di kantin pabrik.
"Diah..." Rindy segera berdiri, menatap Diah dan Lita yang masih mengenakan seragam TK.
"Hai cantik, sini duduk" Rindy bergeser, agar putri bos nya dan juga Diah duduk.
"Terimakasih Tante" Lita duduk di tengah-tengah antara Rindy dan Diah.
"Diah, loe betah kerja sama Tuan Marsel?" tanya Rindy.
Deg.
Diah terkejut. "A- anu, betah. Iya betah" Diah gugup menjawabnya. Rindy belum tahu, jika sahabatnya menikah dengan tuan Marsel.
"Kenapa loe? kok seperti kaget gitu?" Rindy mengerutkan dahi.
"Nggak apa-apa... kamu sendiri, masih betah bekerja di sini?" Diah mengalihkan.
"Yah... aku syukuri saja Diah... lulusan SMK seperti aku bisa diterima bekerja di sini saja, sudah alhamdulillah" tutur Rindy.
"Honey... kok kalian, menunggu disini?"
Marsel menghampiri lalu memegangi pundak Lita.
Honey... ada apa sebenarnya? kenapa Tuan Marsel, memanggil Diah dengan sebutan itu?
"Tadi aku sudah ke atas, tapi sepi, jadi... lebih baik menunggu di sini" terang Diah.
Rindy masih bingung bahasa yang di gunakan Diah, bukan seperti atasan dengan bawahan, Rindy masih belum bisa mencerna.
_
"Let's go"
Marsel menuntun Lita.
"Rin, aku duluan ya... sampai besok" kata Diah.
"Ya, tapi lain kali, loe harus memberi penjelasan ke gw, awas loe" kata Rindy, Masih memegangi tangan Diah.
"Honey..."
Marsel berhenti karena Diah belum juga mengikuti langkahnya.
Diah melambaikan tangan kepada Rindy, kemudian menyusul Marsel mereka bertiga bergandengan. Tidak jauh dari tempat itu sepasang mata sedang mengintai. Ia marah dalam hati sambil mengepal kuat.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yuyun Yuningsih
stor vote dulu...
udah sekian purnama
baru singgah lagi di tombol vote...
2022-10-08
0
Santai Dyah
seneng banget aku lihat kebahagiaan Diah dan marcell
ah mau dong ikut di ajak mkn diang
2022-10-05
0
Ulfa Zahra
Siapa lagi nih
2022-08-21
0