Dengan perasaan kesal yang membuncah, Diah meninggalkan Marsel. Apa maksudnya, Marsel sampai marah-marah yang tidak masuk akal? Mempermasalahkan Abim yang sama sekali sudah tidak ada hubungan apapun dengannya.
"Bi, saya bantu ya" Diah ke dapur menemui bibi yang sedang memasak.
"Tidak usah Non, nanti saya dimarahi Tuan Marsel" jawab bibi serasa mengaduk-aduk rica-rica ayam kampung ke sukaan Marsel.
"Di marahin? memang kenapa Bi?" Diah mengamati ayam yang baru setengah matang.
"Waktu itu kan Non, mau belajar memasak, terus Tuan melihat, eh... saya di tegur, Tuan Non" tutur bibi rupanya Diah tidak diijinkan untuk memasak oleh Marsel.
Dasar suami aneh! istri mau memasak tapi nggak boleh.
"Bibi, bekerja di sini sudah lama?" tanya Diah. Sudah saatnya ia mencari tahu siapa Arabella.
"Sejak Tuan SMA, Non"
"Wow... sudah lama sekali ya Bi?"
"Kurang lebih, 20 tahunan, Non" jawab bibi kemudian mencicipi masakan dengan sendok, terasa kurang garam, lalu menambahkan ke dalam masakan.
Diah mengangguk merasa ada celah kemudian bertanya kembali. "Berarti Bibi kenal dengan Mama Calista?"
"Kenal Non" bibi kemudian menceritakan setelah Marsel menikah, Arabella tinggal bersama oma selama enam bulan.
Marsel kemudian mengajak pindah ke rumah miliknya sendiri.
"Oh, jadi... nama Mama Calista Arabella ya Bi? Lalu dimana Arabella saat ini, masih di rumah lama, sudah bercerai, atau sudah meninggal?" Cecar Diah.
"Saya tidak tahu Non, tapi saya rasa, kalau meninggal sih, belum" bibi menjelaskan seandainya Bella sudah meninggal, tentu bibi mendengar kabar.
Saat itu Marsel dan Bella ada ART sendiri sedangkan bibi bekerja dengan nyonya Laura.
"Tapi, Lita mengenal mama nya, Bi?" Diah terus bertanya seperti wartawan yang sedang mewancarai nara sumber.
"Tidak Non, saat Tuan Marsel datang ke sini bersama Lita. Lita belum berumur satu tahun. Lita kemudian diasuh Marni" tutur bibi panjang lebar. Tidak terasa rica-rica ayam yang di masak bibi telah matang.
"Oh gitu ya Bi" Diah merasa tidak puas dengan jawaban bibi, kemudian duduk di teras rumah. Ia merasa sepi.
Lita sedang tidur, suaminya marah kepadanya, biasanya jika sepi begini, selalu ngobrol dengan mertuanya, tetapi mertuanya sudah kembali ke Belanda. Sedangkan Marni sibuk setrika baju yang menumpuk.
Kehidupan Diah kali ini berbanding terbalik, dulu ia bak burung yang bebas terbang. Namun kini hidupnya seperti burung di dalam sangkar.
Selalu dicemburui, dicurigai, tidak boleh ini itu. "Ya Tuhan... sesulit inikah untuk merubah hidupnya dari lembah hitam? ada-ada saja cobaan. Mungkinkah ini salah satu ujian?
Diah menarik napas panjang lalu beranjak dari duduknya.
Diah memutuskan naik ke rooptof yang baru pertama kali ia pijak. Diah kagum ternyata di rooptof yang luasnya sama dengan luas bangunan sungguh memanjakan mata.
Lantai keramik putih memantulkan sinar matahari. Berbagai macam bonsai tertata mengelilingi pingiran pagar rooptof. Bonsai tampak berwarna hijau dan sebagian besar sudah berbunga.
Diah menatap gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh. Ia lantas duduk di sofa. Ternyata di rooptof pun ada kursi sofa.
Semilir angin sore semakin membuat Diah betah, bisa melupakan sedikit kekesalanya kepada Marsel.
Ingat Marsel, Diah menjadi berpikir, akan dibawa kemana rumah tangga nya kini? Diah merasa lelah, dan capek memikirkan perjalanan hidupnya.
U**jian berat, yang menghadang langkahku, hingga aku tak akan mampu lagi untuk meneruskan perjalanan ini. Semoga kelak di kemudian hari sang pangeran yang membawaku terbang, benar-benar nyata. Tidak hanya seperti kuda terbang di negeri dongeng. Namun, benar membawaku terbang sampai tujuan, dan berbahagia selamanya.
Diah merebahkan tubuhnya di sofa lalu benar-benar bermimpi ke negri dongeng.
*******
"Mama..." Lita bangun dari tidur keluar dari kamar mencari Diah.
Ceklak.
Anak berusia empat tahun itu membuka pintu kamar Marsel. Ia pikir Diah ada di sana. Ternyata, Marsel tidur sendiri.
"Aaahhh... Mama kemana sih" gumamnya. Kemudian ia menuruni tangga, menemui Mbak Marni yang sedang menyiram tanaman.
"Mbak Marni... Mama kemana?" Lita cemberut sambil menggaruk kepalanya. Tampak rambutnya acak-acakan kas bangun tidur.
"Mbak nggak tahu Non, bukanya di kamar?" Marni balik bertanya, meletakan selang lalu menghampiri Lita yang sudah mulai menangis.
"Nggak usah menangis, kita tanya Bibi yuk" Marni menuntun Lita menghampiri bibi yang sedang mencuci piring.
"Bi, lihat Non Diah, nggak?" tanya Marni.
"Nggak, satu jam yang lalu habis dari sini, tapi terùs kemana saya nggak tahu, saya pikir ke kamar" tutur bibi.
"Hua aaa... Mama kemana?" Lita lalu duduk di lantai dapur sambil menjerit-jerit. Ia menggerak-gerakan kedua kakinya, kas anak kecil.
"Non, jangan duduk di sini. Di sini kotor Non" Marni dan bibi membangunkan Lita.
"Biarin... Mbak pergi sana! cari Mama! hua aaa..." kedua tangan Lita menepis-nepis berulang kali tangan Marni yang sedang berjongkok di depannya.
Marni dan bibi berusaha menenangkan tetapi tangis Lita semakin kencang.
Tak tak tak.
"Ada apa ini, berisik sekali?!" Marsel menuruni tangga mendekati Lita matanya masih memerah kas bangun tidur.
"Non Lita mencari Non Diah, Tuan" tutur Marni.
"Memang kemana Diah?" Marsel baru ingat tadi mereka bertengkar.
"Saya tidak tahu Tuan, sudah pergi sejak satu jam yang lalu" kata Bibi yang masih membujuk Lita.
Deg
Marsel membuka handphone, klik aplikasi Wa, lalu mencari nama honey. Ia menggeser tombol beberapa deringan tidak diangkat-angkat.
Marsel mulai kesal.
Kemana sih Diah, baru ditinggal tidur sebentar sudah pergi.
"Mungkin Mama sedang belanja sayang... sekarang Lita sama Papa yuk" Marsel pun mengasunkan tangan berniat menggendong Lita yang sedang terisak-isak.
"Nggak mau! Papa jahat! tadi Papa marahin Mama kan?! hua aaa"
Deg.
Marsel terkejut, mungkinkah Calista mendengar keributan tadi siang?
"Nggak... Papa nggak marah sama Mama kok, siapa yang bilang?" Marsel berjongkok di depan putrinya.
"Bohong, tadi Papa marahin Mama" rupanya Lita tadi siang saat Marsel bertengkar mendengarkan dari balik pintu.
"Ya sudah... kita cari Mama, yuk" Marsel merapikan rambut anaknya yang menutup wajah.
"Kemana?" Lita mulai tenang.
"Kemana saja, sekarang... Lita mandi dulu sama Mbak Mar" titah Marsel.
Lita menganggukan kepala kemudian mandi ditemani Mbak Marni.
Sementara Marsel masuk ke dalam kamar. Membuka lemari memeriksa pakaian Diah. Ia pun sama seperti Lita kalang kabut sendiri.
Pakaiannya ada semua, terus kemana perginya? rupanya Diah, benar marah.
Marsel ambil jaket dari lemari lalu mengenakan. Ia Bergegas ambil kunci motor yang digantung. Kali ini ia ingin naik motor saja, agar lebih mudah dan leluasa untuk mencari istrinya.
"Ready"
Marsel menghampiri Lita kekamarnya yang sedang dibedaki oleh Marni.
Lita tidak menyahut, masih cemberut tapi menurut.
"Hai... jangan cemberut dong, katanya mau mencari Mama," Marsel menuntun putrinya keluar rumah.
"Papa jahat, Mama dibentak- bentak, nanti kalau Mama sampai pergi, Papa harus tanggungjawab" ancamnya seperti orang dewasa.
"Iya, Iya, sudah... naik" titahnya. Marsel menjalankan motornya, setelah Lita duduk di depanya. Motornya sudah disiapkan oleh mamang.
Ia menyusuri jalan, tidak tahu jika yang dicari sedang bermimpi jalan----jalan di jemput pangeran ke negeri dongeng.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Nindira
Udah marsel kamu minta maaf gih sama istrimu biar Lita gak sedih
2022-10-31
0
Yuyun Yuningsih
wah wah ada bau bau cinta lama nichh
2022-10-08
0
Maya●●●
semangat kak
2022-10-04
0