“Habis juga tuh,” ujar Milea yang jelas-jelas sudah berbohong demi kepentingannya sendiri. “Isi pulsa aja, Pak,” ujar Milea dengan tersenyum.
Milea tersenyum puas di saat targetnya menuliskan nomor ponselnya di atas kertas kosong yang senga dia
berikan.
“Ini, yang lima puluh ribu,” ujar Firdaus mendorong pelan buku panjang tersebut.
“Oke,” ujar Milea dan mulai mengisi pulsa untuk Firdaus.
Cling, sebuah pesan masuk pun membuat Milea sedikit merasa kesal. Di mana pesan tersebut bertuliskan jika saldo tidak cukup.
‘Sialan, bisa ketahuan nih kalau gue bohong,’ batin Milea dan melirik ke arah Firdaus.
“Kenapa? Ada masalah?” tanya Firdaus yang sudah tak tahan lagi merasakan udara panas yang menyengat.
“Emm, saldonya kosong,” cicit Milea. “Tapi tunggu sebentar, coba saya carikan voucher ya, mana tau ada keselip,” ujar Milea dan berpura-pura mencari voucher di dalam etalase.
“Naah, ketemu. Rezeki Bapak ini,” ujar Milea dengan tersenyum lebar dan memberikan voucher tersebut.
Firdaus menggerutu kesal di dalam hati. Dengan perasaan kesal dia mengambil voucher tersebut.
‘Untung gue nulis nomor yang bukan pribadi,’ batin Firdaus sambil tersenyum miring.
Firdaus mengernyitkan keningnya di saat dia kebingungan bagaimana cara mengisi voucher. Pria itu pun melirik ke arah Milea yang masih menatap dirinya sesekali.
‘Apa minta tolong aja ya?’ batin Firdaus sambil melirik ke arah Milea.
‘Ah, lagian mana mungkin dia bisa tau nomor ponsel pribadi gue yang ini,’ batin Firdaus dan berdehem pelan mengambil atensi Milea.
“Bisa tolong saya?” tanya Firdaus.
“Ya?”
“Tolong isikan voucher ini ke nomor handphone saya,” ujar Firdaus sambil memberikan ponsel mahalnya kepada Milea.
“Baiklah.”
Milea pun meraih ponsel tersebut dan mulai menggesekkan kartu untuk melihat kode vouchernya. Dengan tangan yang telaten, Milea menekan-nekan nomor tersebut, hingga tak berapa lama bunyilah sebuah notif pesan di ponsel milik Firdaus.
“Ini, Pak. Sudah terisi ya,” ujar Milea sambil mengembalikan ponsel keluaran terbaru dan mahal itu.
“Berapa?” tanya Firdaus.
“Lima puluh tiga ribu aja,” ujar Milea dengan tersenyum tipis.
Firdaus pun mengeluarkan uang sebesar lima lima ribu dan memberikannya kepada Milea.
“Ini,” ujar Firdaus dan berlalu.
“Eh, kembaliannya, Pak,” pekik Milea.
“Ambil saja,” ujar Firdaus dan berlalu menuju persimpangan lampu tiga.
Milea tersenyum miring dan menyimpan uang tersebut ke dalam laci.
“Untung tangan gue gercep dan bisa dapatin nomor pribadinya,” ujar Milea yang mana langsung menyimpan kedua nomor yang berbeda itu.
“Huuf, sory ya lama,” ujar Andin yang baru saja tiba ke kios.
“Gak masalah. Oh ya, tadi ada orang beli voucher lima puluh ribu. Dia kasih uang lima puluh lima ribu, itu duitnya aku masukin ke laci,” ujar Milea memberi tahu.
“Kenapa lo gak kembaliin kembaliannya?” ujar Andin.
“Gak mau dia. Lagian dua ribu doang. Udah lah, anggap aja rezeki anak soleh,” kekeh Milea.
“Eh, tapi ini beneran voucher kan? Bukan nomor ponsel?” ujar Andin menatap sepupunya itu dengan tajam.
“Beneran voucher. Gak percaya banget sih sama gue,” cibir Milea.
“Ya mau gimana lagi, habisnya lo suka banget jual nomor hape orang,” sindir Andin.
“Namanya juga usaha cari uang jajan.” ujar Milea dengan santai.
“Ya ampun, gaji lo udah gede juga masih cari uang jajan. Itu namanya bukan cari uang jajan, tapi emang udah penyakit lo dari sekolah buat jualin nomor hape ke teman-teman kita,” kekeh Andin.
“Gimana ya? Udah kebiasaan sih,” kekeh Milea. “Lagian lo tenang aja. Gue gak bakal jual yang wajahnya
jelek,” ujar Milea sambil mengedipkan matanya sebelah.
“Iya, gue percaya,” kekeh Andin dan mencari pembahasan lain untuk mereka obrolkan.
*
Firdaus menatap dari kejauhan, pihak dinas perhubungan yang sedang mengunci ban mobilnya yang terparkir sembarangan.
“Sial,” makinya dan berlari dengan kencang menuju mobilnya.
“Pak, tunggu, mobil saya jangan di gembok,” ujar Firdaus dengan panik.
“Maaf, mobil Bapak ini parkir smebarang, maka dari itu kami harus membawanya ke kantor,” ujar kepala dinas yang bertugas saat itu.
“Iya, Pak. tapi mobil saya ini kan mogok. Jadi wajar dong terparkir di pinggir jalan,” ujar Firdaus yang tak ingin di salahkan.
“Iya Pak, seharusnya Bapak tidak meninggalkan mobil ini di pinggir jalan terlalu lama dan lebih dari lima belas menit. Mobil ini harus kami bawa ke kantor dan Bapak bisa menyelesaikannya di kantor,” ujar pak kepala dinas perhubungan dan menyuruh bawahannya untuk menggeret mobil tersebut.
“Tunggu,” panggil Firdaus.
“Ya?”
“Saya ikut ke kantor dinas perhubungan,” ujar Firdaus dan di angguki oleh bapak dinas perhubungan yang bertugas saat itu.
Firdaus masuk ke dalam mobil sambil memainkan ponselnya menghubungi sang asisten pribadi.
“Lama banget di angkatnya,” gerutu Firdaus kesal dalam hati.
Firdaus menggerutu kesal. Sepertinya hari ini adalah hari tersialnya berada di tanah air. Bagaimana tidak, sudah sial dengan mobil yang mogok, di tambah lagi dia sudah dua kali jatuh karena terkejut saat mendengar suara klakson, lalu harus merasa kesal dengan gadis penjual pulsa. Sekarang, mobilnya harus di geret oleh dinas
perhubungan, lebih sialnya lagi, pria itu harus duduk di sebelah pria yang aroma tubuhnya sangat bau dan menyengat.
Firdaus pun menahan napasnya dan juga merasa mual dalam waktu yang bersamaan. Tak berapa lama mereka pun tiba di kantor dinas perhubungan, Firdaus bergegas turun dan memuntahkan semua isi perutnya.
“Anda gak papa, Pak?” ujar Bapak Dinas perhubungan.
“Ya, saya tidak apa-apa,” ujar Firdaus sambil menahan rasa mual yang ingin kembali keluar dari mulutnya.
Pihak dinak perhubungan pun memberikan sebotol air mineral untuk Firdaus dan menepuk-nepuk punggung
pria itu sebentar.
“Sudah enakan?” tanya Bapak yang bertugas di dinas perhubungan.
“Iya, Pak. Sudah,” ujar Firdaus dengan tersenyum kecil.
“Baiklah, kalau begitu Bapak bisa beristriahat di dalam saja,” ujar bapak dinas perhubungan tersebut yang langsung di angguki oleh Firdaus.
Firdaus pun mendudukkan tubuhnya di kursi kayu yang ada di luar kantor. Pria itu menarik napas dan menghirup aroma segar dari pepohonan dan juga rumput-rumputan.
“Segaar aromanya,” seru Firdaus dan kembali menghirup aroma dedauan tersebut.
Angin yang sejuk pun membawa Firdaus untuk berjalan menuju ke arah rerumputan.
“Pak, jangan ke sana, ada taik kucing, belum saya buang,” ujar pria cleaning servis yang bertugas pada kantor dinas perhubungan.
Namun terlambat, Firdaus sudah berada di atas rumput dan melangkahkan kakinya, hingga pria itu menginjak
sesuatu yang lembek dan langsung mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap.
“Sialan, benar-benar sial nasib gue hari ini,” gerutu Firdaus sambil membuka sepatunya dengan rasa jijik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ana
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-07-23
1
IG: @rossy_dildara
untungnya taik kucing Fir, bukan taik orang. 🤣🤣
2022-07-22
1