Lagu Yang Sama

Tin! Tin!

Suara klakson di tengah hari bolong, membuyarkan lamunan Lam. Lam beringsut dari duduk dan berjalan ke arah jendela. Sebuah van hitam berhenti di depan rumah Lam, tak lama kemudian seorang pria muda turun dari van tersebut, dan berjalan menuju rumah Lam.

Suara pintu diketuk beberapa kali, tetapi Lam masih bergeming.

"Bang!" teriak pria itu dari balik pintu.

Ketika Lam mengenali suara tersebut, barulah perlahan menghampiri dan membukakan pintu untuk pria muda itu.

"Lama kali kau buka pintu, Bang," cerocos si tamu.

"Apa yang membawamu kemari?" tanya Lam, tampaknya kedua pria itu cukup akrab.

"David menyuruhku nemenin Abang pergi ke C," jelas si pria dengan setelan hitam itu.

"Oh, Tunggu sebentar, aku sedang menyelesaikan cucianku," ujar Lam seraya menyodorkan satu kaleng minuman dingin kepada pria berwajah manis dengan rambut rapi dan kaca mata hitam melekat di wajahnya.

"Kamu mencuci?" cecar si pria.

"Iya!" jawab Lam singkat.

Pria itu beringsut dan mengambil alih pekerjaan Lam, "Biar aku yang kerjakan, Abang siapkan yang lainnya saja."

Tanpa basa-basi dengan raut wajah yang sama, Lam menyetujui hal tersebut. Lam kembali menuju kamar dan brangkas yang baru saja ditinggalkan beberapa saat lalu serta belum sempat dia buka.

Lam mengambil satu set senjata api dan beberapa ikat uang berwarna jingga dari brangkas tersebut. Kemudian dia menutupnya kembali. Lam meraih jas yang tergantung di kapstok kemudian mengenakannya. Setelah itu Lam menyetel senjata api itu kemudian menyimpannya di ikat pinggang bagian belakang, sementara beberapa ikat uang tersebut Lam masukan ke saku jasnya yang berada di bagian dalam.

Lam bergegas ke luar dan menghampiri pria yang lebih muda darinya, dia bernama Andra.

"Sudah siap, Bang?" tegur Andra seraya menggantung kemeja trakhirnya di ruang khusus.

"Kau sudah selesai? Mari berangkat!" ajak Lam.

"Sudah," sahut Andra seraya menghampiri Lam dan membenarkan lengan kemeja yang sempat dia gulung.

Keduanya pun bersiap untuk berangkat ke kota C, Andra menjadi asisten Lam kali ini. Memang dua orang tersebut, termasuk kepercayaan David. Belum pernah sekalipun keduanya mengecewakan ketua gangster itu.

"David akan mengirim bantuan, setelah kita bisa hunting di sana, Bang!" ujar Andra.

"Siapa?" selidik Lam.

"Tentu saja, orang kepercayaanmu, Bang, aku yang menyarankan dan David setuju," sahut Andra.

"Apa ini proyek besar?" Lam bertanya lagi seraya mengambil sepatu yang tertata rapi di rak dekat pintu.

"Sepertinya begitu, kau tahu sendiri, David enggak pernah menjelaskan barangnya secara detail," ujar Andra, lantas dia mengedarkan pandangan ke sudut-sudut rumah Lam, "Bang rumahmu rapi sekali, sama seperti Hana masih di sini," lanjutnya.

Lam mendelik, seolah tidak suka ada orang yang membahas Hana, Andra yang menyadari sebuah kesalahan terjadi menunduk dan meminta maaf pada Lam. Tidak ada kata pasti dari Lam, wajah dingin itu masih memancarkan sejuta sirat, bagai benteng berlapis baja tidak ada yang mampu menembus pertahanannya.

Setelah selesai mengenakan sepatu, Lam mengunci pintu masih dengan sandi yang sama, tidak berniat untuk mengubahnya sama sekali.

"Kamu benar-benar pria yang setia, Bang," decak Andra.

"Sepertinya kamu begitu mengagumiku," seloroh Lam.

Andra terkekeh, seraya berjalan menuju mobil dia terus saja menggoda Lam, meski Lam jarang menanggapi, tetapi Andra tidak menyerah melakukan hal tersebut. Sepertinya dia paham betul jauh di lubuk pria tangguh itu, terdapat jiwa yang kosong, hingga mampu melakukan apa pun tanpa perasaan, termasuk membunuh seseorang yang terlibat dengannya.

***

"Sayur, sayur!" Suara parau Imah menjajakan dagangannya dengan berkeliling gang di sekitar rumahnya.

Disahuti oleh suara nyaring gadis kecil berbaju pink yang tak bukan itu Eunsu.

"Sayuuur!" Suara khas mendayu-dayu yang Eunsu lontarkan bagai menghipnotis para ibu muda yang ada di perumahan itu.

Tak lama setelah Eunsu berteriak, dagangan mereka dikerubungi, dan laris terjual. Beruntung, meski para tetangga tidak terlalu membutuhkan, mereka akan tetap membeli kerena rasa empati pada keduanya. Eunsu, dengan senyum manis yang terukir dari pipi gembilnya itu mampu membuat orang yang tidak berniat membeli akan mau membeli sayur itu.

"Alhamdulillah," decak Imah setelah melihat keranjang yang tersisa satu ikat kangkung saja.

"Laris ya, Nek!" ujar Eunsu.

"Iya, berkatmu, Nak!" puji Imah yang begitu menyayangi sang cucu, terlepas dari apa yang dilakukan kedua orang tuanya, itu tidak berhak dilampiaskan pada Eunsu.

Keduanya bergegas untuk pulang karena dirasa hari sudah mulai mendung dan hujan akan segera turun, Eunsu pun berlari riang sambil sesekali memutar badan dan menoleh ke arah sang nenek yang tergopoh mengejarnya dengan tawa lebar, seraya meneriakkan tanda untuk berhati-hati pada gadis kecil itu.

Eunsu bernyanyi, sebuah lagu seraya terus berlari-lari kecil di gang menuju rumahnya. Angin yang akan membawa hujan berembus kasar menerpa wajah mungil itu, tetapi sama sekali tidak mengganggu keriangannya.

"Walau raga kita terpisah jauh. Namun hati kita selalu dekat, aishiteru, Ibu," Eunsu bersenandung lirih.

Imah yang mendengar itu sedikit terenyuh. Bebannya terangkat dan terhempas jauh, melihat kebahagiaan yang dipancarkan oleh binar mata Eunsu. Rintik hujan mulai turun, ketika Imah dan Eunsu tiba di halaman rumah mereka yang ditanami banyak sayuran.

"Nenek lari cepat!" teriak Eunsu sembari melambai tangan dan melompat kecil.

"Kau ini, nenek itu sudah tua, tidak sanggup berlari lagi," ujar Imah masih kepayahan menuju teras.

Eunsu terkekeh melihat Imah yang berpacu dengan turunnya air hujan.

***

"Walau raga kita terpisah jauh. Namun hati kita selalu dekat, bila kau rindu pejamkan matamu, dan rasakan aku ...."

Terdengar merdu lantunan lagu yang dibawakan oleh salah satu band yang sempat jaya di masanya. Dalam balutan langit sendu kelabu, dengan mega yang menggelayut, terpenuhi air langit sore itu.

Angin sepoi-sepoi menerobos celah jendela yang sengaja tidak ditutup rapat untuk membuang sisa sesapan asap nikotin yang diisap kedua pria dalam van hitam itu.

"Bisa kamu ganti lagunya?" pinta Lam masih dengan wajah datar.

"Kenapa? Bang Lam tidak suka?" tanya Andra seraya menekan tombol dengan tanda segitiga sama sisi di dasboard van itu.

"Hanya ingin yang lain," ucap Lam singkat.

Lagi, ingatannya menerawang ke masa lalu. Suasananya memang cukup romantis untuk mengenang kisah indah yang pernah terjadi.

***

"Kau bisa menolongku, bukan?" lirih Lam, yang masih terkapar di depan pintu kamar kos Hana.

"Dasar pria gila menyusahkan!" hardik Hana setelah beberapa kali menengok kanan dan kiri, "kamu yakin tidak ada yang mengikutimu?" lanjut Hana.

Lam hanya mengangguk, lantas Hana mencoba memapah Lam dan membawanya masuk ke dalam kamar. Keputusan Hana cukup berani, dia tidak mempedulikan siapa Lam, dan apa konsekuensi setelah itu.

"Kamu tunggu sebentar, aku membersihkan yang di luar dulu," ucap Hana seraya tergesa menuju luar kamar dan membersihkan terasnya dari jejak Lam.

Setelah dirasa cukup aman, Hana bergegas kembali menuju kamar. Sebelum menutup pintu, kembali dia menengok kiri dan kanan memeriksa keadaan. Lantas, dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat, lalu mengecek kunci jendela dan menutup gorden dengan benar. Hana mengembuskan napas kasar beberapa kali mencoba menstabilkan ritme jantungnya yang sedari tadi meronta seolah akan keluar dari dalam rongga rusuknya.

Sesaat kemudian, Hana menoleh ke arah Lam, terlihat wajah lebam itu semakin pucat sekarang dan membuatnya tidak tega membiarkannya. Hana beringsut mengambil kotak P3K yang ada di dalam lemari, perlahan dia menghampiri Lam yang terkapar di atas kasur tanpa ranjang itu.

Cepat-cepat Hana memeriksa luka tusukan di bagian perut Lam, sontak Hana terkejut karena lukanya cukup dalam.

"Kamu harus ke rumah sakit, ini bisa inpeksi!" ujar Hana.

"Tolong aku, aku tidak bisa ke sana, mereka menemukanku jika aku ke sana!" tolak Lam.

"Kau tidak akan membunuhku jika ada apa-apa denganmu, bukan?" tanya Hana memastikan.

"Aku tidak membunuh orang," ujar Lam, dengan diselingi erangan.

Setelah perdebatan tersebut, Hana terpaksa membantu Lam dengan peralatan yang dia miliki dan berbekal ilmu penanganan pertama pada luka yang didapatnya ketika mengikuti sebuah ekstrakulikuler PMR sewaktu SMA.

Setelah selesai, Lam diberikan obat penahan rasa sakit dan anti peradangan yang kebetulan dimiliki Hana, beberapa hari lalu Hana sempat kecelakaan kerja dan beruntung masih memilikinya. Hana yang kelelahan pun mencoba menenangkan diri dengan memakai handset kembali, dia duduk di sebelah kasur dan bersandar pada dinding. Kemudian memasangkan sebelah handsetnya pada telinga Lam. Dengan lagu yang sama. Keduanya tertidur lelap.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!