"Kota C, kenapa harus ke sana?" Lam bermonolog.
Lam melanjutkan berpakaian, kemeja hitam berpadu dengan celana hitam serta sepatu senada, semakin menyempurnakan penampilan Lam. Siapa pun yang melihatnya akan terpana. Meski seorang gangster, dia tidak meninggalkan kebiasaannya yang rapi dan bersih, sebetulnya bukan kebiasaan diri Lam, kebiasaan menjadi rapi dan bersih itu terbentuk karena Hana--wanita yang sulit dia lupakan.
Setelah selesai mengenakan sepatu kulit yang mengkilat, Lam menghampiri sebuah lukisan abstrak yang tertempel di dinding dan sengaja dipasang terbalik, kemudian secara perlahan dia menurunkan lukisan itu, terdapat brangkas di balik lukisan yang tertempel di dinding tersebut.
Perlahan Lam memasukkan kode enam digit, kode yang cukup berkesan untuknya, kode yang dipilih bukan hari ulang tahun atau hari pernikahan dengan Hana, melainkan hari di mana Hana menyelamatkan Lam saat nyawanya di ambang kematian.
Saat memutar kode dan memunculkan angka-angka istimewa itu seketika ingatan Lam melayang jauh ke masa di mana Hana menyelamatkannya sekaligus hari pertama keduanya bertemu.
11 November 2011
Malam-malam di kawasan industri textile, cukup ramai ketika para buruh berseragam biru muda keluar-masuk dari pabrik tersebut untuk pergantian shift, buruh yang didominasi oleh perempuan-perempuan muda menjadikan ajang para pemuda sekitar mencuci mata.
Hana kebetulan bekerja di salah satu pabrik di wilayah itu, dia bekerja di departemen spining 16 sebagai salah satu buruh kontrak. Saat itu departemen tempatnya bekerja cukup sibuk karena ada komplain dari atasan, sehingga jam pulang Hana menjadi sedikit terlambat.
Padahal seharusnya pukul 22.00 sudah mengisi absen dan pulang, tetapi hari ini sudah terlambat lima belas menit dan mandor masih menyuruhnya mengerjakan bagian yang dikomplain tersebut. Meski kesal Hana harus menuruti, mau bagaimana lagi, Hana hanya seorang pekerja.
Keterlambatan tersebut membuat Hana ditinggalkan oleh teman indekosnya, mau tidak mau Hana pulang sendirian, memberanikan diri berjalan kaki menyusuri gang-gang dengan cahaya redup di sekitar.
Gadis tinggi semampai dengan rambut hitam lurus mengenakan jaket hijau army dan sepatu putih itu, menatap lurus ke depan tanpa berani menoleh ke arah mana pun. Dia sangat takut, tetapi tidak ditunjukannya. Dia hanya berusaha untuk sampai di kosan dengan cepat, tetapi entah kenapa jalan semakin terasa panjang untuk dijangkau.
Di tengah ketakutannya, tiba-tiba dari sela bangunan terbengkalai nan gelap yang berada tepat di hadapan Hana, muncul seorang pria dengan wajah babak belur dan berlumuran darah, pria itu terkapar tepat saat Hana akan melangkah, hampir saja terinjak, karena pandangan Hana yang fokus ke depan saja.
Sontak Hana berteriak, dia kaget tiada kira kemudian membanting badan ke arah belakang. Pria yang tak lain dan tak bukan adalah Lam, menempelkan jari telunjuk di bibirnya.
"Sstt ...," desisnya.
"Tolong ...."
Hana tafakur beberapa saat seolah tidak percaya bahwa yang di hadapannya itu adalah manusia, Hana gemetaran, penasaran dan takut bercampur menjadi satu.
"Tolong aku, Nona, seseorang mengejarku," lirih Lam kemudian.
Hana terkesiap, kemudian celingukan karena mendengar beberapa orang berteriak, sepertinya merekalah yang sedang mengejar Lam.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya.
"Apa aku harus menolongnya? Bagaimana kalau dia penjahat, bagaimana kalau dia perampok?" Hana masih kebingungan.
"Tolong, kumohon," pinta Lam sekali lagi yang membuat Hana terusik dan tidak tega melihatnya.
Lantas Hana pun membawa Lam, untuk bersembunyi di tempat pembuangan sampah, yang ada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Kemudian gegas Hana mencari pasir untuk mengubur darah Lam yang berceceran. Hana juga memberikan jaket hijau army yang dikenakannya untuk menyumpal luka Lam agar tidak terus mengeluarkan darah.
Hana menghela napas dan berusaha untuk tetap tenang, di memasang handset si kedua telinga, dan berjalan kembali di gang itu. Ternyata orang yang mengejar Lam sudah ada di sana dan sedang memeriksa jejak darah Lam yang tercecer dan berakhir di sana.
Jantung Hana berdegub kencang, keringat dingin mulai membasahi pelipis dan telapak tangan. Lantas Hana yang hobi menonton drama Korea itu mengingat pesan detektif favoritnya agar tidak ketahuan berbohong dia tidak boleh terlihat kaku.
Benar saja, baru saja Hana mengambil langkah kembali, dia dihampiri pria-pria besar tersebut.
"Hei, kamu yang di sana! Apa kamu melihat seseorang yang terluka di dekat sini?" tanya pria tersebut.
"Entahlah, aku baru sampai sini dan tidak bertemu siapa pun di jalan yang sudah aku lalui," Hana berusaha tenang dan menjawabnya.
Pria-pria itu pun tidak bertanya lebih lanjut, akting Hana berhasil.
"Bolehkah saya lewat?" tanya Hana yang merasa jalannya terhalangi.
Tanpa menjawab pria-pria tersebut memberi Hana jalan, dan beralih ke tepi gang dan terus mencari jejak.
Hana pun melewati pria tinggi besar itu, mereka berjumlah empat orang. Namun, belum juga Hana berhasil melewati mereka, salah satu dari pria tersebut mencoba lagi bertanya pada Hana, seolah menyimpan rasa curiga.
"Nona, di mana jaketmu? Bukankah kau akan terkena flu," tanyanya sepertinya memang mencurigai Hana.
Sontak pertanyaan itu membuat Hana ketakutan, lantas menghentikan langkah.
Hana menoleh kemudian melepas handset yang sedang dipakainya.
"Jaket? Aku tidak memakai jaket, karena aku bekerja shift siang, Bang, kebetulan tadi cuaca panas jadi aku meninggalkannya di rumah," sanggah Hana.
Pria itu menatap lekat ke arah Hana, tanpa berbicara apa pun lagi, sepertinya sengaja ingin membuat Hana ketakutan. Namun, dengan sekuat tenaga Hana menahan rasa takut tersebut.
"Pergilah!" tukas pria itu setelah puas menatapi Hana.
Tanpa basa-basi Hana pun pergi dengan keadaan yang cukup membuatnya seolah akan mati lemas.
"Syukurlah, semoga kamu baik-baik saja, Bang," batin Hana.
Akhirnya Hana telah sampai di kamar Kos yang tidak cukup jauh dari tempat kejadian tadi. Dilihatnya di bawah sinar lampu teras kamar petak ukuran tiga kali empat meter itu, ada tetesan darah Lam di sepatunya. Hana panik dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci tetesan darah itu, kemudian merendam sepatu itu. Dia takut orang-orang tersebut mengikutinya.
Namun, setelah satu jam Hana meringkuk di atas kasur, karena ketakutan tidak ada tanda-tanda orang mengikuti, lantas dia masih kepikiran tentang Lam dan jaketnya. Jika Lam mati di sana otomatis Hana akan menjadi tersangka utama. Pemikiran itu membuat Han jadi tidak karuan dan semakin tidak tenang.
"Apa yang harus ku lakukan?" ujarnya seraya menggaruk kepala yang tidak gatal.
Sejurus kemudian, terdengar pintu kamarnya diketuk, tanpa ucapan salam, membuat Hana yang sedang berpikir keras seketika merasa kaget dan ketakutan.
Perlahan Hana menghampiri pintu dan mengintip dari balik jendela, tetapi tak didapatinya siapa pun sebab di luar tidak terlalu terang. Pintu terus saja diketuk dengan jeda yang semakin meningkat.
Dengan segenap keberanian yang tersisa akhirnya Hana membuka pintu tersebut dan mendapati Lam terkapar di depan pintunya. Lagi-lagi Hana kaget setengah mati. Seribu pertanyaan berkecamuk dalam batin, gadis bermata belok itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments