Bab 2 Sadar
"Tidak boleh Princess. hey....Aru bangun, ARUNA...." Zilan terus mengguncang tubuh Aruna namun Aruna tidak membuka mata lagi.
"Ze cepat Aru menutup matanya" teriak Zilan panik yang terus mengguncang tubuh Aruna.
5 menit kemudian mereka akhirnya sampai di rumah sakit dengan segera Zelan keluar lalu membukakan pintu untuk Zilan yang menggendong tubuh Lemah Aruna.
"Dokter"
"Dokter"
"Dokter"
Teriak Zelan dan Zilan bergantian hingga terlihat beberapa orang berlari ke arah mereka lengkap dengan brankar.
"Letakkan disini Tuan" kata seorang Dokter yang langsung di turuti Zilan tanpa banyak protes.
"Cepat dorong dan bawah ke ICU segera" perintah Dokter itu.
Zilan dan Zelan segera membantu mendorong brankar Aruna sisi kiri kanan dengan tangan Aru masing-masing mereka genggam.
"Maaf Tuan silahkan tunggu di luar" kata Dokter itu.
"Tapi"
"Kamu akan berusaha sebisa kami Tuan." ucap Dokter itu lalu menutup pintu meninggalkan Zelan dan Zilan yang diam mematung di depan ruangan ICU.
"Ze bagaimana jika Aruna kenapa-napa, bagaimana jika dia pergi meninggalkan kita" kata Zilan yang frutasi.
"Aruna akan baik-baik saja kesayangan ku adalah gadis yang kuat dia tidak akan tumbang hanya karna peluru dan racun murahan itu" kata Zelan padahal jauh di lubuk hatinya begitu takut akan kondisi Aruna.
Mereka berdua berjalan mondar mandir seperti setrika di depan ruangan ICU. perasaan mereka berdua begitu gundah adik mereka memang sering terluka tapi tak pernah sekalipun ia tumbang seperti ini bahkan pernah suatu hari Aruna masuk hutan dan di patuk ular kobra tapi ia bisa menahannya bahkan tidak tumbang sekalipun walaupun dia harus demam setelahnya.
"Semoga kamu baik-baik saja Aru" batin Zilan menatap Aruna di dalam sana lewat kaca.
"Kakak yakin kamu akan bangun sayang. kesayangan kakak adalah gadis kuat racun seperti itu adalah mainan untuk princessnya De Bora. sekarang buktikan jika kamu benar-benar kuat kesayangan ku" kata Zelan dalam hati seakan mengirimkan telepati kepada Aruna di dalam sana.
Drett
Drett
Drett
Ponsel di saku Zilan bergetar membuat Zilan tersadar dari lamunannya dengan linglung Zilan mengambil ponselnya lalu melihat nama di ponselnya kedua matanya langsung melotot hampir keluar dari tempatnya.
"Ze...lan" Zilan dengan gugup memanggil saudara kembarnya itu.
"Ada apa" tanya datar Zelan tanpa menoleh atau melihat Zilan yang kini sudah pucat pasi.
"Ayahanda telfon" ucap Zilan pelan namun di dengar oleh Zelan.
"APA....." teriak Zelan menatap Zilan yang di balas Zilan menunjukan nama yang tertera di layar ponselnya.
Zelan langsung menelan ludah saat melihat tulisan Ayahanda tertera besar di layar ponsel Zilan sang adik.
"Angkat sana" kata Zelan menyuruh Zilan untuk mengangkat panggilan Ayahanda mereka.
"Kamu saja gimana Ze?" tawar Zilan dengan wajah pucat pasi miliknya.
"Yang di telfon siapa?" tanya Zelan.
"Aku" jawab Zilan menunjuk diri sendiri.
"Ya sudah angkatlah" perintah Zelan lagi.
"Tapi aku nggak berani Ze kamu saja, Ayahanda tidak akan berani menghukummu" kata Zilan memelas kepada Zelan sang kakak
"Mana bisa seperti itu. Angkat" kata Zelan menekan akhir kalimatnya.
Mendengar nada suara Zelan yang sudah datar dan dingin dengan ragu Zilan mengangkat panggilan dari Ayahanda itu.
"Salam Ayahanda" ucap Zilan berusaha tenang.
"ZILANDA DE BORA APA KAMU SUDAH BOSAN HIDUP HINGGA MENGANGKAT TELFON BEGITU LAMA HA...." teriak pria di sebrang sana.
Tuli? berdenyut? Jelas! bukan hanya Zilan tapi Zelan yang sedang menguping itupun seketika telinganya berdenyut sakit dan tak mendengar apapun di sekitarnya.
"KENAPA DIAM ZILANDA" teriak Pria itu untuk kedua kalinya yang membuat Zelan dan Zilan pulih dari kebodohan mereka.
"Maaf Ayahanda" kata Zilan dengan tegas.
Terdengar helaan napas di sebrang sana yang menanda artikan sedang mengatur atau mungkin menahan kekesalan.
"Bagaimana kabar adikmu Aruna" tanya Pria itu.
Deg
Zelan dan Zilan langsung menegang saat mendengar pernyataan dari Ayahanda mereka yang merupakan pria yang sangat over protective dan over posesif terhadap Aruna.
"Princess baik-baik saja Ayahanda" jawab Zilan.
"Kalian sudah menemukan keberadaannya?" tanya pria itu terdengar dari suaranya sepertinya pria itu sangat senang.
"Sudah Ayahanda" jawab Zilan.
"Tapi dia sekarang hanya bisa terbaring lemah tak berdaya" lanjut Zilan dalam hati menatap sendu pintu ruangan ICU.
"Baiklah setelah itu bawah Princess untuk kembali ke istana. princess tidak aman Jiak berada di luar terus musuh masih terus memantau" kata pria itu tegas.
"Tapi princess masih ingin jalan-jalan Ayahanda" kata Zilan cepat.
Tidak mungkin mereka pulang dalam keadaan Princess kesayangan mereka yang sedang seperti ini. bisa-bisa mereka semua di hukum gantung.
Pria di sebrang sana lagi-lagi hanya bisa menghela napas lalu menghembuskan ya perlahan-lahan.
"Baiklah. temani princess bermain selama 1 Minggu itu setelah itu bawah Princess pulang walau harus memaksanya sekalipun" perintah Ayahanda tegas.
"Baik ayahanda" jawab Zilan tak kalah tegas.
"Baiklah Ayahanda tutup dulu telfonnya"
"Salam Ayahanda"
Tut
Tut
Tut
"Ku harap Princess baik-baik saja Ayahanda hanya memberikan waktu 1 Minggu" ucap Zilan pelan sedangkan Zelan hanya bisa mendesah kasar.
Ceklek
"Keluarga pasien" kata Dokter.
"Kamu kakaknya Dok. bagaimana keadaan adik kami" tanya Zilan.
"Keadaan pasien baik-baik saja, Peluru dan racun berhasil kami keluarkan"
"Apa kami boleh masuk menemuinya"
"Tunggu di pindahkan di ruang rawat dulu Tuan"
"Pindahkan di kelas VVIP" kata Zelan tiba-tiba menyahut.
"Baik Tuan. selain itu pasien akan sadar mungkin besok pagi karna kami sengaja menyuntikkan obat bius dosis tinggi karna Pasian mengalami kelelahan dan butuh istirahat"
"Terimah kasih Dok" kata Zelan dan Zilan bersamaan.
"Sama-sama Tuan"
Tidak lama setelah itu keluarlah Aruna yang di dorong untuk menuju ruang rawat inap yang langsung di ikuti oleh Zilan dan Zelan di belakang Aruna.
********
Terlihat mata Aruna mulai bergerak-gerak lalu membuka pelan dan menatap sekitarnya lalu langsung menutup hidungnya dengan tangannya.
"Rumah sakit? kenapa aku harus di bawah tempat menyebalkan ini" gerutu Aruna mengedarkan pandangannya mencari sosok yang pasti membawanya kesini hingga tatapannya berhenti di sofa dimana kedua sosok yang begitu menjaga, melindungi, merawat, dan memanjakannya tertidur pulas disana dengan posisi yang tidak nyaman.
"Pasti badan Kak Zilan dan Kak Zelan sakit tidur dalam posisi seperti itu" guman Aruna.
"Princess! kamu sudah bangun" pekik Zilan yang langsung meloncat dari sofa lalu mendekati adik kesayangannya itu.
"Mana yang sakit? katakan pada Kakak?" tanya Zilan yang hanya di balas anggukan oleh Aruna.
"Kak kenapa Aru harus di bawah ke tempat menyebalkan ini sih" tanya Aruna dengan kesal.
"Karna keadaan kamu waktu itu kritis Princess" sahut Zelan tiba-tiba berjalan mendekati Aruna lalu mengelus rambut Surai pirang Aruna.
"Cih Aru yakin nggak akan tumbang dengan racun murahan itu" kata Aruna sombong.
Zilan dan Zelan hanya menggelengkan kepala mendengar kesombongan adik mereka yang sayangnya itu adalah kenyataan. baik Zilan maupun Zelan merasa heran kepada Aruna yang seperti kebal racun namun tidak tahan dengan hawa dingin.
"Sekarang cepat sesaikan semuanya. aku tidak mau tau hari ini aku harus pulang bisa sekarat benaran aku kalau lama-lama di tempat menyebalkan ini" gerutu Aruna menatap ngeri setiap sudut ruangan itu.
Aruna memang sangat membenci rumah sakit bahkan jika pun sakit ia benar-benar sudah sekarat baru bisa di bawah ke rumah sakit itupun di saat sadar maka dia akan meminta pulang. Alisya membenci Rumah sakit dengan alasan yang simpel yaitu bau obat-obatan yang membuat kepalanya pusing dan membuatnya mual.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
epifania rendo
bagus bangat ceritanya
2022-08-25
0