Apakah harus ke Jogja?

Dipenghujung tahun ini sebuah berita sedih datang dari Jogja, bude jatuh sakit keras dan meminta aku untuk keJogja karena tanah keluarga yang berada didaerah Sanden akan diwariskan, berhubung aku satu satunya keturunan keluarga yang tertua maka tanah akan jatuh keaku. Suatu berita menyedihkan tapi sekaligus mengkagetkan, karena selama ini bude sehat sehat saja.

"Sayang..baca deh pesan bude ini" kataku dengan perasaan sedih kusodorkan teleponku memperlihatkan pesan whatsapp.

"Ya Allah kasian amat bude..jadi gimana sayang?"

"Aku akan keJogja siang ini ya..kamu disini saja sama anak anak, ga apa ya?"

"Iya ga apa apa..kamu pesen tiket aja sekarang"

Aku menyempatkan bilang ke pak Gung penjaga rumah akan rencanaku ke Jogja, sekalian minta dianterin kebandara siang ini.

"Sama ibu dan anak anak atau sendiri pak?"

"Sendiri aja pak Gung, oke saya mau cari tiket dulu. mungkin penerbangan jam 2 siang aja kalo ada, jadi dari sini jam 11"

Ahirnya setelah mendapatkan tiket pesawat, kami berangkat keDenpasar disupiri pak Agung.

○○○○

Pesawatku mendarat tepat waktunya dan jam 4 sore aku sudah dibandara udara Kulon Progo Jogja dijemput oleh pak Hamid supir bude.

"Kasian bude..sakitnya sudah lama pak Hamid?" tanyaku didalam mobil menuju keSanden.

"Sudah pak..sebetulnya sudah minggu lalu ibu mau kontak pak Randi tapi katanya tidak apa apa nanti sembuh sendiri..ternyata sakitnya tambah parah..sekarang kita langsung menuju kerumah sakit saja ya pak"

"Loh? bude sekarang ini dirumah sakit? aku pikir dirumah" aku terkejut mendengar kata pak Hamid bahwa bude ada dirumah sakit.

"Lho pak Randi ga tau ya? sudah 3 hari ini ibuk dirawat dirumah sakit Budi Rahayu" kata pak Hamid agak bingung.

Perasaanku mendadak jadi tidak enak, padahal pesan di telepon tadi pagi bude tidak bilang apa apa mengenai rumah sakit, hanya bilang cepat ke jogja aku sakit. Kenapa sekarang pak Hamid bilang sudah di rawat 3 hari ?

Setelah perjalanan setengah jam dari bandara Kulon Progo kendaraan sudah memasuki area parkir rumah sakit Budi Rahayu.

"Pak Randi, kita langsung saja keruang UGD karena menurut keterangan pihak rumah sakit bude sudah dimasukan ke UGD"

"Ya Allah..semoga tidak terlambat"..ayo cepat kesana" aku mempercepat langkah kakiku, pak Hamid tergopoh gopoh mengejarku dibelakang.

○○○○

Ternyata bude kondisinya sudah sangat lemah, namun yang paling menyedihkan tidak satupun sanak saudara yang datang menemani bude.

Aku masih ingat waktu terjadi pertengkaran besar antara keluarga pade dan bude. Ketika pade wafat , semuanya berkeinginan untuk merebut tanah warisan diSanden.

Padahal waktu itu tanah makam pade juga belum begitu kering, mereka keluarga pade sudah meributkan tanah warisan ayahnya pade.

Bude pernah bilang ke aku, bahwa simbah Yoto. Ayahnya pade dulu pernah bilang bahwa tanah diSanden adalah milik Randi Antakusuma, apabila nanti pade dan bude meninggal maka tanah itu akan diwariskan ke aku dan bukan kepada siapa siapa.

Mereka memang sangat kejam, buktinya bude sekarang dirawat dan keliatannya sangat payah tapi satupun dari mereka tidak ada disisi bude.

"Pa Hamid, apakah sudah beritahu ke bude Sri, pade Hari dan lainnya?"

"Sudah pak Randi..bahkan ada saudara pade yang di Klaten sudah saya kirimkan kabar. Tapi hanya dibaca dan tidak dibalas"

"Hmm..gitu ya, ya sudah..pak Hamid tetap disini bersama saya ya, kalau ada apa apa jadi gampang"

"Njjih..saya disini ko pak Randi, kasian ibuk"

Aku menarik sebuah kursi dan duduk didekatnya, kuelus tangan kanannya. Bude adalah sosok pengganti ibuku, ia adik ibuku. Ia seorang wanita berdarah bangsawan dari kerajaan Mataram.

Meskipun ia berdarah bangsawan tapi hampir seluruh hidupnya ia tidak pernah memakai gelar keratonnya. Aku pernah dikasih tau ibu bahwa ibu dan bude mempunyai gelar Bendara Raden Ajeng. Namun karena pernah ada perselisihan dengan pihak keraton mereka tidak pernah lagi mau memakai gelar gelar itu.

Nama bude sendiri biasa dipanggil dengan nama bude Dyah.

○○○○

"Gus..sudah sampe?" terdengar suara sangat pelan keluar dari mulut bude Dyah.

Aku langsung mendekat dan mencium pipinya, kulihat setetes air mata turun dari matanya.

"Bude..sehat nggeh, Randi disini"

"Mana Dayu?" tanya bude lemas.

"Ada diBali bude, lha aku ga tau kalo bude di UGD"

Ia menyunggingkan senyuman tipis dibibirnya.

"Gus..kayanya ga lama lagi aku..aku pulang, minta pa Hamid ambilkan koper dikamarku"

Aku gemeteran mendengar ucapan bude, tangannya terus aku elus dan juga air matanya kuhapus pelan pelan.

"Dikoper ada surat wasiat mbah Yoto dan surat tanah..bawa ke notaris..Gus, mana pak Hamid?"

"Ini bude disampingku"

"Hamid.."

"Njjih buk..saya disini"

"Kamu serahkan tas kulitku keRandi dan bawa kenotaris kekantor bu Supriyadi di Sleman, kamu tau tempatnya"

"Njjih buk nanti saya ambilkan"

"Gus..cucuku si Amira tadi kesini"

"Hah?! Mira sekarang diBali bude" aku bingung, apakah bude sudah mulai mengigau?

"Ndak..dulu aku pernah bilang Amira ini bayi spesial dan ternyata benar..tadi pagi subuh Amira sudah kesini bersama pade, Amira bilang kalo bude sudah siap berangkat maka pade akan tunggu diujung jalan..hehe anakmu itu spesial heeh" Bude berhenti dan menarik napas satu satu.

"Dah bude istirahat dulu, masalah itu nanti saja dibicarakan"

"Tidak Gus..ini harus diselesaikan sebelum aku pulang..sebaiknya kalian pindah kejogja saja, tanah itu setelah diganti namamu digarap dibangun rumah, karena disitulah Dayu dan Mira akan tinggal beserta Adina pastinya"

"Pak Hamid..kamu saksi ya, tanah aku wariskan ke Randi..didalam tas ada surat wasiatku juga"

"Njjih ibuk"

"Gus..telepon Mira sekarang bude mau bicara" ucap bude lirih.

"Nggeh buk sebentar"

Aku langsung mengeluarkan telepon dan mengontak Dayu di Bali.

"Hi sayang, Mira ada disitu?"

"Hi sayang sudah sampai ya? Oh Mira ada nih disampingku..kenapa sayang?"

"Bude mau bicara..tolong kasihkan telepon ke Mira sekarang sayang"

"Halo ayah! mana mbah Uti?!" Tiba tiba suara Mira diujung sana, suara yang khas.

Aku tekan tombol speaker agar memudahkan bude bicara.

"Mira sayang uti" ucap bude

"Uti! ini Mira!"

"Mira..mbah Uti sudah siap pulang nak"

"Oke..Uti! Mira sayang Uti!"

"Iya nak..Utipun sayang sama Mira, kamu jagain Dina terus ya, Uti pesen itu aja..jangan lupa"

"Oya..Mira akan jagain Dina!"

Bude tersenyum memandangku dan menganggukan kepalanya, aku menarik telepon dan berbicara kepada Mira.

"Sayang..ayah mau bicara sama mama boleh?"

"Oke..ini mah, ayah mau ngomong"

"Sayang, minta pa Gung belikan tiket pesawat, kalian semua kesini besok, pake pesawat yang paling awal ya..jangan ada yang ikut, kalian bertiga saja"

"Baik sayang, aku mau bicara sama bude bisa?"

Telepon aku dekatkan lagi dan speaker aku On kan.

"Bude ini Dayu" terdengar suara Dayu pelan.

"Hehe..anak manis, kamu rawat 2 anakmu ya..khususnya Mira dia anak spesial"

"Ya Allah bude ko ngomongnya gitu..cepet sembuh ya bude, Dayu doakan dari sini"

"Makasih anak manis"

Telepon aku tarik lagi.

"Sayang, biar bude istirahat ya..kamu pesan tiket aja secepatnya"

"Baik sayang"

Jangan bosen ya..ikutin terus kisah Amira ini..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!