Malam Pertunangan

CEKREK! CEKREK! CEKREK!

Lampu blitz kamera paparazzi semua mengarah ke arah sepasang calon pengantin yang sedang berdiri dengan anggun.

Lidya berusaha keras memasang wajah ramah dan bahagia. Bapak dan Nyonya Harmoko terlihat lebih berbahagia dari biasanya. Bahkan mereka berdua terlihat lebih bahagia daripada Lidya. Mereka sudah merasa sedikit lebih lega karena acara pertunangan malam ini berhasil dilaksanakan tanpa kendala.

Lidya merasa jantungnya sedikit berdebar ketika Rio memasangkan cincin berlian di jari manisnya. Ia bisa merasakan kehangatan jemari Rio ketika jemari itu menyentuh tangannya.

"Ya Tuhan... Aku telah menjadi tunangan pria ini!" Pekik Lidya di dalam hati.

Suara tepuk tangan terdengar memenuhi ruangan. MC mengucapkan kata-kata dengan diksi yang indah. Akan tetapi Lidya tidak bisa fokus mendengarkan kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh MC tersebut. Ia terlalu sibuk dengan fikirannya sendiri.

Dalam hatinya, Rio yakin sekali perempuan yang ada di hadapannya ini pastilah takjub dengan cincin berlian yang ada di jari manisnya itu.

"Kau pasti senang sekali mendapatkan cincin berlian itu. Tapi jangan mimpi kau bisa mendapatkan lebih..." Rio berujar dalam hati.

Rio terlihat mulai merasa bosan dengan acara pertunangannya. Lidya memperhatikan ekspresi Rio sejak prosesi pemasangan cincin pertunangan tadi. Wajah laki-laki itu terlihat kaku. Sama sekali tidak ada ekspresi bahagia di sana.

"Apakah dia juga merasa terpaksa dengan acara ini?" Diam-diam Lidya mulai berprasangka.

"Selamat, Pak Ario. Semoga acara pernikahan anda nanti berjalan lancar." Ucap seorang laki-laki paruh baya yang tiba-tiba sudah berdiri dan tersenyum lebar di depan kami.

"Terima kasih." Sahut Rio datar.

Lidya berusaha tersenyum ramah ketika laki-laki paruh baya beserta istrinya itu menyalami dirinya.

"Wahh... Pak Ario, selamat ya atas pertunangan anda! Saya fikir anda sangat beruntung. Calon istri anda cantik sekali." Puji seorang tamu pria lainnya.

Rio mengangguk dengan gayanya yang angkuh dan tidak sedikitpun berusaha tersenyum pada Lidya. Lidya setengah mati menahan diri agar tidak mendengus di depan sejumlah tamu hadirin yang sedang menikmati suasana acara pesta pertunangan dirinya dan Rio.

Lidya sejak tadi terus saja berdiri di samping Rio, namun Rio tidak terlihat bersikap manis dengan dirinya. Alih-alih tersenyum, Rio malah kerap kali menatap Lidya dengan tatapan sinis dan menghina.

"Huhhh... Laki-laki ini sepertinya memang ga ada akhlak." Batin Lidya kesal.

"Rio... Senyum dong! Wajahmu ketat begitu. Ini kan bukan suasana meeting di kantor pusat. Hahaha..." Canda seorang pria muda menggunakan setelan jas berwarna abu-abu tua.

Lidya menebak sepertinya pria muda itu adalah teman dekat Rio. Jika bukan teman dekatnya Rio, tidak mungkin pria muda itu berani bercanda seperti itu. Kalau dilihat-lihat, Rio bukan tipikal cowok yang asyik diajak bercanda atau bersenda gurau.

"Dia sih lebih cocok jadi pelatih kopasus..." Batin Lidya lagi.

Suara MC kembali terdengar di tengah hiruk pikuknya suara para tamu undangan sekaligus backsound musik yang mengalun merdu.

"Baik, bapak ibu hadirin tamu undangan yang terhormat. Untuk sementara mari kita persilahkan pihak keluarga untuk melakukan sesi pemotretan foto keluarga. Waktu dan tempat kami persilahkan." Ucap MC melalui alat pengeras suara.

Team fotografer dengan sigap mengatur posisi. Setelah semua oke, mereka menjalankan tugas mereka dengan profesional. Team dokumentasi terus saja merekam adegan demi adegan yang terjadi selama acara pertunangan itu berlangsung.

Setelah sesi pemotretan selesai, Lidya mulai lelah. Ternyata berpura-pura bahagia adalah hal yang cukup melelahkan.

"Lidyaaaa... Aaaaaa... Surprise bener yahhh!!" Seorang gadis menggunakan gaun berwarna pink muda menghampiri Lidya.

"Ummm... Eva, makasih udah hadir!" Ucap Lidya sok kalem.

Sekelompok gadis langsung mengerubungi dirinya dan Rio. Mereka adalah teman-teman kuliah Lidya. Rio menatap para gadis itu dengan tatapan tidak suka.

"Beghhh... Ini pasti teman-temannya. Anak-anak norak dan kampungan!" Umpat Rio dalam hati.

"Errrr... Say, kita boleh selfie dong ya!" Ujar Eva sambil mengarahkan kamera smartphone-nya untuk mengambil pose terbaik mereka.

Rio berdiri menjauh dari mereka dan mengambil segelas minuman bersoda. Wajahnya yang angkuh membuat teman-teman Lidya tidak berani protes.

Setelah puas melakukan selfie dengan berbagai gaya, sekelompok gadis itu akhirnya kembali ke posisi awal mereka. Sekilas Lidya sempat melihat Eva melirik ke arah Rio yang saat itu sedang duduk dan menikmati minumannya.

Rio terlihat keren namun menyeramkan. Auranya benar-benar tidak bersahabat. Lidya yakin, dalam waktu singkat Rio akan menjadi trending topic di antara teman-temannya di kampus.

Lidya merasa sangat lega ketika MC mengumumkan bahwa mereka telah tiba di penghujung acara. Ia menghela nafas lega. Rio melirik sinis ke arahnya. Lidya berusaha tenang dan tersenyum. Namun Rio buru-buru membuang muka.

"Huhhh... Dasar laki-laki angkuh!" Lidya merutuk dalam hati.

"Menjijikkan sekali melihatnya tersenyum. Jangan mimpi kau bisa mendapatkan kemewahan dariku!" Umpat Rio.

Setelah semua tamu undangan pulang, Rio dan keluarganya mulai bersiap-siap untuk meninggalkan rumah Lidya.

"Lidya... Mama bahagia sekali melihat kamu bersanding dengan Ario. Kalian benar-benar pasangan yang serasi." Puji Nyonya Baskoro.

"Terima kasih, Nyonya..." Ucap Lidya lembut.

"Hei... No no no! Mulai sekarang panggil saya mama ya. Bukan nyonya." Ujar Nyonya Baskoro meralat ucapan Lidya.

Rio merasa perutnya mual dan ingin muntah mendengar kata-kata mamanya. Tapi apa daya, dia tidak ingin membuat masalah di sini. Di rumah teman mamanya.

"Winda, kurasa sebaiknya kita mempercepat pesta pernikahan mereka." Nyonya Baskoro berkata pada maminya Lidya.

"Huhuhu... Tentu saja, aku setuju sekali. Lebih cepat, lebih baik! Bukan begitu, pi?" Tanya Nyonya Harmoko pada suaminya.

Pak Harmoko, papinya Lidya, mengangguk penuh wibawa. Nyonya Baskoro ikut mengangguk dan tertawa lebar.

"Ada yang sudah tidak sabar ingin menimang cucu." Pungkas Pak Harmoko.

Lidya merasa ubun-ubunnya panas mendengarkan kata-kata orang tua mereka.

Rio bahkan merasa mual lagi. Dia sudah betul-betul jengah dengan pembicaraan tak berguna antara mamanya dan keluarga konglomerat yang terancam bangkrut itu.

"Ma... Kita sudah bisa pulang, bukan? Ini sudah larut malam." Suara Rio yang berat mampu menghentikan obrolan unfaedah orang tuanya.

Nyonya Harmoko melirik Rio dengan tatapan tidak senang. Namun wanita itu dengan cepat dapat mengendalikan dirinya.

"Rio besok pagi harus berangkat ke Singapura. Sepertinya kami memang harus segera pamit." Ucap Nyonya Baskoro.

"Tentu saja. Rio harus cukup istirahat." Sahut Nyonya Harmoko sok perhatian.

Lidya memilih berdiam diri. Toh dia hanya sebuah wayang saat ini, yang bersedia menurut saja pada dalangnya. Tidak ada kata-kata yang ingin disampaikan oleh Lidya. Tidak sepatah kata pun.

Lidya hanya berusaha menyembunyikan kekesalan dari wajahnya. Kesal melihat sikap Rio pada dirinya. Sepanjang acara pertunangan mereka, Rio bersikap cuek dan tidak bersahabat sama sekali. Lidya mulai termakan rumor yang beredar tentang Rio. Dia mulai tidak suka dengan pria berwajah arogan itu.

Rio meninggalkan rumah Lidya dengan gayanya yang angkuh. Tidak ada kata perpisahan atau kata pamitan sebagaimana selayaknya antara dua orang yang baru saja melangsungkan acara pertunangan. Yang ada hanyalah tatapan sinis dan sorot mata menghina. Lidya bisa merasakan itu.

***

Terpopuler

Comments

Anni Kusumadewi

Anni Kusumadewi

ada ya laki2 model kyk gitu...

2023-10-15

1

santhi ona

santhi ona

halo thorr, semangat terusss up nya🤗

2022-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!