...Happy Reading...
...***...
Saat ini Ziya sudah berada di sebuah restoran bintang lima. Usai menelfon Pramono, gadis cantik itu langsung menuju lokasi di mana mereka bertemu.
Duduk berdua bersama Pramono di meja yang ada di sudut ruangan yang dihiasi dengan desain klasik, Ziya menyeruput jus yang ada di hadapannya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Seumur hidup, ia tidak pernah memiliki niat jahat untuk merusak rumah tangga seseorang. Namun, karena keadaan panti yang sulit, membuat ia terpaksa menerima tawaran tersebut.
“Nona Ziya, silahkan baca baik-baik isi dari dokumen ini. Jika ada yang kurang paham, silahkan Anda bertanya!" Seorang laki-laki tinggi dan berpakaian rapi menyodorkan sebuah berkas ke hadapan Ziya. Ziya melihat sebuah berkas berwarna coklat di depannya. Dengan perlahan tangannya bergerak membuka berkas tersebut.
“Ini bukan pekerjaan yang sulit bukan?” tanya Pramono usai menyeruput kopi hitam yang masih mengepulkan asap di udara.
“Kapan saya mulai bekerja?” tanya Ziya menatap laki-laki keriput di depannya. Bukannya menjawab, wanita berkulit putih itu langsung menanyakan ketersediaannya bekerja.
Bagi Ziya, dirinya tidak punya kesempatan lagi untuk berpikir, yang ada hanyalah sebuah keputusan. Saat ini yang terpenting baginya adalah keselamatan panti asuhan dan adik-adiknya di sana. Ia tidak bisa membayangkan jika panti asuhan tersebut diambil alih oleh orang lain dan digusur begitu saja. Terlalu banyak kenangan di panti yang membuat Ziya berat hati untuk melepaskan panti. Karena dari sanalah ia mendapatkan keluarga dan kasih sayang yang tidak ia dapatkan dari orang tua kandungnya.
“Ini adalah kartu nama agency Star Production. Datang saja besok pagi. Pak Lukman sudah menunggumu,” kata Pramono seraya menyodorkan kartu nama berwarna silver. Lukman Sujarwo–pemilik agency Star Productions.
“Baik. Saya mengerti, Tuan!”
...***...
Keesokan harinya, Ziya berangkat lebih awal menuju kantor agency. Sepanjang perjalanan ia terus meyakinkan diri, kalau keputusan yang ia ambil sudah tepat. Buktinya semalam, sebuah notifikasi dari bank masuk di ponselnya. Uang senilai 100 juta rupiah masuk di rekeningnya. Pramono benar-benar menepati janjinya. Sisanya akan Pram lunasi jika Ziya sudah berhasil melakukan tugasnya.
Ziya turun dari bus tepat di depan kantor agensi yang ia tuju. Bersama karyawan lainnya, ia menyebrangi zebra cross saat lampu rambu lalu lintas berubah menjadi merah. “Gedungnya tinggi banget. Pasti di dalamnya artis-artis terkenal,” gumam Ziya memperhatikan gedung agensi nomor satu tempat rumah produksi para artis ibu kota.
Gadis cantik itu pun mengayunkan kedua tumitnya menapaki lantai Star Production. Sampai di dalam, Ziya menuju meja resepsionis yang ada di lantai dasar. “Permisi, Nona. Saya ingin bertemu dengan Pak Lukman.”
Wanita yang berada di balik meja kerjanya itu sejenak memperhatikan penampilan Ziya dari atas sampai bawah. Satu kata yang terbungkam di dalam bibirnya, ‘cantik’. Untung saja, Ziya sudah mempersiapkan penampilannya untuk tidak terlihat norak atau pun kampungan, karena kemarin Pramono sempat menyampaikan agar Ziya datang dengan penampilan terbaik.
“Apa anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya wanita bergincu merah senada dengan warna baju yang dipakainya.
“Iya.”
“Baiklah, silahkan Nona duduk di sana dulu! Saya akan menghubungi beliau. Kalau boleh tahu Anda atas nama siapa?” tanya resepsionis ber-name tag Lia itu.
“Khaira Ziya Zulima. Bilang saja, utusan Pak Pram sudah datang.” Ziya pun menuju kursi yang sebelumnya ditunjukkan kepada dirinya.
Sembari menunggu informasi dari resepsionis, Ziya memandangi orang yang berlalu lalang di sana. Beberapa artis terkenal keluar masuk ke dalam kantor bersama dengan manajer mereka. Sampai ia juga melihat artis yang akhir-akhir ini tengah naik daun dan banyak dibicarakan oleh netizen. Siapa lagi kalau bukan Delfin Mahareksa.
Penampilan Delfin saat ini membuat kaum wanita kagum. Delfin yang berjalan seorang diri ke dalam kantor terlihat sedang resah. Bisa dilihat dari gerakan tangannya yang terus menekan panggilan pada ponselnya. Entah apa yang membuat raut wajahnya berubah. Namun, langsung berubah saat ada rekan sesama artis atau karyawan yang sedang menyapanya. Laki-laki tampan itu menarik sudut bibirnya menampakkan gigi putih berjejer rapi. Bahkan, Ziya yang duduk di kursi tunggu tidak berkedip menatap Delfin yang baru saja berlalu di hadapannya. Apakah ia sanggup menjadi manajer pendamping artis tersebut, bisiknya dalam hati.
Lamunannya buyar saat Lia memanggil namanya. “Nona Ziya, Anda sudah ditunggu Pak Lukman di ruangannya. Silakan naik ke lantai sepuluh! Beliau sudah menunggu di atas," ujar resepsionis dengan kostum merah dari atas sampai bawah. Ternyata tak hanya gincu dan pakaian ketat yang mencetak bentuk tubuhnya yang berwarna merah. Sendal yang dipakai Lia pun berwarna merah terang dengan hels 20cm. Ziya meringis setelah memindai penampilan perempuan itu. “Apakah bekerja di dunia hiburan harus berpenampilan seperti itu?" bisik Ziya dalam batinnya.
“Terima kasih, Mbak," pamit Ziya. Gadis itu masuk menuju benda persegi yang akan mengantarkannya naik ke ruangan Lukman Sujarwo. Sebelumnya, ia sudah menekan angka sepuluh. Setelah pintu lift terbuka, ia segera keluar menuju ke ruangan Pak Lukman.
Seorang wanita berambut brown panjang yang di curly di balik meja sekretaris berdiri menyambut Ziya.
“Dengan Nona Ziya?”
“Iya. Benar, Mbak,” sahut Ziya.
“Silakan! Pak Lukman sudah menunggu Anda di dalam,” ujar Sekretaris seraya mengantar Ziya masuk ke dalam.
Sekretaris berambut panjang mengetuk daun pintu coklat berbahan kayu jati kualitas tinggi. Setelah mendapat sahutan dari dalam mereka berdua pun masuk.
“Pak, Nona Ziya sudah datang,” ucap Sekretaris. Diikuti Ziya yang berdiri di samping sekretaris.
Lukman yang tengah fokus di depan laptop bermerk buah yang digigit pun langsung mengangkat kepalanya. “Nona Ziya, silahkan duduk!" Lalu beralih pada sekretarisnya, "Sara, tolong buatkan teh untuk tiga orang!” perintah Lukman.
“Baik, Pak.”
Setelah Sara keluar, Lukman langsung menjelaskan detail pekerjaan Ziya sebagai manajer Delfin yang baru. Tidak lama kemudian, pintu kembali terbuka menampilkan sosok artis yang sangat viral akhir-akhir ini.
“Delfin. Ayo, silakan duduk!” ajak Lukman.
Laki-laki berkulit putih dengan kaos putih dipadukan jaket kulit hitam dan jeans senada itu pun mendaratkan tubuhnya di sofa berhadapan dengan Ziya. Sara pun masuk membawa tiga buah cangkir teh. “Silakan diminum!” ucapnya kemudian berlalu.
“Aku tahu apa yang kamu rasakan, Delfin. Sakti, manajermu itu sedang menyelesaikan masalahnya di kampung bersama orang tuanya. Saat ini kita tidak bisa memaksanya. Dia juga butuh privasi dan itu haknya.”
“Dan kamu tahu, ‘kan, besok lusa konser di Senayan akan berlangsung. Kamu tahu apa akibatnya kalau kamu membatalkannya, hanya gara-gara Sakti yang bukan menjadi manajermu?” Lukman menatap anak di bawah naungannya itu dengan datar.
Delfin mendengus sebal. Selama ini ia bekerja keras menaikkan popularitasnya tidak lepas dari tangan Sakti. Dan sekarang saat dibutuhkan, manajer yang mengetahui segala kemauannya itu mendadak mengundurkan diri, dan membuatnya pusing.
Tidak mungkin ia membatalkan atau mengundur jadwalnya demi Sakti. Bisa-bisa fansnya nanti mengamuk dan bubar. Ia tidak bisa membayangkan cibiran dari berbagai netizen yang akan menyerang sosial medianya. Bisa-bisa popularitas yang ia bangun dengan kerja kerasnya malah berujung sia-sia.
“Jadi, apa solusi yang Anda berikan?” tanya Delfin menatap Lukman sang produser sekaligus pemilik dari Star Production tempat manajemennya bernaung.
Laki-laki berbalut jas hitam yang duduk di sofa single dengan kaki menyilang pun kembali buka suara. “Saya punya rekomendasi manajer pengganti Sakti.” Lukman menoleh ke Ziya. “Perempuan yang ada di hadapanmu ini siap menjadi manajermu menggantikan Sakti. Ia akan mengatur semua jadwal manggung, pemotretan, iklan, dan lainnya. Kamu tidak usah ragu dengan kemampuannya. Ia sama dengan Sakti. Mampu menghandle semua aktivitasmu dan kamu tidak usah pusing lagi. Cukup kamu fokus pada konser yang akan diselenggarakan besok lusa. Kamu paham, kan?”
“Baiklah. Kalau memang ia rekomendasi dari Pak Bos. Aku cukup tenang. Kalau gitu aku mau ke Senayan untuk re-hersal panggung buat besok!” Delfin berdiri usai menghabiskan tehnya. Lukman memberi kode kepada Ziya untuk mengikuti Delfin ke mana pun pergi. Ziya pun lekas mengejar Delfin yang baru saja menghilang dari balik pintu.
...***...
...To be Continued...
...Yuk, dukung karya terbaru Eskaer. Klik tombol favorit biar kalian nggak ketinggalan updatenya, ya ❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
HeniNurr (IG_heninurr88)
Jaga mata ziya😆
2022-08-29
0
𝕸𝖆𝖘𝖎𝖙𝖆𝖍 𝕬𝖟𝖟𝖆𝖍𝖗𝖆
ingat dia kamu yang harus menggoda ya bukan kamu yang malah terpana 😂
2022-08-29
2
filaricsa
rekayasa keren bikin Ziya dpt kerjaan
2022-08-07
0