...Happy Reading...
...***...
Bias cahaya mentari memantulkan butiran kristal yang menempel di dedaunan pagi itu. Seorang perempuan baru turun dari mobil mewahnya tak kalah bersinar bak seorang ratu. Penampilannya yang feminin, cantik, dan menawan dengan balutan midi dress berwarna hitam mengkilat, seolah menggambarkan siluet tubuhnya yang sexy. Serta tambahan tebaran kristal yang gemerlap memenuhi dress yang ia kenakan, dan tas branded ternama yang menggantung di lengannya, menonjolkan gayanya yang selalu terlihat glamour dan elegan.
Falencia Lubis Pramono–cucu satu-satunya Agung Lubis Pramono, berkunjung ke rumah kakeknya atas permintaan dari kakeknya tersebut. Pramono yang sering dipanggil dengan kakek Pram itu menggunakan alasan kesehatannya yang tidak baik, agar cucu kesayangannya itu mau menjenguknya dengan segera.
Falencia berjalan bak seorang model di atas catwalk. Berirama dan lentur dalam setiap langkahnya. Memasuki rumah mewah yang dihiasi pilar-pilar besar yang berjajar menopang bangunan mewah yang lebih pantas di sebut sebuah istana.
"Kakek." Sapaan dari Cia (nama panggilan Falencia) membuat Pram menolehkan kepalanya.
"Kakek sakit apa?" tanya Cia setelah berhasil mendekati kakeknya yang tengah sarapan di meja makan besar itu. Cia menyalami tangan sebelum mendaratkan satu kecupan sayang di pipi keriputnya Pram. Raut wajahnya terlihat khawatir dengan kondisi kakeknya yang katanya sedang tidak enak badan.
"Kakek nggak apa-apa, Cia. Biasalah kalau sudah tua, pasti ada aja yang dirasa," jawab Pram sambil mengulas senyuman.
"Udah sarapan?" tanyanya lagi.
Cia mengangguk, "Udah, Kek," jawabnya. Lalu menarik kursi kosong di sebelah sang kakek untuk ia duduki.
"Kamu apa kabar, Sayang? Sudah lama nggak pernah jengukin kakekmu ini. Mentang-mentang sudah punya suami, jadi lupa sama kakeknya." Pram memberenggut, pura-pura kecewa dengan sikap cucunya yang berubah setelah menikahi seorang Delfin Mahareksa, penyanyi pendatang baru yang baru merintis karier di dunia keartisan.
"Kakek, kok, ngomongnya gitu? Cia agak sibuk, Kek. Mas Delfin sekarang lagi sibuk-sibuknya konser dan tampil di sana sini. Cia sebagai istrinya kadang menemani, tapi kadang juga nggak ikut karena harus mengurus butik yang Kakek berikan buat Cia."
Mendengar nama Delfin disebut, Pram mengepal tangannya dengan kuat. Luapan emosinya terhadap lelaki itu sudah membuncah sampai ke ubun-ubun. Dari awal ia memang tidak menyukai lelaki yang menurutnya tidak punya masa depan itu untuk menikahi cucunya tercinta. Namun, cinta Cia terlalu besar kepada Delfin, hingga membuat Pram terpaksa mengalah dan akhirnya menyetujui pernikahan mereka.
Dan sekarang, ternyata kesempatan yang diberikan oleh Pram disia-siakan oleh Delfin. Lelaki itu malah tertangkap basah oleh penglihatan Pram tengah menggendong seorang perempuan di sebuah hotel berbintang. Di situlah Pram seolah mempunyai alasan yang kuat untuk memisahkan Cia dan Delfin. Maka dari itu dia menyuruh anak buahnya untuk mencari perempuan yang bisa dijadikan sebagai umpan yang digunakan Pram untuk membuat pernikahan cucunya hancur berantakan. Dan perempuan yang terpilih itu adalah Ziya.
"Oh, iya, Cia. Bagaimana dengan pekerjaan suamimu? Apa dia masih sering berangkat konser sendiri tanpa kamu?" tanya Pram membuka obrolan yang memicu tujuannya membongkar aib Delfin.
Cia mengangguk yakin. "Iya, Kek. Baru-baru ini Mas Delfin memang sering pergi konser tanpa aku. Soalnya butik lagi rame dan butuh aku buat nge-handle. Tapi Kakek tenang aja, Mas Delfin pergi bareng-bareng sama kru di agencinya, kok," terang Cia.
Pram tersenyum miris mendengar penuturan cucunya yang terkesan sangat percaya pada suaminya. "Kamu nggak takut kalau semisalnya suami kamu ada main sama perempuan lain? Mungkin aja, kan, dia bilangnya ada konser padahal dia ada skandal terselubung di belakang kamu."
Kening Cia berkerut mendengar tuduhan sang kakek. "Maksud Kakek apa?"
"Ya, dunia artis, kan, memang seperti itu. Kakek sering lihat acara gosip di televisi. Isinya kebanyakan tentang skandal artis. Apalagi pendatang baru kayak suami kamu. Pasti ada aja, tuh, skandal yang dibikin buat mendobrak popularitas mereka." Pram berkata santai sambil melanjutkan melahap sarapannya yang sempat tertunda karena kedatangan Cia.
Bukannya marah, Cia justru tertawa mendengar perkataan kakeknya. "Apanya yang lucu? Kakek sedang membahas keburukan suami kamu." Pram bertanya heran, tangannya sibuk menyimpan sendoknya dengan posisi terbalik di atas piring yang masih menyisakan sedikit makanan. Lantas menenggak air guna melancarkan tenggorokannya yang hampir saja tersedak karena melihat kelakuan cucunya tersebut. Jujur, dia kesal. Cucunya itu terlampau percaya kepada suaminya.
"Kakek nggak usah komporin aku sama Mas Delfin. Aku percaya sama dia. Dia nggak akan mengkhianati aku." Cia sengaja berkata seperti itu kepada kakeknya, untuk meyakinkan jika cinta Cia dan suaminya begitu besar dan selalu dilandasi oleh rasa percaya. Dengan begitu, sang kakek bisa merestui hubungan mereka.
Namun, Pram tidak bisa menerima itu. Dalam otaknya masih sangat jelas bayangan Delfin yang menggendong perempuan lain. "Gimana kalau kakek bilang, kakek pernah melihat suami kamu masuk hotel dengan perempuan lain"
Cia terdiam sejenak, tetapi Cia tetap berpikir jika Pram mencoba untuk menunjukkan keburukan Delfin. Akhirnya Cia memilih untuk tidak percaya kepada kakeknya. Bagaimanapun juga, dari awal Pram tidak setuju dengan pernikahannya dengan Delfin. Sudah pasti kakeknya itu akan terus berusaha untuk memisahkan mereka berdua.
"Udahlah, Kek. Kalau Kakek menyuruhku ke sini cuma mau mengatakan ini. Aku lebih baik pulang saja." Cia beranjak berdiri, lalu meraih tangan Pram untuk ia kecup punggung tangannya sebelum dirinya pergi dari sana.
"Tapi, Cia. Kakek bisa buktikan kalau suamimu itu adalah lelaki tidak benar. Dia berselingkuh di belakang kamu, Nak." Pram berkata sedikit berteriak, karena Cia terus berjalan menjauhinya.
"Aku nggak denger Kakek ngomong apa," seru Cia sedikit berteriak juga. Lalu pergi dari sana pura-pura menulikan telinganya.
Pram geram dengan sikap Cia. Ia menggebrak meja makan sekuat tengah, hingga terdengar bunyi, 'Brak!' dan bunyi benturan piring yang sedikit memantul di atas meja tersebut. Lantas ia mengambil ponselnya yang tergeletak di meja yang sama. Mencari fitur panggilan hendak menelepon seseorang.
"Halo, Burhan. Aku perintahkan kamu untuk menghubungi gadis itu lagi. Pastikan dia menerima tawaran dariku. Aku tidak mau tahu bagaimana caranya. Pokoknya dia harus mau menggoda suaminya Cia, dan membuat Cia bercerai dengan suaminya."
Setelah mendengar kalimat jawaban dari orang di seberang teleponnya, Pram mengakhiri panggilan tersebut, lalu melemparkan ponsel itu untuk meluapkan rasa kesalnya.
...***...
Di sisi lain, di waktu yang sama, di panti asuhan kediaman Ziya berada. Erna tiba-tiba mendapatkan panggilan telepon dari pihak pemilik lahan panti asuhan, dan kebetulan Ziya sedang berada si samping ibu pantinya tersebut. Wajah muram dan sendu seolah melukiskan kabar buruk dari panggilan telepon ibu angkatnya.
"Kenapa, Bu? Telepon dari siapa tadi?" tanya Ziya merasa khawatir setelah panggilan itu berakhir.
Erna menarik napas panjang sebelum mengembuskannya perlahan. Seolah menampung kekuatan untuk menghadapi masalahnya yang semakin melebar. "Itu ... dari pihak pemilik lahan panti, Zi. Mereka ... mau uang muka pembayaran tanah ini dibayar tiga hari lagi. Kalau nggak, kita harus keluar dari sini hari itu juga," terang Erna sedikit ragu. Sebenarnya ia tidak mau membenani Ziya dengan masalah itu, tetapi ia tidak punya pilihan lain selain memberitahu anak angkatnya yang ingin membantu.
"Berapa yang mereka minta?" tanya Ziya.
"Lima puluh juta."
Ziya tercenung, pikirannya jauh menerawang ke mana dia harus mencari uang. Lima puluh juta bukan uang yang sedikit. Dari mana ia bisa mendapatkan uang itu dalam waktu tiga hari saja? Hingga ingatannya kembali pada kejadian beberapa hari yang lalu, saat dirinya bertemu dengan Pramono. Kakek tua yang menawarinya pekerjaan menjadi seorang penggoda suami orang. Ziya jadi berpikir, apakah Pram akan mau memberinya uang muka untuk pekerjaan tersebut sebesar 50 juta, jika Ziya bersedia? Kalau begitu, berarti Ziya harus menghubungi Pram sekarang juga.
...***...
...To be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
𝕸𝖆𝖘𝖎𝖙𝖆𝖍 𝕬𝖟𝖟𝖆𝖍𝖗𝖆
Kakek pram egois juga nich, demi cucunya dia harus mengorbankan orang lain...
2022-08-29
2
filaricsa
aduu zi, galau ya aku juga tapi usul.aku mending ngak usa, tapi susah juga cari uang segitu 🙈
2022-08-07
0
Ruang Rindu
upppppp
2022-08-06
0