Aku meminta izin untuk pulang lebih cepat.Sofia ikut izin untuk menemaniku. Dia adalah sahabatku dari kecil,kami di sekolah yang sama ketika tk.Walaupun dia adalah orang yang kaya,tapi dia tak pernah pilih pilih dalam berteman,itu yang sangat aku sukai darinya. Dia juga yang sebenarnya menolong aku untuk bisa bersekolah di sini,ayahnya adalah salah satu saudara dari pendiri sekolah ini,jadi ayahnya yang mengajukan aku untuk bisa mendapatkan bantuan.
Langkahku gontai,seperti tak berarah,serasa berjalan tapi tak menapak di bumi. Aku berjalan keluar gerbang sambil berurai air mata,seorang kakek penjual siomay mendekatiku.
"yang sabar ya Neng!,Allah lebih sayang ayah Neng,kakek ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya,mudah-mudahan diterima ibadahnya dan diberikan tempat terbaik di sisi-Nya",sambil memegang pundakku,
"Aamiin,terimakasih Aki Somad,terimakasih banyak untuk do'anya".Aku kembali berurai air mata.
Kakek penjual siomay yang baik hati,Aki Somad selalu memberikan seporsi siomay jika aku istirahat.Dia tak pernah mau jika ku bayar,untuk kebaikannya aku selalu membantunya mencuci piring yang kotor,membereskan dagangannya saat mau pulang,apapun yang bisa ku lakukan.
Sofia mengantarkanku dengan mobil ayahnya,sengaja ia memanggil supirnya,agar aku tidak perlu berjalan kaki untuk pulang. Di mobil Sofia menenangkanku,dia menepuk-nepuk pundakku sambil memegang tanganku,aku hanya bisa menangis dan tak bisa berkata apapun. Terbayang kenangan kami ketika bersama. Dahulu ayahku adalah seorang pengusaha sukses,akupun sempat merasakan kehidupan yang lebih dari cukup,kami selalu berjalan-jalan ke luar negri untuk liburan setiap hari minggu,membeli berbagai macam mainan yang mahal,tinggal di rumah mewah yang layak dan nyaman.Tapi semenjak temannya berkhianat,ayahku pun jatuh bangkrut. Ayahku sempat mencoba bangkit dan kembali merintis usaha,tetapi rupanya ayahku terus jatuh dan akhirnya memulung menjadi pilihan untuk bertahan hidup.
Sesampainya di rumah,terdengar riuh tangisan ibuku dan adik adikku,Bibi Ela juga orang orang kampung pun penuh memadati rumah. Dengan setengah berlari aku masuk ke rumah dan melewati kerumunan orang,sampailah aku di dekat jenazah. badanku tak sanggup menahan pedihnya hati ini,akupun terjatuh. Seketika air mataku kembali berjatuhan deras tak tertahan,ku panggil ayahku dalam tangisan,ku buka kain penutup berwarna putih di hadapanku,ku usap air mataku agar tak menetesi jenazah,ku cium jenazah ayahku,ku gumamkan ucapan dalam hati
"Selamat tinggal ,ayah!aku akan menjadi saksi bahwa ayah adalah ayah terbaik yang layak untuk masuk syurga,semoga engkau diberikan tempat terbaik di sisi-Nya,sampai saatnya nanti kitapun akan bertemu di akherat,semoga bisa berkumpul di syurga-Nya Allah,ku ikhlaskan kepergian ayahku untuk kembali menghadap-Mu Ya Rabbi".
Hari itupun penuh dengan air mata duka,tangisan yang mengalun,mengalir dan bermuara menjadi bentuk keikhlasan.Apalah diri ini,hanya makhluk Allah yang pasti akan mati dan kematian itu tak tahu kapan akan menghampiri dan kini giliran ayahkulah yang dahulu menghadap-Nya.
Ku buka mataku yang bengkak. Rupanya tak terasa semalaman aku menangis dan tertidur karena kelelahan. Ketika ingat akan ayah,aku mulai meneteskan air mata,begitu cepat hari kemarin berlalu seperti mimpi.Aku meminta izin tiga hari untuk tidak bersekolah agar dapat membantu ibu mengurus berbagai hal sepeninggal ayah. Setelah shalat subuh,ku lihat di dapur hanya ada nasi dan telur,akupun mempunyai ide untuk memasak nasi goreng. Setelah memasak di dapur ku lihat ibu baru selesai shalat dan mengaji,adik adikupun satu persatu pergi ke kamar mandi dan melaksanakan shalat.
Adikku yang bungsu namanya Rina,dia baru kelas IV SD,kakaknya laki-laki,Ridho kelas 1 SMP. Lalu Erna kelas 3 SMP,Edo kelas 1 SMA dan terakhir aku,Isna kelas 3 SMA. Aku tahu betapa tangguhnya ayah dan ibu sampai aku dan adik-adikku bisa bersekolah,mereka berusaha agar kami tidak putus sekolah,sampai sampai kamipun menjadi keluarga pemulung. Kami selalu saling membantu ketika di rumah ataupun ketika memilah sampah-sampah yang kami bawa dari memulung. Kebanyakan dari kami mendapatkan bantuan untuk bersekolah. Tapi sebenarnya itupun belum cukup,ayah dan ibu harus berhutang untuk membelikanku dan adik-adikku baju dan berbagai keperluan sekolah. Jika ingat akan itu,aku selalu ingin menangis.
"Assalamu'alaikum!!",Bibi Ela membuka pintu,
"Wa'alaikum salam!!Bi,ayo masuk,kita makan,Isna sudah masak nasi goreng",aku sembari membuka pintu
"Pagi-pagi udah masak nasi goreng?",Bibi Ela bertanya,
"Iya,ibu dan adik-adik belum makan dari kemarin".
Ku ambil piring dan nasi yang tadi ku goreng dan ku bagi sesuai porsi masing-masing.
Tiba-tiba terdengar suara orang-orang mengetuk pintu dengan keras sambil berteriak,
""Buka pintunya!!!".
Kami semua kaget,
"Iya,ada apa ya?",ibuku keluar kamar sambil bertanya,
"Buka pintunya!!!!,kalau tidak kami dobrak pintu ini!!!",orang-orang itu dengan nada mengancam,aku segera membuka pintu,
"Iya,Pak,ada apa?",aku bertanya ketakutan
"Bayar hutang mu!!!kalian berhutang banyak pada klien kami",salah seorang dari mereka menceritakan tujuannya,
"Hutang apa Pak?berapa?".Aku jadi semakin penasaran dan keheranan.
"Hutang uanglah,bawa ke sini 50 juta,saya tidak mau tahu,pokoknya kalian harus bayar hutang,kalau tidak nyawa kalian taruhannya",ancaman orang itu semakin menambah ketakutan.
Edo maju dan tidak terima ancaman orang-orang itu.
"Hutang apa Pak?",kami tak pernah berhutang".
"Ha...ha...ha...tanya saja sama ibumu!!!",orang itu sambil menunjuk ibuku.
Pandangan kami semua tertuju pada ibu,ibuku mulai menangis dan berkata
"Iya,Pak,nanti kami bayar tapi hutang kami cuma 5 ratus ribu bukan 50 juta",ibuku menjelaskan.
"Apa katamu?5 ratus ribu?,berapa bulan kamu menunggak bayaran hutangmu?itu baru sedikit saja bunganya,kalau kalian tak membayarnya,hutangmu akan bertambah menjadi 100 juta bahkan lebih,makanya jangan bertele-tele mana uangnya???",orang itu terus memaksa kami membayar hutang,sedangkan uang yang ia tagih tak pernah ada.
"Tapi kami tidak punya uang,suami sayapun baru meninggal kemarin,tolong beri kami waktu",ibuku memohon dengan memelas.
"Apa?memberi kalian waktu?kami sudah cukup bersabar,mana uangnya????".
Orang itu dengan anak buahnya mulai mengacak-acak rumah kami,barang yang ada di dekat mereka dilempar ke berbagai arah,hancurlah barang-barang yang kami miliki.
Edo dan Ridho menghalangi mereka untuk mengambil dan menghancurkan lebih banyak barang.Tetapi mereka mulai memukul Edo dan Ridho dengan tongkat pemukul yang mereka bawa,kami menjerit ketakutan,
"Tolooooong,toloooong!!!!!".
Para tetangga berhamburan ke luar rumah dan datang ke rumah kami,keadaan saat itu sangat kacau.Tiba-tiba salah satu dari mereka akan memukul ibu,akupun menjerit
"Berhenti!!!!",aku spontan berteriak,
"Beri kami waktu satu minggu,kami berjanji akan melunasinya,jadi sekarang silahkan pergi dari rumah ini!!",aku terdesak karena mereka akan memukul ibu,tak sadar membuat janji yang tak tahu apakah bisa ditepati atau tidak.
"Baiklah,kami akan pergi dari sini dan datang lagi satu minggu kemudian,kalau tidak kalian tepati nyawa kalian taruhannya,ayo kita pergi!",mereka pun pergi dari rumah kami,seketika ibu pun jatuh pingsan.
"Ibu!!!",kami semua panik dan membawa ibu ke kamar,Bibi Ela segera membawa teh manis ke kamar,ibuku sudah terlihat siuman,Bibi membantu ibu meminum teh manis. Kembali air mata meleleh dari pipinya,
"Maaf,ibu dan ayah terpaksa meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan kita semua".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments