"Ibu tak tahu kalau orang itu adalah rentenir,lalu apa yang harus kita lakukan?",ibuku menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis sesegukan.
Kami semua ikut menangis. Aku segera meminta maaf,
"Maafkan Isna juga,Bu,karena membuat ibu
tambah pusing dengan membuat janji pada para penagih itu",aku menangis sambil memegang tangan ibu.
"Maafkan kami juga,Bu,tidak bisa berbuat apa-apa",Ridho menambahkan.
Kami semua merasa sedih dan bingung harus berbuat apa untuk menghadapi masalah ini.
"Tidak apa-apa anak-anakku,ini semua salah ibu dan ayah kalian,tidak bisa menyelesaikan masalah ini dari dulu",ibu menenangkan kami.
"Kita jual saja rumah ini",ibu memberi ide.
"Tapi kak,nanti bagaimana dengan anak-anak,akan tinggal di mana?",bibi tidak setuju.
Tiba-tiba ibu merasa sesak dan kami diminta keluar oleh bibi.
"Anak-anak,ibu kalian masih terlihat kurang sehat,biarkan ibu kalian istirahat dulu".
Kami semua keluar dari kamar,Rina menangis dan merengek tak ingin meninggalkan rumah ini.
"Kak,Rina tidak mau pergi dari rumah ini".
"Iya,Rina,kakak juga tidak bisa membayangkan kalau kita harus kehilangan rumah ini",aku menghela napas.
Rumah ini memang sudah tidak layak untuk di tinggali,langit-langitnya sudah banyak yang bolong,gentengnya rusak jadi bocor di mana mana,lantainya juga sudah retak dan rusak bahkan tembok sudah berlumut dan ada beberapa ruangan yang temboknya terlihat retak.Tapi di rumah inilah tersimpan banyak kenangan,yang indah dan yang menyedihkan.
Bibi memanggilku dari dalam kamar memintaku masuk. Aku segera ke kamar ibu.
"Iya,bi,ada apa?",aku khawatir takut ada apa-apa pada ibu.
"Ibumu ingin meminta pendapat pada kamu dan adik-adikmu tentang menjual rumah ini".
"Isna panggil adik-adik dulu ya,bi",aku keluar dan memanggil semua adikku.Kami semua segera masuk dan duduk mengelilingi ibu.
"Anak-anak,uhuk ..uhuk..",ibu mengawali dengan terbatuk-batuk.
"Ibu ingin meminta pendapat kalian,bagaimana kalau kita jual rumah ini?".
Rina segera merangkul ibu dan menangis,
"Rina tidak mau ibu menjual rumah ini, banyak kenangan tentang ayah di sini juga kenangan bersama kakak kakak, Rina tidak mau ibu!!! ".
"Bagaimana menurut kamu Isna sebagai kakak yang paling besar? ", ibu bertanya padaku.
"Kalau Isna setuju apapun yang menurut ibu baik, kita tidak bisa mendapatkan uang yang besar selain dengan cara itu".
Tiba-tiba Edo berdiri dan berkata, "ini semua salah kakak, ayah juga ibu, Edo sudah bosan hidup menderita, apalagi kalau harus hidup di jalanan karena tidak punya rumah, pokoknya Edo tidak mau ibu menjual rumah ini! ",Edo sambil berteriak.
"Edo!, kamu tidak bolaeh bicara begitu pada ibu! ",aku berbicara dengan nada agak tinggi.
"ini semua gara gara kakak yang menjanjikan akan membayar hutang dalam satu minggu, kita semua jadi menderita, ayah dan ibu juga kenapa harus berhutang pada rentenir itu, saya sudah bosan hidup miskin, ditertawakan,dicaci,dihina,saya benci ini semua",Edo semakin membabi buta.
"Edo, tidak boleh berkata begitu...... ",aku terus berusaha menasehati Edo.
Terlihat ibu seperti merasakan sesak. Bibi melerai kami,"sudah, jangan bertengkar! ".
"Sudahlah, kakak yang seharusnya bertanggung jawab, kenapa kakak tidak jual diri saja agar dapat banyak uang! ",Edo sambil menatapku.
Plak!!!!!!!tanganku reflek menampar pipi Edo, dia terlihat meneteskan air mata.
"Aku benci kakak",kata kata menyakitkan meluncur dari mulutnya.
Akupun menangis,ada rasa jengkel dan bersalah yang campur aduk menjadi satu. Edo segera keluar dari kamar dan menuju kamarnya, dia mengambil tas dan baju dari lemarinya. Adik adikku yang lain mengikuti dan mencoba bertanya,
"Kakak mau apa? mau ke mana bawa tas? ",Erna bertanya dengan polos, Edo tidak menjawab,
"Jangan, kak, jangan pergi dari rumah!! ",Ridho mencoba mencegah, tapi Edo tetap bersikukuh, diapun berkemas dengan cepat dan segera menuju pintu.
"Edo, kamu mau kemana? jangan pergi, kasihan ibumu sedang sakit",Bibi coba menghalangi Edo untuk pergi.
"Maaf,bi,Edo mau pergi",Edo dengan ekspresi marah.
Erna pergi ke kamar dan memegang tanganku,"Kak, cegah kak Edo agar jangan pergi! ",Erna memohon padaku. Aku ingin mencegah Edo untuk pergi tapi badan ini tak mau bergerak sedikitpun. Edopun pergi meninggalkan rumah.
"Kak, kasihan ibu kak! ",Ridho berteriak pada Edo, tapi dia tak bergeming dan pergi.
Kami semua terkejut dengan kejadian itu, namun tidak sampai kami menghela napas, tiba-tiba ibu terlihat sulit bernapas, aku segera berteriak,"Bi, ibu, bi!!! ",Bibi segera ke kamar dan melihat kondisi ibu, kami semua menangis keras,"ibu!!!! ",Rina memanggil ibu, ibupun menghela napas terakhir dan mengucapkan kata," laailaaha illalloh",mata ibupun terpejam dan berhenti bernapas,.Pecahlah kesedihan menjadi air mata yang tak berhenti mengalir, kamipun merangkul ibu dengan duka yang mendalam, menangis sedih karena ditinggal oleh dua orang yang berharga dalam waktu yang berdekatan.
Keesokan harinya......
Aku tak bisa berkata apapun, hanya mata yang sembab dengan air mata yang terus mengalir. Pemakaman ibu sudah selesai dilaksanakan. Segalanya terasa begitu cepat,rasanya baru kemarin ibu makan nasi goreng yang ku buat, ibu sangat suka jika makan nasi goreng buatanku. Kini aku sudah berada di makam tempat ibu di semayamkan, terasa masih ada ibu di sisiku, seperti mimpi, seandainya ini mimpi aku ingin sekali cepat bangun dan segera memeluk ibu, tapi air mata ini terasa sangat nyata, sehingga aku tidak bisa menyangkalnya. Aku berdiri sendiri memandangi nisan ibu yang berdampingan dengan makam ayah, sengaja aku tak pulang bersama yang lain agar bisa puas mengucapkan kata selamat tinggal.
"Ayah, Ibu, ini semua seperti mimpi,kalian seperti masih ada menemaniku, maafkan Isna karena belum bisa membahagiakan kalian dan membiarkan Edo pergi dari rumah. Semoga Isna bisa menyatukan keluarga kita dan membawa Edo kembali pulang, juga diberikan kesabaran dan kekuatan mengurus adik adik serta dimudahkan dalam melunasi hutang.Semoga Isna tidak gila dan gelap mata ingin bunuh diri",aku sesegukan mencurahkan isi hati dan menangis kencang.
"Sebenarnya Isna ingin pergi bersama kalian,seandainya Isna tidak ingat pada adik adik, pasti ingin bunuh diri, lebih baik mati,berat rasanya menjalani hidup seperti ini", air mata semakin deras mengalir.
"Bagaimana Isna bisa menjalani hidup tanpa kalian, ayah....... ibu......!!!! ".
Dengan putus asa aku menangis sejadi-jadinya di depan nisan kedua orang tuaku, tak sanggup lagi menjalani hidup jika tak melihat adik adik yang masih butuh orang tua dan akulah pengganti kedua orang tuaku.
"Astagfirullohal'adzim, Astagfirullohal'adzim!",ku ucapkan istigfar yang sudah hilap karena sudah berputus asa. Aku harus tegar karena ada Allah yang akan selalu menemani di tiap langkahku,ayah selalu berkata bahwa kami anak anaknya tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, ku resapi kembali pesan itu dan ku simpan dalam hati,dengan mantap hati ku gumamkan,
"Ayah, ibu, selamat tinggal dan sampai berjumpa lagi nanti di akherat dan mudah-mudahan di syurga-Nya Allah".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments