4. Gugup atau takut?

...Waktu bisa saja menyembuhkan,...

...Seseorang yang baru mungkin saja memulihkan....

...Pertanyaannya,...

...Seserius apa kamu ingin pulih?...

...Kata 'tapi...

...Akan menjebak....

...Kata 'nanti...

...Akan menunda....

...Jika bukan hari ini,...

...Lalu sampai kapan?...

...♡♡♡...

Suasana hati Agnia tampak sedang baik, hingga Akbar merasa tak tega untuk membahas apa yang terngiang di benaknya.

Melihat Agnia tak henti tersenyum sepanjang berbelanja, dan terus membual ini itu Akbar jadi tak terpikir untuk menghancurkan moodnya sekarang. Pertanyaan itu biar ia tahan sedikit lebih lama lagi.

...

Akbar penasaran sebenarnya, terus menatap Agnia dengan alis bertaut. Ingin tau bagaimana respon kakaknya ini, mengenai keinginan keluarga mereka mencarikan jodoh lagi untuknya.

Bukan tanpa alasan, semenjak peristiwa tiga tahun lalu Agnia menjadi trauma untuk menjajaki pernikahan. Hingga Pernah suatu hari Agnia dikenalkan pada seseorang oleh Hafidz, pria yang sebenarnya baik. Namun Agnia yang mungkin belum lupa dengan lukanya, merespon buruk perkenalan itu.

Respon yang membuat semua anggota keluarga tak berani lagi mengenalkan orang lain, berpikir sekian kali untuk mengenalkan lagi Agnia pada orang baru.

Akbar menghela pelan, namun masih terdengar oleh Agnia. Membuat Agnia segera menoleh, mengabaikan pramusaji yang menyajikan beberapa makanan di meja mereka.

Agnia spontan mengernyitkan dahinya kala ditatap begitu, senyum lebarnya kala melihat makanan berganti bingung.

"Ada apa?" tanya Agnia curiga, masih mengernyitkan dahinya.

Saat ini mereka duduk bersebrangan pada meja bulat di salah satu rumah makan sunda. Memesan pepes ikan, sate, hingga sambal beserta lalapannya.

Agnia yang bersikeras ingin makan masakan sunda, teringat sang nenek yang tinggal di Tasikmalaya sana katanya. Sementara Akbar bagian menyetujui, seperti rencananya sebagai pesuruh Agnia.

"Bukan apa-apa." Akbar nyengir, menggeleng. "Lupakan!" ucapnya lantas meraih piring, segera mengalihkan supaya tidak bertanya.

...

Sesaat adik kakak itu fokus pada makanannya masing-masing, hingga Akbar kembali menoleh Agnia. Rasa penasarannya kembali datang, tanpa sadar membuat matanya kembali terpaku pada Agnia.

Agnia yang masih khusyu menikmati santapan siangnya terusik dengan tatapan intens Akbar, baru sadar jika ia kembali diperhatikan. Berusaha menelan makanan yang dikunyahnya sebelum kemudian dengan alis bertaut bertanya.

"Untuk apa itu?"

"Hem?" alis Akbar terangkat. Bahkan ia sendiri tidak sadar memperhatikan sang kakak terlalu lama.

"Apa arti tatapan itu? Ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan?" selidik Agnia.

Akbar menggeleng, tersenyum. "Gak ada." singkatnya, mengalihkan pandangan menuju segelas jus yang belum ia minum.

Anggukan samar ditunjukan Agnia. Sebentar ia menunduk kecewa, lalu kemudian menatap Akbar dengan yakin. "Ngomong saja! Mbak siap mendengarkan." ujarnya tenang, dengan senyum tipis. "Apapun itu." tambahnya lagi, menegaskan jawaban dari tatapan tak percaya Akbar.

"Gak ada, Mbak. Aku gak punya keluhan, beneran."

Agnia mencebik. "Kalo gitu kenapa kamu dari tadi liatin Mbak kayak gitu? Ngomong aja! Mbak janji gak akan marah." melihat Akbar mengabaikan pertanyaan membuat Agnia justru mendapat jawaban pasti, itu tentu menyangkut hal paling sensitif baginya.

Yang membingungkan, kenapa juga Akbar begitu hati-hati untuk bicara. Yang padahal biasanya selalu bicara tanpa pertimbangan.

.

.

.

.

Kesibukan terjadi di toko Sidiq Amanah Textil. Nama itu terpampang jelas pada spanduk juga banner yang terpajang bebas di depan toko. Itulah toko dimana Akmal mencoba peruntungan memimpin salah satu usaha sang ayah. Toko yang sudah tersohor dan memiliki lima cabang di wilayah berbeda.

Wajah lelah tampak dari wajah Akmal, begitupun keenam karyawan ayahnya yang lain. Pelanggan kembali meningkat di waktu menjelang perpisahan sekolah-sekolah. Kebanyakan mencari kain untuk membuat kebaya dan jas untuk hari kelulusan, pun yang sudah mencari seragam dari jauh-jauh hari demi mengantisipasi lonjakan harga.

Keenam karyawan ditambah Akmal masih kewalahan mengimbangi keinginan konsumen. Belum lagi rumah-rumah produksi yang memesan kain tertentu dalam jumlah banyak.

"Sambil makan aja gak papa." ucap Akmal, mengingatkan para karyawannya yang gelagapan saat melihat dirinya.

Dari sudut pandang ini Akmal tidak tampak masih berusia dua puluh dua. Dengan tinggi 175 cm, postur yang nyaris sempurna juga senyum teduh yang diwariskan sang ayah, membuat pembawaan Akmal tampak sangat berwibawa.

Akmal yang tak sungkan melempar senyum pada para karyawan, Gaya bicara, yang singkat namun lugas, juga tatapan dengan perhatian penuh pada lawan bicaranya pun membuat ia dikagumi para karyawati.

Seorang Akmal, dinilai nyaris sempurna.

"Mas dim!" Akmal melangkah ke arah Dimas, karyawan paling senior. Katakanlah kepercayaan sang ayah.

"Iya, gimana Mal?" tanya Dimas, menoleh saat sedang mendikte bawahannya.

"Aku tinggal gak papa ya?."

"Boleh, silahkan!" Dimas mengangguk, tak keberatan. "Mau kemana emangnya?"

"Jemput bunda." singkat Akmal, yang spontan saja membuat Dimas tersenyum. Ada perbedaan antara bunda di sudut pandang Akmal dan bunda di sudut pandang Dimas.

"Bunda? Bunda yang kamu maksud sama dengan yang saya pikirkan, kah?" tanya Dimas, berlagak serius namun terdengar jelas sedang menggodanya.

Akmal terkekeh. "Untuk kali ini, masih bunda dalam arti sebenarnya, Mas."

.

.

.

.

Sore hari kali ini ditemani hujan deras. Membuat kebanyakan orang dihinggapi kantuk setelah lelah seharian bekerja ditambah cuaca yang seakan mengajak untuk bermanja di atas ranjang.

Untung saja Agnia dan Akbar tiba ke rumah sebelum hujan makin lebat. Khopipah yang menunggu cemas kini bernapas lega. Segera menghampiri Agnia yang baru saja masuk ke rumah dengan pakaian sedikit terkena cipratan hujan. Hanya sedikit, itupun saat berlari dari halaman menuju pintu rumah.

"Asalamualaikum.."

"Waalaikumsalaam warahmatullah.." jawab Khopipah sambil memberikan handuk kecil pada Agnia. "Pulang juga kalian."

"Lama ya, Bu?" tanya Agnia.

"Enggak. Masalahnya ibu cemas sendiri." jawab Khopipah, tersenyum. "terus gimana hari ini?"

Agnia spontan menghentikan gerakan tangannya, kembali menatap ibunya lebih lama. "Great." singkatnya. Tak bertahan lama senyum itu tersungging, berubah tipis lalu kemudian hilang dari wajahnya.

Benar jika orang bilang dalam beberapa hal yang traumatis lebih baik untuk tidak mengetahui. Lebih baik untuk tidak ingin peduli dan lebih baik untuk menutup telinga. Dan kali ini Agnia menyesali pertanyaannya pada Akbar tadi.

"Aku ke kamar ya, Bu."

Khopipah mengangguk. "Iya." Hilangnya senyum Agnia membuat senyum sang ibu juga redup. Sebagai seorang ibu, tentu khopipah bisa merasakan sesuatu yang tak orang lain rasakan. Bahkan duri yang menusuk anak, seorang ibu bisa merasakan puluhan kali lipat perihnya.

Bayangkan, seorang ibu mengandung anaknya selama sembilan bulan. setelah lahir, ibu menjadi orang paling banyak menghabiskan waktu bersama anak anaknya.

Dan kini, ia tau sekali jika ada yang mengusik Agnia.

"Assalamualaikum." Akbar muncul dengan beberapa kantong belanjaan, tidak diragukan itu sudah pasti milik Agnia. Ia berhenti di hadapan sang ibu, memasang senyum manis.

"Waalaikumsalam."

Senyum Akbar langsung hilang, kini berganti kernyitan. "Ada apa, Bu?" tanyanya begitu saja, ia merasa ada yang ingin ibunya katakan.

"Ada yang terjadi sama mbakmu?"

Akbar langsung menggeleng. "Enggak, Bu. Emang mbak Agni kenapa? Manyun dia?"

"Enggak, gak papa. ibu terlalu khawatir kayaknya."

"Yaudah, biar aku liat ke kamarnya sekarang, Bu. Dan aku punya ini." Akbar menunjukan kantong yang dijinjingnya. "Jaga-jaga kalo dia tiba-tiba bertanduk." tandas Akbar, mencoba menghibur sang ibu. Sambil membuat tanduk di kepalanya dengan jarinya.

Berhasil, Khopipah tersenyum. Menggeleng takjub. "Kamu ini."

Senyum Akbar kembali hilang, setelah sang ibu pergi dari hadapannya. Ia juga sama khawatirnya dengan semua orang di rumah ini. Dan mengenai apa yang dirasakan Agnia saat ini, Akbar menyadari itu tak luput dari kesalahannya. apa sebaiknya ia diam tadi?

Agnia terdiam sejenak, kepalanya menunduk. Tampak mencerna penjelasan yang baru saja Akbar sampaikan.

"**Di rumah nanti, jangan bilang ke siapapun kalo mbak tau soal ini." pinta Agnia, dengan wajah serius.

"Tentang apa yang mbak rasakan gak penting, saat ini..." Agnia memberi jeda, tatapannya tampak tegar.

"Tiga tahun ini mbak gak banyak belajar, tapi kali ini mbak gak bisa liat Ibu sama Ayah terus berkubang dalam kekhawatiran."

"Karena itu, biarin mbak pura-pura gak tau hal itu."

"Mari kita lihat, sejauh mana mbak akan bersikap, mbak juga penasaran dengan hal itu.. setelah tiga tahun ini berlalu**."

...

Ucapan tegar Agnia, hanya sebatas ucapan. Toh, ibunya saja bisa melihat kekhawatiran itu di matanya. Sesaat Akbar merutuki dirinya yang tak bisa menahan diri dari bertanya, sedang dirinya kini berdiri di depan pintu kamar Agnia. Bersiap mengetuk.

Hanya saja ada krisis besar antara ia dan dirinya sendiri, yang membuatnya takut-takut mengetuk pintu kamar itu. Baru setelah mengambil satu tarikan napas, Akbar memutuskan benar-benar mengetuk pintu kamar yang tertutup rapat itu.

"Mbak, aku boleh masuk?" tanya Akbar, intonasinya berusaha ia netral kan seperti biasa. "Ini belanjaan mu!"

"Simpan disitu.. Lagi ganti baju soalnya." ujar Agnia dari dalam kamarnya. Akbar tetap menangguk samar meski tak kan terlihat kakaknya itu. lantas pergi, setelah menuruti perintah Agnia menyimpan belanjaan tepat di depan pintu.

Yang sebenarnya Agnia berbohong, dirinya sama sekali belum beranjak dari ranjangnya sejak tiba di kamar tadi. Duduk tak tenang di tepi ranjang, dengan tangan kirinya meremas ujung baju gugup.

Apa yang ia katakan pada Akbar tadi siang, kontras dengan apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia menjadi sangat gugup.

"Ibu punya keinginan untuk ngenalin mbak sama anak temennya."

Agnia menyimpan tangan kirinya di bahu kanan. Menepuk beraturan. Mencoba menghilangkan kegelisahan yang ia rasakan saat mengingat ucapan Akbar tadi. Berusaha menghilangkan perasaan yang sejak lama tak ia rasakan, perasaan takut akan sesuatu yang paling ia hindari tiga tahun ini.

Menikah?

Mengenal orang baru?

Bahkan dada Agnia semakin terasa sesak ketika melafalkan pertanyaan itu di hatinya. Tampaknya ia bimbang antara masih butuh sedikit waktu lagi, atau ia memang membutuhkan sosok yang baru.

Tapi jika terus begini, sampai kapan? Agnia berdebat dengan dirinya sendiri. Antara ingin sembuh 'tuk merajut kisah baru, dan rasa takut yang menghantui

16 Juli 2022

Episodes
1 Prolog; Sudah bersuami?
2 2.
3 3. Anak gadis?
4 4. Gugup atau takut?
5 5. Mencoba untuk setuju
6 6. Seseorang dari masa depan
7 7. Mereka lagi?
8 8.
9 9 Cinta sepihak Akbar
10 Sepuluh
11 Jika harus kembali bertemu
12 Kecewa sebanyak rasa percaya
13 Akbar dan Akmal
14 14
15 Keresahan akbar
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21 Adi dan Alisya ; Masa lalu Agnia
22 22. Anggota badan satu tubuh
23 23
24 24 Romansa orang tua Zain
25 25. Kalimat menyihir Agnia
26 26 Cinta kucing-kucingan
27 26. Luka itu belum sembuh
28 28. Bisa membonceng Agnia?!
29 29: Sesaat sebelum semua kembali ke awal
30 30. Alisya & Adi ; Pemantik masalah?
31 31 Lampu hijau sesungguhnya
32 32 Suka ialah suka, Cinta ialah cinta.
33 33. Jangan jatuh hati
34 34. Tentang jatuh hati.
35 35. Terjebak masa lalu
36 36. Dua romansa?
37 37. Agnia dan Akbar
38 38. Adi & Alisya; Bertemu Raina
39 39. Harus terbiasa!
40 40. Hanya aku yang masih terjebak?
41 41. Ragam bentuk kasih sayang
42 42. Mereka kembali?
43 43. Lamaran kurang ajar
44 44. Semua luka itu, berharga
45 45. Sejenis Akbar saja sudah cukup!?!
46 46. Sudah mau cucu?
47 47. Mau punya cucu juga?
48 48. Calon suami?
49 49. King of bulshit
50 50. Pertanyaan Alisya?
51 51. klise?
52 52. Ketulusan Akmal
53 53. Arti mimpi Akmal?
54 54. Masa lalu Akmal?
55 55. Kisah lama
56 56. si Syawal
57 57
58 58. bertemu Giska
59 59
60 60
61 61. Fiki si pembawa gosip
62 62. Pertanyaan yang sama
63 63. Antara yang disayang dan yang melukai
64 64.
65 65. seseorang istimewa?
66 66. seratus persen
67 67. Cincin pemberian Akmal
68 68. Sama dengan Adi?
69 69. yang lebih rumit dari hilangnya cincin
70 70. Nasihat Agnia
71 71. Sebab kemarahan Akbar
72 72. kemarahan Akmal
73 73. Mencari jalan keluar
74 74. pelipur lara
75 75.
76 76. Dentuman aneh
77 77. Ada kemajuan?
78 78. Belum saatnya
79 79. Janji Akmal
80 80. Gian.
81 81. Wiryo dan anak sulungnya
82 82
83 83. Ada apa dengan Akmal?
84 84.
85 85. Antara Agnia dan Gian
86 86. jangan membuat bingung!!
87 87. Teka-teki cincin itu
88 88. Dendam Wildan?
89 89.
90 90. Teka-teki Wildan
91 91. Penyekapan Agnia
92 92. Upaya penyelamatan Agnia
93 94. Misi berhasil?
94 95. Persoalan bubur
95 95
96 96. Rasa bersalah Gian
97 97. Romance tipis-tipis?
98 98. Apa aku benar-benar bahagia?
99 99. Pulang?
100 100.
101 101
102 102. syukuran?
103 103. pengajian?
104 104. Pengumuman mengejutkan?
105 105
106 106. dia tidak istimewa
107 107. Gian: Adik
108 108. Kakaknya Agnia
109 109
110 110. Gian suka Agnia?
111 111. Akhir pengharapan Gian
112 112. pertama kali pergi bersama
113 113. Yang menggunung di hati Indri
114 114. Maaf sebab terlahir lebih muda.
115 115. Gian: satu hal lagi
116 116. Lamarkan dia untukku, Ayah..
117 117. Sesal Alisya
118 118. Lamaran
119 119. Fiki: Dilamar siapa?
120 120. Apa salahnya sama berondong?
121 121. Marriage Syndrome?
122 122. Dua malam singkat bersama keluarga
123 123. Akmal; Berdua lebih baik
124 124
125 125. Nasib hati Akbar
126 126. Ingin segera bersama
127 127. saran Akmal?
128 128
129 129. Tentang perbedaan umur?
130 130. Aku kamu
131 131. Bude Maryam
132 132. Usia dan kedewasaan
133 132. Usia dan kedewasaan
134 133.
135 134. Yang terus tumbuh dan berkembang
136 135. pejuang restu?
137 136. pelet Akmal
138 137. menangani ngidamnya Silmi
139 138. the day
140 139. Gugup
141 140. Ijab Qabul
142 141. ijab Qabul part2
143 142. Terlalu dini untuk malam pertama.
144 143. Terlalu dini untuk malam pertama part2
145 144. ciuman pertama?
146 145. Ciuman pertama part 2
147 146. tumbuhnya keraguan
148 147. Tumbuhnya keraguan part2
149 148. Perjalanan halal
150 149. Perjalanan halal part2
151 150. Penerimaan Agnia
152 151. Muncul kembali
153 152. Yang kembali ke permukaan
154 153
155 154. Merekahnya bunga
156 155. Maaf dan Terimakasih
157 156
158 157. Rumah baru untuk rumah tangga baru
159 158. Sakinah
160 15. Mawaddah
161 160. Kebelet punya anak
162 161. Kehidupan baru
163 162. Mual-mual nya ibu hamil?!
164 163. Siapa yang ngidam?
165 164.
166 165. bau-bau masa lalu
167 166. Govin
168 167.
169 168.
170 169. Mau memahami?
171 170. Baby moon?
172 171. Baby moon part 2
173 172. Baby moon part3
174 173. Uluran tangan.
175 174. Bucin?
176 175. Govin lagi!
177 176. Rahasia setelah rahasia
178 177. Apapun selama bersama
179 17i. Apapun selama bersama part2
180 179.
181 180. Salah paham?
182 181. Pengap
183 182. Selepas salah paham
184 183
185 184. Tidak papa, Aku disini
186 185
187 186
188 187. Cemburu?
189 188
190 189
191 190
192 191. Ketakutan Retno
193 192. Rasa kehilangan.
194 193. Seakan awal yang baru
195 194.
196 195. Kehilangan setelah kehilangan.
197 196
198 197
199 198
200 199
201 200
202 201
203 202. End--
Episodes

Updated 203 Episodes

1
Prolog; Sudah bersuami?
2
2.
3
3. Anak gadis?
4
4. Gugup atau takut?
5
5. Mencoba untuk setuju
6
6. Seseorang dari masa depan
7
7. Mereka lagi?
8
8.
9
9 Cinta sepihak Akbar
10
Sepuluh
11
Jika harus kembali bertemu
12
Kecewa sebanyak rasa percaya
13
Akbar dan Akmal
14
14
15
Keresahan akbar
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21 Adi dan Alisya ; Masa lalu Agnia
22
22. Anggota badan satu tubuh
23
23
24
24 Romansa orang tua Zain
25
25. Kalimat menyihir Agnia
26
26 Cinta kucing-kucingan
27
26. Luka itu belum sembuh
28
28. Bisa membonceng Agnia?!
29
29: Sesaat sebelum semua kembali ke awal
30
30. Alisya & Adi ; Pemantik masalah?
31
31 Lampu hijau sesungguhnya
32
32 Suka ialah suka, Cinta ialah cinta.
33
33. Jangan jatuh hati
34
34. Tentang jatuh hati.
35
35. Terjebak masa lalu
36
36. Dua romansa?
37
37. Agnia dan Akbar
38
38. Adi & Alisya; Bertemu Raina
39
39. Harus terbiasa!
40
40. Hanya aku yang masih terjebak?
41
41. Ragam bentuk kasih sayang
42
42. Mereka kembali?
43
43. Lamaran kurang ajar
44
44. Semua luka itu, berharga
45
45. Sejenis Akbar saja sudah cukup!?!
46
46. Sudah mau cucu?
47
47. Mau punya cucu juga?
48
48. Calon suami?
49
49. King of bulshit
50
50. Pertanyaan Alisya?
51
51. klise?
52
52. Ketulusan Akmal
53
53. Arti mimpi Akmal?
54
54. Masa lalu Akmal?
55
55. Kisah lama
56
56. si Syawal
57
57
58
58. bertemu Giska
59
59
60
60
61
61. Fiki si pembawa gosip
62
62. Pertanyaan yang sama
63
63. Antara yang disayang dan yang melukai
64
64.
65
65. seseorang istimewa?
66
66. seratus persen
67
67. Cincin pemberian Akmal
68
68. Sama dengan Adi?
69
69. yang lebih rumit dari hilangnya cincin
70
70. Nasihat Agnia
71
71. Sebab kemarahan Akbar
72
72. kemarahan Akmal
73
73. Mencari jalan keluar
74
74. pelipur lara
75
75.
76
76. Dentuman aneh
77
77. Ada kemajuan?
78
78. Belum saatnya
79
79. Janji Akmal
80
80. Gian.
81
81. Wiryo dan anak sulungnya
82
82
83
83. Ada apa dengan Akmal?
84
84.
85
85. Antara Agnia dan Gian
86
86. jangan membuat bingung!!
87
87. Teka-teki cincin itu
88
88. Dendam Wildan?
89
89.
90
90. Teka-teki Wildan
91
91. Penyekapan Agnia
92
92. Upaya penyelamatan Agnia
93
94. Misi berhasil?
94
95. Persoalan bubur
95
95
96
96. Rasa bersalah Gian
97
97. Romance tipis-tipis?
98
98. Apa aku benar-benar bahagia?
99
99. Pulang?
100
100.
101
101
102
102. syukuran?
103
103. pengajian?
104
104. Pengumuman mengejutkan?
105
105
106
106. dia tidak istimewa
107
107. Gian: Adik
108
108. Kakaknya Agnia
109
109
110
110. Gian suka Agnia?
111
111. Akhir pengharapan Gian
112
112. pertama kali pergi bersama
113
113. Yang menggunung di hati Indri
114
114. Maaf sebab terlahir lebih muda.
115
115. Gian: satu hal lagi
116
116. Lamarkan dia untukku, Ayah..
117
117. Sesal Alisya
118
118. Lamaran
119
119. Fiki: Dilamar siapa?
120
120. Apa salahnya sama berondong?
121
121. Marriage Syndrome?
122
122. Dua malam singkat bersama keluarga
123
123. Akmal; Berdua lebih baik
124
124
125
125. Nasib hati Akbar
126
126. Ingin segera bersama
127
127. saran Akmal?
128
128
129
129. Tentang perbedaan umur?
130
130. Aku kamu
131
131. Bude Maryam
132
132. Usia dan kedewasaan
133
132. Usia dan kedewasaan
134
133.
135
134. Yang terus tumbuh dan berkembang
136
135. pejuang restu?
137
136. pelet Akmal
138
137. menangani ngidamnya Silmi
139
138. the day
140
139. Gugup
141
140. Ijab Qabul
142
141. ijab Qabul part2
143
142. Terlalu dini untuk malam pertama.
144
143. Terlalu dini untuk malam pertama part2
145
144. ciuman pertama?
146
145. Ciuman pertama part 2
147
146. tumbuhnya keraguan
148
147. Tumbuhnya keraguan part2
149
148. Perjalanan halal
150
149. Perjalanan halal part2
151
150. Penerimaan Agnia
152
151. Muncul kembali
153
152. Yang kembali ke permukaan
154
153
155
154. Merekahnya bunga
156
155. Maaf dan Terimakasih
157
156
158
157. Rumah baru untuk rumah tangga baru
159
158. Sakinah
160
15. Mawaddah
161
160. Kebelet punya anak
162
161. Kehidupan baru
163
162. Mual-mual nya ibu hamil?!
164
163. Siapa yang ngidam?
165
164.
166
165. bau-bau masa lalu
167
166. Govin
168
167.
169
168.
170
169. Mau memahami?
171
170. Baby moon?
172
171. Baby moon part 2
173
172. Baby moon part3
174
173. Uluran tangan.
175
174. Bucin?
176
175. Govin lagi!
177
176. Rahasia setelah rahasia
178
177. Apapun selama bersama
179
17i. Apapun selama bersama part2
180
179.
181
180. Salah paham?
182
181. Pengap
183
182. Selepas salah paham
184
183
185
184. Tidak papa, Aku disini
186
185
187
186
188
187. Cemburu?
189
188
190
189
191
190
192
191. Ketakutan Retno
193
192. Rasa kehilangan.
194
193. Seakan awal yang baru
195
194.
196
195. Kehilangan setelah kehilangan.
197
196
198
197
199
198
200
199
201
200
202
201
203
202. End--

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!