"Hiks ... hiks. P-padahal, Caca bisa dibilangin baik-baik kok. Caca ngerti bahasa manusia walaupun si Om Kulkas bukan manusia, ga-gak perlu bentak-bentak Caca juga. C-caca tau dia baik ke Caca cuma karena kasian doang, kok." Suara isakan wanita tersebut berada di dalam angkot. Beruntungnya, angkot sepi jadi hanya dirinya dan sopir di dalam angkot tersebut.
Angkot berhenti mengambil penumpang lainnya, namun Caca tetap fokus pada kegiatannya sekarang. Menangis dan mengeluarkan sakit hatinya oleh perlakuan Riki, mungkin terlihat lebay namun bukankah keadaan hati seseorang tidak selamanya akan baik-baik saja?
"Dek, kamu kenapa?" tanya penumpang yang baru naik tadi.
"Gak papa."
"Dasar wanita!" senyum orang tersebut sambil geleng-geleng.
Caca memberhentikan tangisannya dan menatap orang di depannya itu dengan sangar, bisa-bisanya dia berujar seperti tadi. Apakah dia tidak tahu kalau wanita sedang kesel atau bahkan sedih bisa jadi segalak-galaknya?
"Apa, Om bilang? Kenapa emangnya kalo wanita? Gosah banyak ngomong! Kita gak kenal, jangan ikut campur deh!" ucap Caca yang menggebu-gebu.
"Eh, sabar-sabar Dek! Ya, ampun sensi amat!"
Caca langsung mengelap ingusnya menggunakan ujung hijab putih yang tengah dikenakannya, laki-laki tersebut tertawa melihat apa yang dilakukan Caca.
"Kamu salah pake rok, ya?"
"Ha? Enggak, kok!" kata Caca sambil melihat roknya, apakah sletingnya di depan sehingga laki-laki tersebut berkata seperti demikian.
"Kelakuan kamu kayak anak SMP, bukan anak SMA," tawa laki-laki tersebut kembali pecah dibuat oleh tingkah laku Caca.
"Enak aja!" judas Caca sambil menatapnya sekilas.
"Nih, tisuenya. Kotor nanti hijab kamu meskipun memang sudah kotor, tapi biar gak parah banget. Nama saya, Aldy Andara. Kamu bisa panggil Aldy," ujarnya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tisue satu bungkus.
"Makasih!" ucap Caca mengambil tisue tersebut, "Gadak yang nanya nama dia juga, sok banget promosi nama," bisik Caca namun masih bisa di dengar oleh Aldy.
Aldy hanya bisa tersenyum dan menggeleng kepalanya melihat kelakuan Caca yang baru saja dirinya temui itu, "Kamu kenapa nangis?" tanya Aldy yang melihat Caca sudah berhenti menangis.
"Karena pengen nangis."
"Kenapa gak tersenyum dan tertawa aja?"
"Karena lagi gak pengen!"
"Oh ... gak pengen coklat?"
"Gak."
"Masa, sih? Cewek biasanya kalo lagi nangis pasti butuh yang manis-manis."
"Saya sudah manis."
"Ohh, jadi gak mau nih? Padahal niatnya tadi saya mau belikan buat kamu," ujar Aldy dengan niat baiknya.
"Gosah, uang saya juga ada."
"Banyak?"
"Iya, dong!"
"Berapa?"
"Dua ribu."
"Itu banyak?"
"Huum."
"Wah ... uang kamu ternyata banyak, ya. Jaga baik-baik, ya. Ntar kamu dirampok."
"Ya," balas Caca singkat dengan wajah tetap berpaling dari Aldy.
Kemudian, Aldy membuka handphone dan sibuk dengan benda pipih tersebut. Angkot terhenti di lampu merah, Caca melihat-lihat kendaraan yang ada. Matanya membulat sempurna saat melihat orang yang berkendara di samping angkot yang ditumpanginya adalah orang yang sedang dirinya jauhi.
Caca langsung turun dari tempat duduk dan bersembunyi dengan menutup wajahnya menggunakan tas, Aldy yang melihat tingkah aneh Caca langsung melihat-lihat apa sebabnya wanita tersebut bersembunyi dan melakukan hal itu.
"Kamu kenapa?" tanya Aldy menaikkan sebelah alisnya.
"Sutt ...!" ucap Caca meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya pertanda agar Aldy tak berucap dulu untuk beberapa saat.
Beberapa detik kemudian, lampu yang merah sudah berubah menjadi hijau. Motor berwarna hitam itu langsung tak terlihat lagi, Caca membuang nafas lega dan kembali duduk ke tempatnya. Angkot pun mulai jalan kembali setelah semua kendaraan di depannya bergerak.
"Ada apa, sih?" tanya Aldy yang kebingungan.
"Ada orang tadi, Kak."
"Terus?"
"Nabrak."
Wajah Aldy langsung berubah kesal melihat jawaban Caca yang dari tadi tak satu pun serius, Caca langsung tertawa melihat wajah Aldy yang sepertinya sudah sangat kesal padanya.
Citt ...!
Tiba-tiba rem mendadak pun terjadi hingga membuat bunyian yang cukup keras dan penumpang bergeser ke depan akibat rem yang dilakukan tiba-tiba. Caca sedikit meringis saat keningnya yang terbentur mengeluarkan darah, Aldy yang melihat hal tersebut langsung segera mendekat ke arah Caca.
"Kening kamu berdarah!" Aldy membuka tasnya. Sedangkan Caca memegangi keningnya itu dengan wajah yang menahan sakit.
"Pak! Hati-hati, dong!" bentak Aldy dan membuka plester. Dirinya segera menempelkan plester di kening Caca sedangkan Caca hanya menatap bawah saja.
"Maaf, tapi ada orang yang menghadang angkotnya," ucap sopir.
Caca dan Aldy langsung melihat ke arah depan, siapa yang menghadang angkot mereka. Mata Caca membulat sempurna ketika melihat pemilik motor tersebut yang sudah berada di depan pintu masuk-keluar angkot.
"O-om, K-kulkas," ujar Caca terbata-bata karena merasa takut jika Riki melihat apa yang telah dilakukan Aldy padanya. Memang hanya memberikan plester tetapi bukankah cemburu bisa karena hal apa saja? Sedangkan Aldy yang mendengar ucapan Caca langsung melihat ke orang yang dia maksud dengan keadaan dirinya masih di hadapan Caca dengan jarak yang hanya sedikit.
"Turun, lo!" bentak Riki menunjuk Aldy. Tangan yang sudah mengepal dan rahang yang mengeras, serta wajah yang berubah merah. Caca sangat tak menyukai keadaan saat ini, karena jika Riki sudah seperti itu maka sangat susah untuk menenangkannya.
"Dia siapa?" tanya Aldy menatap ke arah Caca mempertanyakan apa yang terjadi, dirinya bingung dengan apa yang terjadi.
Caca langsung turun, dirinya ingin menjelaskan semuanya secara baik-baik. Dia tahu, Riki pasti melihat Aldy yang tadi menempel plester bisa jadi Riki tak tahu bahwa Aldy tak lebih hanya mengobatinya.
"Om," ucap Caca yang sudah berada di depan Riki.
"Aku bilang dia yang turun! Bukan kamu!" bentak Riki dan menatap Caca.
"Om! Ini gak seperti yang Om lihat!" bentak Caca yang tak mau kalah.
"Oh, ya? Hahaha, tak seperti apa yang aku lihat. Emangnya kamu pikir apa yang saya lihat?"
"Dia cuma obati luka aku, Om. Gak lebih," ujar Caca dengan nada rendah. Dirinya tau, jika sama-sama emosi maka tidak akan ada yang mengalah.
"Oh, obati? Dengan cara dekat-dekat begitu? Cih ... kamu sama aja seperti wanita malam, sama-sama murahan!"
Plak!
Satu tamparan di pipi sebelah kanan pun terdengar, "Om ... jaga ucapanmu! Aku memang miskin, tapi aku di didik untuk menjadi wanita yang berkualitas bukan seperti wanita temanmu yang murahan!" kata Caca dengan mata yang memerah.
Dirinya langsung merogoh kantong dan memberikan ongkos pada sopir angkot dan berlari sekencang mungkin dari mereka, sedangkan Riki terdiam dengan apa yang telah diterimanya dan apa yang dilakukan Caca. Apakah dirinya begitu keterlaluan? Sangat dan sungguh sudah keterlaluan.
Riki berjalan ke arah motornya dan pergi entah ke mana, sedangkan Aldy masih tetap berada di angkot bukan karena dirinya tak mau membantu Caca tadi. Tapi, dirinya tak tahu apa permasalah yang terjadi di antara dua orang tadi. Dirinya memilih melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot yang tadi juga, meskipun ada perasaan yang khawatir melihat Caca yang pergi dengan keadaan seperti itu. Namun, tak sopan rasanya jika ikut campur dalam permasalahan orang yang baru saja beberapa jam dia temui.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Ismuto'ati Ismuto'ati
sepertinya ceritanya menarik. aku suka
2022-11-01
1