Entah dimana kami berada sekarang, tapi kami berada di sebuah bangunan aneh yang sangat besar. Mungkin ini lebih besar dari kamarku di kerajaan asalku.
Seorang pria berbadan tegap, bermata empat dan berwarna hitam menyeramkan, dengan pakaian rangkap-rangkap hitam mengerikan mendekati kami.
"Siapa diantara kalian yang bernama Lea?" Tanya pria itu dengan suara menggelegar.
Deg
Darimana dia mengenalku?
Apa dia turun ke bumi juga?
Atau apakah dia orang suruhan orangtuaku yang diutus untuk mencari kami?
"Aku Lea!" Jawabku tanpa sedikit pun rasa takut.
"Nona Eleanor telah ditemukan bos. Mereka sedang berada di ruang tamu anda saat ini." Katanya, seperti saat Rue melaporkan kenakalanku.
"Nona Eleanor bersama dengan beberapa orang temannya." Katanya lagi.
"Mohon maaf, namaku Lea. Bukan Eleanor." Sahutku memberanikan diri berbicara kepada pria bermata empat itu.
"Sebentar bos, wanita ini sedang berbicara." Katanya, dan menutup benda segi empat yang tadi dia pakai untuk berbicara.
"Siapa tadi kamu bilang namamu?!" Tanya pria itu galak.
"Lea." Jawabku singkat.
"Ya, Lea siapa? Siapa nama panjangmu? Aku tau namamu Lea. Wajahmu pun mirip dengan Lea itu. Jangan mempermainkanku!" Sahutnya.
"Lea saja, tidak ada kepanjangan." Jawabku.
Pria itu kemudian pergi dan berbisik-bisik dengan benda berbentuk kotak itu.
"Aneh sekali. Apa benar ini bumi?" Tanya Rue.
Aku mengangkat bahuku, "Entahlah. Semua yang ada disini belum pernah aku lihat, dan kenapa banyak pria bermata empat dan berwarna hitam? Dan benda kotak apa itu?" Otakku kudorong hingga batas maksimal supaya bisa berpikir dengan baik dan benar.
"Lea, apa kamu tidak takut?" Tanya Vivi.
Aku menggeleng, "Tidak ada yang aku takutkan disini. Aku hanya takut orangtuaku mencariku kemudian menghukumku, itu lebih menakutkan. " Sahutku membayangkan aku dikurung di dalam kamarku yang membosankan, dan sayapku di patahkan. Itu lebih mengerikan bukan? Sama seperti ketika kamu sudah lelah menulis, dan otakmu menolak untuk bekerja sama, ditambah lagi level karyamu tidak kunjung bertambah. Aku rasa itu lebih mengerikan daripada di sekap disini.
Tak lama, seorang pria lain berjalan dengan angkuhnya mendekati kami, dan ia langsung melihatku.
Deg
Dia tampan sekali. Jantungku berdegup kencang.
Pria itu memperhatikan wajahku, dari atas ke bawah tidak ada yang luput dari pancaran matanya.
"Siapa namamu?" Tanyanya.
"Le....Lea." jawabku.
"Lea siapa? Aku butuh nama panjangmu!" Tukasnya.
Ada apa dengan orang-orang ini? Apa mereka tidak mampu mengingat wajah seseorang sampai harus selalu menanyakan nama panjang?
"Namaku Lea. Tidak ada panjang-panjangnya!" Seruku kesal.
Pria itu melepas mata luarnya, dan
Triiiinnnng.
Dia mempunyai dua mata sepertiku, dan matanya sangat indah. Berwarna hijau lumut. Aku memandang matanya dan mengikuti tatapan matanya.
"Siapa kamu?!" Tanyanya jengah.
"Sudah kubilang namaku Lea." Jawabku lagi kebingungan.
Pria itu bertolak pinggang, dan memandang kesal kepada pria-pria lainnya, "****!! Kalian salah orang!! Kembalikan mereka!" Perintahnya.
Dan sebelum dia pergi, dia kembali menatapku. Entah apa yang dilihatnya, kemudian dia berbisik kepada salah satu pria berbadan tegap itu. Aku tidak bisa mendengarnya.
"Nona Lea mari ikut saya." Kata pria berbadan tegap itu pada akhirnya.
Aku, Vivi, Rose dan Rue mengekorinya. Rue berjalan dengan siaga seolah-olah akan ada sesuatu atau seseorang yang bisa menyerangku kapan saja.
"Pssst....siapa pria bermata hijau lumut itu?" Tanyaku memberanikan diri, dan aku juga bingung kenapa aku harus berbisik.
"Tidak perlu tau, Nona. Ini kamar untuk Nona Lea." Katanya mempersilahkanku untuk masuk, namun Vivi, Rose dan Rue dilarang masuk kesitu.
"Kenapa mereka tidak boleh bersamaku?" Tanyaku memprotes.
"Kami datang bersama." Sahut Rue.
Vivi dan Rose mengangguk, "Benar. Kenapa sekarang kami di pisahkan?" Protes Rose.
"Bos Max yang memintaku untuk memisahkan kalian." Jawabnya kaku.
"Max? Nama pria bermata hijau lumut itu? Dan siapa lagi Eleanor?" Tanyaku.
Mendengar pertanyaanku, pria bermata empat itu sedikit emosi, "Tidak perlu banyak tanya! Penulisnya juga belum tau siapa Eleanor, apalagi aku!" Jawabnya galak.
Aku menghela nafasku, "Baiklah. Vivi dan Rose turuti saja dulu kemauannya. Rue tetaplah siaga dan berjaga-jaga." Titahku kepada mereka.
Mereka mengangguk.
Aku memasuki kamar yang ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuran kamarku disana. Semua interiornya di penuhi warna hitam dan emas.
Kalau tau di bumi aku tetap berada di kamar, lebih baik aku tetap di rumah kan?
"Aaarrggghhh!!!" Aku mengacak-ngacak rambutku kesal.
Tok...tok
"Aku masuk!"
Aku mendengar suara pria mengetuk pintu kamarku, dan masuklah Max, si pria bermata hijau lumut itu.
"Untuk sementara tinggallah disini. Dan jangan banyak tanya! Ada beberapa ruangan yang kalian tidak boleh masuki, nanti akan di tunjukkan oleh orangku." Sahutnya.
"Kalian juga boleh berjalan-jalan atau bermain dengan syarat tetap berada di lingkungan rumah ini!" Sambungnya lagi.
"Lea? Begitu kan namamu?" Tanya dia lagi.
Aku mengangguk, "Dan siapa namamu?"
"Max. Panggil aku Max." Jawabnya.
Rasa penasaranku membuncah keluar, "Siapa itu Eleanor? Kenapa kalian mencarinya? Apa dia mirip denganku? Dan apakah ini bumi? Mengapa bumi seperti ini?" Aku mengajukan pertanyaan dengan beruntun.
Dia tersenyum, di luar dugaan senyumnya manis sekali dan membuatnya jadi seribu kali lipat lebih tampan.
"Menurutmu ini dimana?" Max balik bertanya. Aku mengangkat bahuku.
"Disini bumi. Kalau kita di Mars, aku tidak akan setampan ini kan?" Katanya lagi masih dengan senyum manisnya. Dan ternyata Max memiliki lubang di kedua pipinya. Seperti kawah kecil tapi ini versi mini dan manisnya.
"Makhluk Mars juga ada yang tampan, hanya saja disana panas sekali walaupun banyak air." Sahutku.
Dia mengangguk dan tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, baiklah Lea. Disini bumi, dan sekarang kamu berada di sebuah kota besar yang sangat sibuk. Tentang Eleanor, belum saatnya kamu tau tentang dia. Karena nama itu hanya tercetuskan saja, untuk penokohannya masih akan dipikirkan oleh si author. Sekarang beristirahatlah, Lea." Katanya.
Max bangkit berdiri dan memperhatikanku, "Pakaianmu aneh. Setelah kalian beristiraha, ikutlah denganku." Katanya. Lalu dia pergi meninggalkan jantungku yang berdetak-detak seolah ada kelompok marching band disana.
...----------------...
Max POV
"Bagaimana? Apa kita perlu mencari Eleanor yang sesungguhnya?"
"Tidak perlu. Kita akan menundanya. Hubungkan aku dengan Nelson." Perintahku.
"Baik bos. Laksanakan."
Selang beberapa menit, aku sudah terhubung dengan Nelson, salah satu kolegaku.
"Kabar baik Max. Aku dengan kamu sudah menemukan Eleanor?" Tanya Nelson.
Aku tersenyum, "Belum. Kali ini Eleanor tidak mudah di temukan, tidak seperti biasanya." Sahutku.
"Tapi nampaknya kamu santai-santai saja? Bagaimana kalau Lea pergi jauh?" Tanya Nelson.
"Dia tidak akan kemana-mana, Nelson. Dia akan selalu kembali kepadaku, aku yakin itu." Ucapku dengan penuh keyakinan.
"Mengapa kamu tidak mencarinya kali ini?" Tanya Nelson lagi. Dia penasaran sepertinya.
Aku kembali tersenyum, "Aku menemukan Lea baru, dan aku rasa aku lebih suka Lea yang ini." Jawabku sambil membayangkan apa saja yang bisa kulakukan dengan Lea baruku ini.
Nelson tertawa, "Hahahaha. Pantas saja kamu tidak khawatir, Max. Oke then, i'll leave now and enjoy your new Lea, Max." Ucap Nelson, dan menyudahi panggilanku.
Aku memutar-mutar kursiku, dan berpikir tentang Lea. Ya hanya tentang Lea.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
authornya asik dah, baru tau ada cerita sebagus ini
2022-11-23
0
Dewi
Antara Lea dulunya hilang ingatan atau ada masa lalu Lea berhubungan dengan Max
2022-10-16
0
AdindaRa
Kakaaaak. Karyamu selaku kereeen dan aku syukaaaa. Setelah menamatkan Broken Vow, aku mampir lagi kemari.
Satu tips iklan mendarat untuk mu 😍😍😍
2022-09-15
2