Waktu masih menunjukkan pukul 06.00 pagi, bahkan sang mentari pun belum begitu menampakkan sinarnya. Namun entah apa yang terjadi dengan Azka. Pagi ini ia terlihat begitu bersemangat, dan hendak berangkat ke sekolah begitu pagi. Tidak biasanya.. "Ma.. Pa.. Azka duluan ya, Assalamualaikum" pamitnya. Tetapi papa menahannya "Sarapan dulu Ka" tangan papa mengisyaratkan agar Azka duduk di kursi persis di sampingnya. "Nggak bisa Pa, aku bawa saja ya. Makannya nanti di sekolah" ‘’Tapi kan ini masih pagi banget Ka, ayolah sarapan dulu. Sebentar saja, kita kan jarang baget sarapan bertiga’’ ucap mama ‘’Janji ya sebentar aja’’ Azka mendudukkan tubuhnya di kursi samping mama ‘’Iya lah sebentar, emang kamu mau sarapan berapa lama sih’’ sahut papa. Dengan terpaksa, Azka pun ikut makan bersama dengan kedua orang tuanya. Karena Azka adalah anak tunggal, jadi wajar saja mama dan papa selalu berharap bisa bersama dengan Azka dan akan memberikan yang terbaik untuk masa depannya. ‘’Jadi setelah lulus nanti, kamu mau kuliah dimana Ka? Apa perlu Papa yang memilihkan kampusnya?’’ tanya Papa ‘’Eh.. nggak usah Pa. Nanti biar Azka pikir-pikir dulu ya’’ ‘’Tapi kamu jangan sampai salah pilih kampus ya, apalagi sampai salah jurusan’’ ‘’Iya Papa, udah ya Pa, Ma nanti Azka telat. Assalamu’alaikum’’ Ia menyalami papa dan mama lalu bergegas pergi. Sebenarnya pembicaraan di meja makan tidak mengganggu pikirannya, hanya saja ia takut kalau tiba-tiba mama membahas masalah yang kemarin yaitu saat ia memikirkan Rara. Kalau sampai papa tahu bisa-bisa ia langsung kena marah dan akan berakibat fatal. Huft... Semoga nggak telat deh. Setelah memakai sepatu, ia lantas bergegas menaiki motornya. Kemudian tanpa berlama-lama Azka langsung menggas motornya dan melesat dengan cepat. --- Sementara di lain tempat, di rumah Rara lebih tepatnya. Ia masih terlihat sibuk membantu ibu menyiapkan sarapan. Dengan penuh semangat, ia terlihat begitu berbakat dalam hal masak-memasak. Setelah semua masakan selesai, ia langsung membawanya ke meja makan. Disana terlihat Rio yang sedang menunggu sambil memainkan ponselnya. Beberap menit pun berlalu, saat ia melihat jam di tangannya, ia segera ia mengambil tas dan langsung memakai sepatu. "Bu.. aku berangkat ya" Rara menghampiri ibu yang sedang merapikan peralatan memasak di dapur. "Nggak di antar Bang Rio?" tanya ibu, Rara pun hanya menggeleng "Ya udah hati-hati ya" pesan ibu. "iya Bu" jawabnya sambil mencium punggung tangan ibu. "Duluan Bang.. Assalamualaikum" baru beberapa langkah, Rara membalikkan badannya "Bang.. aku tunggu loh janjinya buat beliin buku lagi." Rio yang hendak meneguk teh pun sampai tidak jadi dan menaruhnya kembali "Huh.. Iya Rara adiknya Abang yang cantik, gemesh, pintar, sholehah, baik hati dan tidak sombong plus tercerewet. Udah sana berangkat" Rara tersenyum puas "Ok, terimakasih ya Abanya Rara yang super baik, super pintar, sholeh, dan... super ngeselin. Haha" "Haduh.. Istigfar Rio.. Istigfar. Untung dia adek yang tersayang. Coba aja kalo nggak sayang… " gumam Rio sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Meski naik angkutan umum, tapi Rara tidak pernah mengeluh. Ia selalu berusaha untuk mensyukuri nikmat yang masih bisa ia rasakan hingga detik ini. Baginya cukup sekali saja Rio mengantar sampai gerbang sekolah. Dan jangan sampai terulang lagi. Karena ia tidak mau lagi ada kesalahpahaman saat orang-orang melihat ia diantar oleh laki-laki. Sudah cukup baginya Riska dan Azka yang salah paham dan jangan sampai itu terjadi lagi. Eh.. ngomong-ngomong tentang Azka. Dia kenapa bisa tiba-tiba muncul gitu ya kemaren pas kak Rio bilang dia Aa aku? Apa dia ngikutin aku? Ah masa sih? Tapi ko dia kepo gitu ya kalau aku lagi ngomongin cowok. Pikirannya menerawang jauh Astagfirullah Ra, kamu lagi mikirin apa sih. Ngak boleh gitu ah. Ia langsung tersadar bahwa apa yang ia pikirkan tadi bukanlah hal yang baik. Segera ia beristigfar dan berusaha membuang jauh-jauh pikiran-pikiran yang tidak baik. Akhirnya setelah beberapa menit perjalanan, ia sampai di sekolah. Baru saja ia hendak memasuki gerbang sekolah. Tiba-tiba seseorang menepuknya dari belakang "Assalamualaikum Rara ku yang cantik! " sapa Riska dengan suara yang cukup kencang. Rara pun langsung membalikkan badannya. Sebelum menjawab ia menghela napas "Huh.. Riska, bisa nggak kalo nyapa nggak pake teriak" "Bisa ko, tapi Rara bisa juga nggak kalo ada yang sapa tuh di jawab dulu salamnya" Riska kembali memutar balik pertanyaan Rara. "Hehe.. iya aku lupa, Wa'alaikumussalam Riska sahabatku yang super baik" ucap Rara, namun Riska masih berpura-pura marah. Saat Rara dan Riska sedang mengobrol di depan gerbang sekolah, dari kejauhan ada sesorang yang sedang memperhatikan mereka berdua. ‘’Ouh,, jadi namanya Rara, tapi dia anak kelas mana ya? ko rasanya belum pernah liat dia deh’’ gumam seseorang, yang masih terus memperhatikan mereka. No, bukan mereka lebih tepatnya ia memperhatikan Rara Rara dan Riska masih terus mengobrol di depan gerbang sekolah, bahkan sampai gerbannya hendak di tutup mereka masih di sana. Sampai-sampai pak satpam menegurnya. "Neng,, kalian mau masuk atau nggak nih. Kalo nggak mau saya tutup nih gerbangnya" tegur salah satu satpam. "Eh.. mau lah pak, ayo Ris masuk" Rara langsung menarik tangan Riska Setelah menyusuri beberapa koridor, mereka pun sampai di kelas masing-masing. Karena bel belum berbunyi, maka Riska ke dalam kelas untuk menaruh tasnya dan setelahnya ia akan ke ruang kelas Rara. Sebuah kertas putih terlipat ada di dalam kolong meja yang Rara tempati. Awalnya ia tidak tahu, tapi saat ia ingin meletakkan ponselnya di kolong meja. Ia merasakan ada sesuatu dan saat ia ambil ternyata sepucuk surat. Rara tidak menyangka kalau surat itu di tujukkan untuknya, karena selama ini ia tidak pernah menerima surat dalam bentuk apapun dan dari siapapun. Kecuali surat undangan rapat untuk orang gua wali murid dari sekolahnya. Tadinya ia ingin membuangnya langsung, tapi saat ia ingin membuang di luar surat tertulis bahwa itu memang surat untuknya. Rasa penasaran pun tak kuasa tertahankan. Ragu tapi kepo, itulah yang ada di benaknya saat ia mulai membukanya. Baru saja Rara ingin membacanya seseorang memanggil namanya "Ra.. Rara.. Aku minjem pulpen lagi dong, boleh ya.. ya.. ya please" pinta Azka Refleks Rara pun menoleh ke arahnya "Bukannya kemaren kamu bilang katanya udah beli pulpen ya" tanyanya heran. Jleb... pertanyaan Rara otomatis membuat Azka diam beberapa saat. "i..iyaa. Tapi ketinggalan di rumah, soalnya semalam di pake belajar" jawabnya bohong. "Nih.. Kalo masih perlu nggak usah dibalikin dulu. Pakai aja" Azka hanya mengangguk. Haduh Azka.. Azka. Berawal dari satu kebohongan, maka muncul kebohongan lain yang akan terus menerus. Kembali mengingatkan pada kejadian kemarin siang saat Azka diam-diam membuntuti Rara dan Riska saat Rara ingin memberitahu tentang kakaknya. Karena jauh di lubuk hati yang terdalam rasa ingin tahunya begitu besar melebihi rasa ingin tahu yang dimiliki Riska. Dari awal percakapan antara Rara dengan Riska, ia begitu serius mendengarkan tanpa terlewatkan satu kata pun. Sampai saat Rio Abang Rara datang dan memperkenalkan dirinya, refleks ia kaget dan membuka suarannya. Dan saat itulah kebohongan pertamanya dimulai. Ia beralasan ingin mengembalikan pulpen yang di pinjamkan Rara kepadanya. Padahal kan ia biaa mengembalikan sesaat sebelum Rara keluar kelas, tapi kenyataannya berbeda. Dan alasannya itu pun sukses membuat Rara, Azka dan Rio percaya dengannya. Setelah percakapan singkatnya dengan Azka, tak lama kemudian seorang pengawas ruangan pun masuk dan akan segera memulai ujian. ---- Jam pertama telah selesai, guru pengawas pun sudah meninggalkan ruangan. Dan para siswa/i pun sudah bubar untuk istirahat. Rara yang tadinya ingin mengambil buku pelajaran untuk di pelajari kembali, seketika teringat dengan surat yang tadi pagi ia temukan di bawah kolong meja. Ragu tapi penasaran, itu yang memenuhi hati dan pikirannya. Ia ragu kalau surat tersebut bukan surat yang baik untuknya, namun ia juga penasaran karena bisa saja isi surat tersebut penting. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka dan mulai membacanya. "Bismillah" ucapnya Assalamualaikum, Selamat pagi untukmu Izinkan aku sang pengagum rahasiamu Untuk menyertakan namamu dalam setiap doaku Wassalamu'alaikum Sang Pengagum Rahasiamu Dalam hitungan detik, Rara diam mematung saat mengetahi isi surat tersebut. Singkat, namun penuh makna yang begitu dalam. Pengagum Rahasia? Siapa dia? Aku kan nggak pernah dekat sama siapapun? Apa mungkin ada yang diam-diam menaruh hati dengan aku? Ah masa sih, kepedean banet sih kamu Ra. Hati dan pikirannya didera banyak pertanyaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments