Chapter 2 - Semua Karena Rara

Dalam perjalanan menuju rumah, Rio bertanya tentang Azka pada adiknya. Ia ingin memastikan kalau Rara dan Azka tidak ada hubungan apa-apa. "Dia cuma teman aku Bang, lagian tuh si Azka kan sok cool gitu, jadi tidak mungkin lah dia ada perasaan sama aku. Apalagi aku kan selalu jaga jarak sama laki-laki. Jadi Abang tidak usah mikir yang aneh-aneh ya" jelas Rara. "Tunggu deh, ini kan bukan jalan ke arah rumah" gumam Rara pelan saat menyadari kalau Rio sepertinya akan membawanya pergi. "Eh...ehh Bang, ini kita mau kemana sih" tanyanya bingung. "Udah kamu diam saja, nanti juga tau kita mau kemana" jawab Rio santai. Huft dasar, untung sayang. Coba kalo ngak.. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di depan sebuah cafe. Eh tidak, lebih tepatnya mereka sampai di sebuah toko di samping cafe. Ya Rio mengajak adiknya ke sebuah toko buku. Entah tujuannya apa, tapi sepertinya ia ingin membeli buku. Tapi kenapa juga Rara harus ikut? ya supaya Rio tidak merasa jomblo haha. "Ngapain si Bang kita ke sini" ucap Rara saat turun dari motor lalu melepas helmnya. "Oh aku tau.. Abang ngajak aku ke sini supaya aku temenin dan biar ngak di kira jomblo. Ya kan? ngaku deh" goda Rara "Sstt bawel banget.." Rara memotong ucapan Rio. "Bawel? Bukannya bawel itu ikan ya Bang" ia berpura-pura berpikir. "Itu ikan Bawal Rara sayang, cantik, manis tapi cerewet. Udah ayo masuk, mau Abang traktir novel ngak nih" ucapnya gemash, sedangkan Rara hanya tertawa senang. Akhirnya mereka pun berjalan memasuki toko buku tersebut. Sesampainya di dalam, mereka kembali ribut. "Bang liat novel dulu ya.. ya.. ya please" rengek Rara "Ngak ah, mending kita liat-liat komik dulu aja. Kan kamu Abang yang traktir, jadi harus nurut sama Abang. Ok" "Iihh.. Abang mah ngak mau ngalah. Ya udah kalo gitu kita masing-masing aja. Terus nanti ketemunya di meja kasir" ucapnya dengan wajah cemberut. "Oke, duluan ya by. Awas jangan sampai nyasar loh Haha" setelah meledek Rara, Rio langsung berlalu menuju buku rak komik yang mana itu buku favorit Rio. Begitu juga dengan Rara, dengan penuh semangat ia langsung menuju rak-rak buku kumpulan novel. Karena ia hobi sekali dengan membaca apalagi kalau yang ia baca adalah novel, dalam satu minggu saja ia bisa menyelesaikan beberapa buah novel yang cukup tebal. Bagi Rara sendiri, waktu yang paling menyenangkan adalah saat ia benar-benar bisa fokus dengan buku bacaannya tanpa ada gangguan dari siapapun. Ya begitulah sifat Rara. Sesampainya di salah satu novel, ia begitu senang bukan main. Novel yang selama ini ia incar selama beberapa bulan, akhirnya ia temukan. Dan tidak tanggung-tanggung, ia mengambil beberapa novel yang paling terbaru untuk ia beli, eh maksudnya di beliin bang Rio. "Mudah-mudahan aja si Abang mau deh beliin semua ini" gumamnya dengan memegang beberapa novel. "Mending sekarang aku cari aja si Abang, kemana sih tuh orang. Emang ngak takut apa kalau adek tercantik dan tercerewetnya hilang" Belum sampai ia melangkah, ponsel di dalam saku roknya bergetar. Dan ternyata ada pesan masuk dari ibu. Dari: Ibu Assalamualaikum Ra.. kamu ko sudah jam segini belum pulang, bukannya kalau ujian pulangnya cepat ya. Kamu ngak kenapa-kenapa kan Ra? Jangan pulang lama-lama ya, kamu kan masih ujian jangan main kemana-mana dulu loh. Ibu nungguin kamu nih, cepat pulang yah. Wassalamu'alaikum. Setelah membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke ponselnya. Rara justru diam terpaku, ia merasa bersalah dengan ibunya. Sampai-sampai tidak sengaja seseorang menabraknya dari belakang. Bruukk.. Buku-buku dan ponsel yang sedang ia genggam jatuh seketika. Begitu juga dengan tubuhnya yang juga ikut terjatuh. "Aduhh.. Sakit ihh" Rara meringis sakit, karena saat ia terjatuh kepalanya membentur rak-rak buku yang ada di belakangnya. Sementara si penabrak membantu merapikan buku-buku dan ponsel Rara yang terjatuh lalu memberikannya "Nih.. Sorry ya saya lagi buru-buru" ucap seseorang itu sambil menyerahkan buku pada Rara dengan wajah yang tertunduk. Entah kenapa ia menunduk, yang pasti sebelum Rara bangkit ia sudah menghilang. "Huft.. bukannya tolongin, malah ngilang dasar aneh" Saat ia mencoba bangkit tiba-tiba Rio datang "Haha.. ya ampun Ra.. kamu ngapain si di duduk di situ. " Bukannya nolongin Rio malah meledek yang membuat Rara semakin kesel. "Ngak lucu tau! Udah tau adeknya jatuh terus kesakitan bukannya di bantuin malah di ledek. Sebel!" "Jatuh? Ko bisa? Lagi ngapain emangnya Ra? Atau kamu... " Rara dengan cepat memotong "Sstt.. aku ini habis jatuh Bang bukan lagi interview. Jadi ngak usah interogasi aku deh" Akhirnya setelah Rio puas mendengar ocehan adik tersayang sekaligus cerewet. Ia pun membantu Rara dan segera mengajaknya pulang. "Astagfirullah Bang, tadi Ibu sms aku suruh pulang cepat. Dan Abang ngajak aku ke sini belum bilang sama Ibu kan? "tanyanya serius. "Terus kenapa?" jawab Rio santai tanpa merasa bersalah. "Tuh kan, nanti aku yang di marahin Ibu Bang. Abang kan tau kalau lagi ujian aku ngak boleh main. Udah ayo cepetan Bang kita pulang" Rara menarik tangan Rio dan langsung mengajaknya pulang. Sebenarnya sih Rio merasa bersalah saat ia sadar kalau ia belum izin untuk mengajak Rara pergi. Tapi sudah terlambat, ibu pasti curiga kenapa Rara pulang telat dan pasti akan kena tegur. Ibu memang melarang Rara untuk pergi saat ia masih ujian di sekolah. Alasannya agar Rara lebih fokus belajar dari pada main yang mana hanya membuang waktu saja. Karena kalau sudah pergi keluar dengan temannya Rara pasti lupa waktu. Kalau tidak di ingatkan, tidak mungkin Rara akan pulang cepat. Pasti ia akan pulang lewat maghrib. Kurang lebih 30 menit waktu yang di butuhkan untuk sampai ke rumah. Karena memang jarak dari toko buku tersebut cukup jauh, belum lagi ditambah jalanan yang sering macet. Rara tahu kalau ibu pasti sudah menunggunya dan sudah siap untuk menegur. Mau tidak mau Rara harus menerimanya, karena ia melanggar aturan yang ibu buat. Akhirnya mereka pun sampai ke istana mereka yang sederhana, dari kejauhan terlihat ibu yang sedang membersihkan halaman rumah. Dengan penuh rasa dag dig dug Rara pun menghampiri ibu. "Assalamualaikum Bu" dengan wajah datar dan pasrah ia menyalami Ibu diikuti dengan Rio setelahnya. "Wa'alaikumussalam, kamu langsung masuk aja. Makanannya sudah ibu siapkan dan jangan lupa ganti bajunya dulu ya" ucap ibu lembut seperti tidak ada apa-apa, padahal Rara tahu kalau sebenarnya ibu sudah menyiapakan waktu untuk menegurnya. Mendengar perintah ibu, segera ia masuk ke dalam tanpa menolak. Biasanya sih Rara selalu nolak alasannya nanti lah, masih kenyang, belum lapar dll. Tapi kali ini ia nurut, karena ia sudah membuat satu kesalahan pada ibu. Dan kalau ia menolak bisa-bisa saat itu juga teguran ibu di mulai. Aduh gimana nih, gara-gara si Abang nih. Aarrgg sebell!. Ucapnya dalam hati saat ia masuk ke dalam untuk mengganti baju. Selesai ganti baju, ia langsung segera menuju meja makan. Ternyata di sana sudah ada ibu dan bang Rio yang menunggunya untuk makan siang bersama. Suasana meja makan yang biasanya hangat dan ramai karena saling berbincang. Kini menjadi dingin dan sepi, hanya terdegar dentingan suara sendok dan garpu yang saling begantian. Beberapa menit pun berlalu, mereka telah menyelesaikan makan siang. Rara pun segera membereskan meja makan tersebut dan juga membersihkan piring yang kotor. Sebenarnya ibu tidak menyuruh, tapi karen Rara merasa bersalah maka ia pun melakukannya tanpa diminta. "Emang bener Ra, tadi Bang Rio yang ngajak kamu? Bukan kamu yang ngajak Bang Rio?" Ibu mulai membuka suara saat Rara sudah selesai dan duduk kembali di meja makan. "Iya Bu, maaf ya tadi aku ngak izin sama Ibu dulu" jawabnya dengan wajah tertunduk. "Kalau kamu jujur Ibu ngak akan marah, lagi pula kan bukan kamu yang minta pergi kan. Tapi jangan di ulang lagi ya". Tangan Ibu menyentuh dagu Rara dengan maksud agar Rara menatap Ibu. "Ra.. Sebagai permintaan maaf, kamu boleh ko beli buku lagi yang kamu suka.." belum sampai selesai berbicara, Rara memotongnya begitu saja. "Bener ya Bang, ngak boleh bohong loh" ucapnya penuh semangat. "Hmm tadi diam-diam aja, eh giliran ngomongin buku aja langsung nyamber" Rio mulai memancing Rara "Yah kan gara-gara Abang, aku jadi di telat pulangnya" kesalnya. Ibu yang melihat tingkah keduanya hanya geleng-geleng kepala. Bagi ibu meski kini anak-anaknya sudah dewasa, namun kalau sedang bertengkar seperti ini mereka kembali mengingatkan ibu saat keduanya masih kecil. --- Rara.. Rara.. dan Rara itulah yang ada di pikirannya sepanjang perjalanannya menuju rumah. Tak henti-hentinya ia terus memikirkan Rara dan juga Rio kakaknya. Pertanyaan Riska terus terngiang-ngiang di kepalanya. Apakah mungkin kalau yang jemput Rara tadi memang kakaknya atau mungkin pacarnya? "Huuhh... Rara.. Rara. Kenapa sih kamu harus hadir dalam hidupku, bikin aku.. " Belum sampai ia melanjutkan ucapannya, Azka hampir saja menabrak seorang pejalan kaki yang sedang menyebrang. "Aduh Azka.. Azka.. hampir saja kamu berurusan sama polisi. Kalau sampai itu terjadi gimana coba pandangan Rara.’’ ucapnya pelan Setelah menempuh kurang lebih 20 menit plus hampir terjadi insiden tabrakan. Azkan pun sampai di rumahnya. Rumah yang cukup luas dengan taman kecil di bagian halaman depan membuat suasana rumah tersebut tampak asri dan indah saat mata memandang. Tanpa membuang waktu Azka langsung masuk begitu saja tanpa mengucapkan salam. Ia langsung rebahkan tubuhnya ke sofa yang ada di ruang keluarga. Tanpa Azka sadari seorang wanita sudah memerhatikannya sejak tadi. "Ekhmm.. Wa'alaikumussalam" ucap seseorang yang tiba-tiba datang, tentu saja membuat Azka kaget dan membuatnya merubah posisi dari tiduran jadi duduk. "Eh Mama.. Assalamualaikum Mama cantik" Ternyata ia adalah mama Azka. Bukan Azka namanya kalau ia melakukan kesalahan bukannya langsung minta maaf, malah merayu agar tidak kena marah. "Azka.. harus berapa kali lagi sih Mama ajarin kamu, kalau masuk atau keluar rumah biasakan ucapkan salam" Mama langsung duduk di sebelah Azka. "Eh.. Iya Ma, maaf ya Mama ku yang cantik. Janji deh ngak di ulang lagi." ia lantas bangkit dari posisinya "Aku ke kamar dulu ya Ma" pamitnya kemudian berlalu menuju kamar. Sejurus kemudian Azka yang hendak membuka pintu kembali di kejutan dengan teriakan mama "Azka.. ini tas kamu kenapa ngak di bawa juga. Kalo ada yang ilang Mama ngak tanggung jawab loh ya" Azka lantas menepuk jidatnya, kenapa coba tas itu harus ketinggalan. Tapi biarlah, toh di dalamnya juga cuma ada beberapa buku aja. Bukannya menanggapi ucapan mama, Azka malah tidak peduli dan tetap ingin masuk ke kamarnya. "Aduhh.. Rara.. Rara.. kenapa sih kamu bisa secantik, semanis, sepolos, dan se se se yang lainnya" ucapnya yang tanpa sadar di dengar oleh seseorang. "Rara.. siapa itu? Pacar kamu ya?" Mama memergoki Azka yang tengah bergumam sendiri dengan pintu kamar yang tidak di tutup. Mama? Ko Mama bisa ada disini sih. Aduhh.. gawat nih, bisa-bisa Mama mengajukan berbagai pertanyaan yang banyak buanget, berasa di interview nih. Pertanyaan mama sukses membuat Azka terdiam. Lidahnya seolah kaku dan mulutnya seperti di kunci. Tidak hanya sepatah kata pun yang terucap. Hanya berbagai tingkah aneh yang ia tunjukkan. "Azka..." tegur Mama "Eh iya Ma, tadi Mama nanya ke aku ya" pertanyaan macam apa itu "Terus menurut kamu Mama ini tadi nanya siapa? Kucing?" sahut mama dengan wajah yang kesal. "Maaf Ma.. maaf, Mama ko bisa masuk sih. Perasaan Azka udah kunci deh pintunya" ucapnya sambil mengingat-ingat. "Perasaan? Haha" mama spertinya sedang menggoda Azka. "Kayaknya perasaan kamu ke si Rara.. Rara itu ada sesuatunya deh, sampai pintu ngak di tutup aja dibilang di kunci. Haduh.. Azka.. Azka" mama sudah tak bisa menahan tawanya, sementara Azka terlihat malu-malu. "Mama serius Azka. Siapa itu Rara" tiba-tiba ucapan mama begitu serius. "Hah? Itu Ma.. anu.. Ehmm temen Azka yang pinter banget. Hehe" akhirnya Azka pun berbicara tapi tidak jujur. "Azka, Mama tau kalau kamu lagi tertarik sama perempuan yang namanya Rara kan? Mama emang tidak melarang, juga tidak mengiyakan perasaan kamu ke dia. Mama cuma tidak mau karena perasaan kamu ke dia, itu membuat sekolah kamu jadi terganggu. Apalagi saat ini kan kamu sedang ujian, Mama tidak mau kamu lebih memikirkan perasaan kamu dari pada sekolah kamu. Pokoknya urusan jodoh itu sudah ada yang mengatur, jadi kamu fokus saja sama sekolah kamu." Setelah menasihati Azka panjang lebar, Mama pun berlalu meninggalkan Azka. Seketika pikirannya tentang Rara hilang begitu saja. Tergantikan dengan nasihat yang baru saja mama ucapkan kepadanya. Kenapa ya dengan Mama, apa salah kalau aku tertarik sama Rara. Lagi pula kan perasaan ini juga hadir tanpa diminta. Sebenarnya mama tidak tega bicara seperti itu pada Azka Hanya saja kalau tidak dari awal diberi ketegasan, yang mama takutkan adalah Azka lebih mementingkan urusan yang seperti itu dari pada masa depannya. Setelah mama benar-benar menjauh dari kamarnya, segera mungkin ia menutup bahkan mengunci pintu kamarnya agar tidak terjadi tragedi seperti tadi. ‘’Rara..Rara.. Ini semua karena dia. Karena dia, hari ini aku harus behadapan dengan banyak tragedi yang tidak terduga.’’ ia menjeda ucapannya ‘’Eh masa karena Rara sih, yang melakukan siapa yang di salahkan siapa. Duh dasar Azka.. haha’’ ucapnya kemudia ia pun berlalu untuk ganti baju.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!