Part 4. Antara Dendam dan Cinta

Saat terbangun, Nia sudah tidak mendapati Regal tak berada di sisinya. Ia pun hanya mendesah mengingat apa yang sudah ia lakukan dengan Regal.

Ia pun bergegas untuk membersikan diri dan berencana mengunjungi Alisa yang berada di rumah sakit jiwa.

Dibawah guyuran air shower, Nia membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhannya dengan Regal. Sebuah penyesalan pun menghampiri, " Kenapa aku melakukannya."

****

Nia berdiri di depan sebuah bangunan yang tak diharapkan semua orang. Namun di tempat itulah Nia harus menitipkan kakaknya yang mengalami depresi, karena hanya itu jalan satu-satunya dan berharap suatu hari nanti kakaknya bisa kembali sembuh.

Pllaakkk....

Sambutan yang diterima Nia saat menemui kakaknya. Seketika suasana terasa hening sesaat, Nia terkejut dengan apa yang di terimanya secara mendadak.

"Kak, apa yang kakak lakukan?" tanya Nia namun Alisa malah tertawa lepas, seakan puas dengan apa yang di rasakan Nia.

Alisa pun bertepuk tangan, lalu ia menimang-nimang boneka yang selalu di gendongnya.

Nia menitikkan air mata, melihat nasib kakaknya yang menjadi gila. 'Andai waktu itu aku tidak melakukannya, mungkin kak Alisa tidak akan seperti ini. Aku yang salah, akulah penyebabnya, Aku yang patut di salahkan. Maafkan aku kak.'

Nia segera menghapus air matanya dan kembali mendekati Alisa. Ia pun membawa Alisa duduk di taman. Nia pun dengan menyisir rambut kakaknya yang berantakan dan jarang sekali di sisir.

"Kak, apa kakak sangat menderita selama tinggal di rumah itu?" tanya Nia sambil terus menyusuri rambut kakaknya.

"Dia itu jahat, dia bunuh anakku, dia dorong tubuhku." racau Alisa, membuat pergerakan tangan Nia terhenti.

'Siapa yang dimaksud kak Alisa, dia siapa?' gumam Nia.

"Kok berhenti, ayo lanjutkan." Alisa pun kembali merengek dan sesekali ketawa, sesekali dia menangis, setiap teringat memorinya mengingat masa lalu.

"Nia sayang, titip Mumun ya, aku mau ambil susu dulu." Alisa pun memberikan Boneka yang selalu di gendong kakaknya yang di anggapnya adalah anaknya, padahal saat mengandung tiga bulan, Alisa mengalami keguguran akibat terjatuh.

"Kak, kapan kakak bisa sembuh, aku merindukan kakak yang dulu. Kakak Nia sudah gak punya siapa-siapa lagi selain kakak, cepat sembuh kak, biar kita bisa memulai hidup yang baru." Nia pun menangis terisak melihat kondisi kakaknya yang benar-benar membuatnya prihatin.

Alisa pun kembali membawa segelas susu, dan juga sebuah buku di tangannya.

Ia pun kembali duduk dan mengambil Mumun dari tangan Nia, lalu ia menyerahkan buku kepada Nia.

"Baca, biar Mumun bisa bobok." perintah Alisa.

"Iya kak." Jawab Nia, lalu membuka kembali buku tersebut yang sudah sekian kalinya Nia membaca ulang.

"Kamu harus buat dia menderita, dia pantas pendapatannya. Nia, jagain papanya Mumun ya, dia baik, tapi nenek lampir itu yang jahat." racau Alisa lagi sebelum tertidur dan bersandar di pundak Nia.

Selama Alisa tidur, Nia pun bercerita panjang lebar mengenai apa yang ingin dia lakukan, dengan bercerita dengan sang kakak, hati Nia terasa lapang, walaupun Nia sadar jika semua ucapnya tak akan di dengar kakaknya.

"Kak, apa yang harus aku lakukan, aku sudah terlanjur terjerumus dalam hubungan gelap ini, di satu sisi aku masih mencintainya, aku tidak bisa melupakannya, tapi di sisi lain setiap aku mengingat kakak, aku jadi membencinya, Apa lagi apa yang sudah di perbuat nya pada kakak. Apa aku salah kak jika aku masih ingin bersamanya, dia adalah cinta pertamaku yang harus aku lepaskan demi kak, dan sekarang aku tidak rela, dia jadi milik orang lain. Aku benar-benar dilema kak, hiks... hiks..." Nia benar-benar dilema, dengan keputusannya yang menyiksa batinnya.

Hampir setengah hari, Nia menghabiskan waktu bersama kakaknya di rumah sakit jiwa, Nia pun harus meninggalkan Alisa kembali, berat rasanya namun Nia harus tega, demi kesembuhan sang kakak, dan juga demi balas dendamnya.

Saat keluar dari rumah sakit jiwa, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Evan yang hendak masuk ke rumah sakit jiwa tersebut.

"Nia, kamu ngapain ke sini?" tanya Evan. "Apa ada keluargamu yang-"

"Aku hanya menjenguk teman, yang bekerja di sini. Kamu sendiri ngapain ke sini?" tanya balik Nia, setelah berhasil menyakinkan Evan agar tidak curiga.

"Oh, aku Mau mengantarkan barang milik kakakku. Oya tunggu di sini sebentar, aku antarkan ini, habis itu kita makan siang bersama, aku yakin kamu belum makan siang kan. Tunggu di sini dan jangan kemana-mana." Evan pun bergegas mengantarkan barang milik kakaknya.

"Sudah?" tanya Nia saat mendapati Evan sudah kembali. Evan pun mengangguk.

Mereka pun memutuskan untuk makan siang di salah satu cafe terdekat dari rumah sakit.

"Kamu gak kerja Van?" tanya Nia sembari menunggu pesanan datang.

"Kerja, kamu tau sendiri kan, pak Regal sering menyuruhku keluar, makanya sekalian ini tadi. Oya, bagaimana keadaanmu, sudah lebih baik? Kamu gak tau Bu Maya kalau sudah marah kaya apa. Aku pernah melihatnya sekali waktu dia memperlakukan mantan istri pak Regal, dia sangat keterlaluan sampai-sampai Wanita itu keguguran, gara-gara di dorong oleh Bu Maya." jelas Evan panjang lebar.

'Apa mungkin wanita yang di maksud Evan itu kak Alisa. Kalau benar iya, aku akan buat perhitungan dengannya, mereka harus membayar setiap penderitaan yang di alami kak alisa.' gumam Nia.

"Nia... Nia... kamu gak papa?" tanya Evan yang mendapati Nia sedang melamun dan mengabaikan dirinya.

"Ah, maafkan aku Evan, bukan maksudku mengabaikan mu." saut Nia yang mereka bersalah.

"Oke, kamu sendiri bagaimana? apa masih ingin bekerja di kantor? atau mau mengundurkan diri?"

"Entahlah, aku masih bingung, jika aku kembali, itu artinya aku harus siap mendengar cibiran dan juga hinaan mereka yang sudah mencap diriku ini pelakor, tapi jika tidak, aku belum punya pekerjaan cadangan."

"Jangan kuatir Nia, aku akan selalu ada untuk mendukungmu. Jika aku boleh kasih saran, lebih baik lepaskan pak Regal, dia pria beristri, tidak seharusnya kamu menggodanya, masih banyak laki-laki lain yang mau termasuk aku." ucap Evan sambil menggenggam tangan Nia.

Mendengar ucapan Evan, Nia pun menepis tangan Evan dan disaat itu juga makanan yang dipesan pun datang, Nia segera mengalihkan pembicaraan dan segera menikmati makan siang tanpa membahas hal yang tidak di inginkan Nia.

Evan hanya bisa mengulum senyum, setiap ingin mengutarakan perasaannya, Nia selalu saja menghindar, namun Evan tak memaksakan diri, ia yakin suatu hari nanti, wanita yang sekarang ada di depannya bisa mencintai dirinya.

To Be Continued. ☺️☺️☺️☺️

Terpopuler

Comments

~Kaipucino°®™

~Kaipucino°®™

maya yg dorong alisa? hmmmmm... berarti si pelakor lbh garang dibandingkan si empunya suami 🙈🙈🙈

2022-08-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!