Pagi ini berbeda dengan sebelumnya. Arfan mengantarkan Cempaka ke kampus bersamaan dengan dirinya yang juga ada mata kuliah pagi.
Cempaka memberikan helm milik sang kekasih, “Makasih ya, udah mau pergi bareng aku.”
“Sama-sama sayang.” Arfan tersenyum lebar, “kamu udah bilang ke Abi untuk batalin perjodohan itu?”
Cempaka menggeleng, “Abi nggak bahas apa-apa semalam. Kata Umi, siangnya Abi ketemu sama temen lamanya itu, tapi Abi cuma diam aja.”
“Lebih baik kamu langsung menolak aja perjodohan itu. Kamu harus tegas.”
“Aku udah tolak, tapi waktu itu Abi masih ngotot.” Netra cempaka melebar, “kayaknya Abi udah nyerah deh, makanya dia nggak bahas semalem. Harusnya, Abi bahas perjodohan itu lagi setelah ketemu temannya ‘kan?”
Arfan memerhatikan lalu-lalang orang di depannya. Ia yang berpikir sama dengan Cempaka kini menganggukkan kepala, “Kamu benar. Mungkin aja itu nggak jadi.”
Cempaka tersenyum. Ia mengusap-usap pundak sang kekasih, “Kalau gitu kamu bisa fokus belajar dulu. Kita selesaiin aja kuliah ini dulu.”
Mereka kini sudah di dalam gedung kampus. Arfan masih setia mendengarkan cerita sang kekasih. Hingga seseorang memanggil Cempaka.
“Cempaka!”
Gadis yang dipanggil serta kekasihnya berhenti melangkah. Aka melihat tidak jauh dari dirinya ada Hanafi menatap ke arahnya.
“Saya, Pak?” tunjuk gadis yang hari ini rambutnya terkuncir. Ia menunjuk diri sendiri.
“Iya, kamu. Saya tunggu di ruangan saya, lima menit lagi. Ada yang ingin saya bicarakan sebelum jam kuliah mulai,” ujar pria yang hari ini memakai kemeja dengan setelan jas. Ia melanjutkan langkahnya kembali.
Cempaka mengangguk ragu. Setelah Hanafi pergi, ia merengek pada Arfan yang masih ada di sampingnya.
“Gimana ini, Fan?” Dahi Arfan berkerut, “itu loh yang aku ceritain sama kamu semalem. Dosen yang aku kira tukang ojek. Sekarang dia suruh aku ke ruangannya. Apa dia mau marah ya sama masalah kemaren? Terus nggak lulusin aku di mata kuliahnya? Aaaa, sayang tolongin aku.”
Arfan menepis tangan Cempaka yang bergelayut pada lengannya, “Kamu coba temui dulu. Kalau dia sampek bawa masalah pribadi ke pelajaran, kita bisa aduin ke Dekan.”
Cempaka berhenti merengek, “Iya, kamu bener. Kalau gitu aku pergi duluan ya. Selesai ketemu Pak Hanaf. Aku langsung ke kelas.”
Cowok berkaus dilapisi jaket berbahan jeans itu tersenyum manis. Senyum yang selalu bisa membuat Cempaka semangat. Ia juga mengusap kepala Aka dengan sayang.
“Aku juga mau langsung ke kelas. Semangat ya! Hadepin aja kalau kamu merasa benar.”
Cempaka mengangguk. Ia mengepalkan ke dua tangan di depan dada sembari tersenyum, “Semangat!”
Setelah itu mereka berpisah di pertigaan koridor. Cempaka lekas menuju ruangan Dosen. Satu ruang bisa diisi dengan empat sampai lima Dosen. Ruangannya cukup besar dengan fasilitas pendingin ruangan, komputer, dan lemari berbentuk loker serta rak.
Ketika membuka pintu. Cempaka disambut oleh Hanafi di meja paling depan. Hanya ada Hanafi di sana. Dosen yang lain tidak terlihat batang hidungnya. Mungkin sudah pergi mengajar, pikir Cempaka.
Gadis berbaju kuning dan celana jeans kulot ini, lantas duduk di depan meja Hanafi.
“Siapa yang suruh duduk?”
Mendapat pertanyaan seperti itu dengan cepat Cempaka berdiri. Ia terkejut kalau apa yang baru saja ia lakukan salah.
“Maaf, Pak.”
“Silakan duduk!”
Cempaka benar-benar jengkel dibuatnya. Ia seperti dipermainkan. Mau tidak mau ia menurut saja untuk kembali duduk.
“Kamu tau ‘kan kalau saya ini adalah pengganti Pak Burhan untuk mengisi peminatan di kelas kamu?”
Cempaka mengangguk, “Tau, Pak.”
“Maka dari itu. Semua dari tugas sampai ke nilai mahasiswa sekarang saya yang handle.” Hanafi menunjukkan laptop miliknya. Dilayar benda persegi itu terdapat sebuah data dari kelas-perkelas yang sekarang Hanafi ajar, “lihat ke sini! Nilai kamu banyak yang kosong dalam peminatan saya. Ada pun itu hanya pas-pasan.”
Dengan jelas Cempaka bisa melihat nama dan nilainya sendiri. Dia memang sering bolos di mata pelajaran Pak Burhan saat itu.
Hanafi memutar kembali laptopnya, “Bukan kamu aja. Ini juga ada Kalya dan Olive yang nilainya juga kurang.”
Bagaimana tidak kurang. Cempaka tahu sendiri kalau kedua sahabatnya itu sering bolos bersamanya. Bahkan mereka yang selalu mengajak Cempaka.
“Apa seperti ini bisa untuk ikut KKN bulan depan?”
Cempaka membuang muka saat Hanafi menatapnya ttajam. Beberapa detik berikutnya gadis itu menatap Dosennya dan mendekatkan tubuh pada ujung meja.
“Apa nilai yang tertinggal itu nggak bisa disusul dari sekarang, Pak? Kasih tugas apa gitu, Pak.”
Hanafi terlihat berpikir sejenak.
“Please, Pak. Saya mau ikut KKN. Biar bisa cepat susun skripsi dan tahun depan bisa wisuda. Bantu saya dong, Pak.”
Hanafi itu memang orang yang tegas, tetapi bukan pula Dosen yang kejam. Pria ini seketika menganggukkan kepala, membuat gadis berkulit kuning langsat itu mengembangkan senyumannya. Namun, Hanafi dengan cepat memalingkan pandangan ke laptop kembali.
“Beri tahu dua temanmu. Besok saya akan memberikan tugas untuk kalian.”
“Terima kasih, Pak!” Cempaka berdiri dan merunduk-runduk kesenangan, “saya boleh balik ke kelas?”
“Iya, silakan.” Baru berjalan beberapa langkah Hanafi bersuara lagi, “lain kali jangan suka bolos. Tidak semua Dosen memberi keringanan seperti saya.”
Cempaka tersenyum canggung, “Iya, Pak. Maaf.” Ia membuka pintu dan berlari keluar ruangan sebelum Hanafi menasihatinya untuk yang ke sekian kali.
...****************...
Cempaka menghela napas setelah bokongnya mendarat di kursi yang ada di kelas.
“Dari mana aja lo? Untung Dosen belum datang. Kalau nggak bisa dicap terlambat lagi.” Itu suara Kalya. Gadis tomboy itu duduk di depan Cempaka sekarang.
Cempaka menoleh ke Olive yang sedang memasang cat kuku di sebelahnya, kemudian beralih melihat Kalya kembali.
“Lo berdua harus dengarin gue!”
Olive yang tadinya sedang fokus pada kegiatannya kini menatap Cempaka, “Ada apa?”
“Tadi sebelum ke kelas gue di panggil sama Pak Hanaf buat ke ruangannya. Dia—“
“Kenapa? Karena lo ngira dia tukang ojek itu? Kok lo nggak aja gue sih? Gue ‘kan mau ketemu Pak Hanaf yang ganteng itu.” Olive tidak berhenti bertanya sampai memotong perkataan Cempaka yang belum selesai.
“Dengerin dulu orang lagi mau ngomong!” bentak Kalya yang merasa kesal.
Olive menekuk bibirnya ke bawah. Ia sekarang memilih diam dan melanjutkan mengecat kuku tangan sembari mendengarkan.
“Lanjut, Ka!”
“Gue juga ngiranya si gitu. Bakal diomelin masalah salah ngira, taunya bukan. Dia bahas nilai gue yang kurang dimata pelajaran dia selama Pak Burhan yang ngajar.”
Cempaka melanjutkan ceritanya dengan memberi tahu kedua sahabatnya itu juga dapat tugas tambahan untuk menutupi nilai yang kurang.
Kalya tampak lesu dengan menopang dagu, “Gue itu suka males ngadirin peminatannya Pak Burhan.”
“Sama.” Olive tiba-tiba menyeletuk, “tapi kali ini gue nggak males lagi. Karena yang ngajarnya Pak Hanaf ganteng. Gue semangat!”
Cempaka berdecih mendengar penuturan Olive yang tidak jauh-jauh dari cowok tampan.
Keles pun berangsur tenang karena Dosen yang mengisi mata kuliah pagi hari ini sudah memasuki kelas. Cempaka dan teman-teman akan fokus belajar sekarang. Masalah Pak Hanaf akan diurus belakangan.
...****************...
“Di hukum enak nggak sih, Yum?”
Gadis yang sedang menyantap seblak itu mendongak, “Nggaklah, siapa juga yang mau dihukum.”
“Maksud gue itu, masuk fakultas hukum.”
Dahi Ayumi mengerut, “Tumben lo nanyain fakultas gue? Mau pindah? Menurut gue semua fakultas pasti ada enak dan nggaknya.”
Cempaka menghela napas panjang sembari menatap seblaknya yang tinggal setengah porsi.
“Ada apa sih?”
“AYUMI... MASA GUE DIKASIH TUGAS ESAI 100 HALAMAN BUAT MENUHIN NILAI PEMINANTAN YANG KURANG. KALAU NGGAK GUE TERANCAM NGGAK BISA IKUT KKN.” Cempaka merengek ke sahabatnya itu.
“Gila banyak banget. Kapan dikumpulnya?”
Cempaka otomatis tidak merengek lagi, “Sebelum jadwal KKN keluar. Lo tau jadwalnya keluar dua minggu lagi.” Ia kembali merengek manja.
Ayumi meraih gelas berisi minuman di sebelahnya. Ia terlebih dulu meneguk minuman itu.
“Kerjain aja. Nangis nggak akan menyelesaikan masalah. Lagian, kok bisa kurang? Nggak ngerjain tugas ya lo?”
Cempaka mengangguk, “Sama sering absen.”
Bahu Ayumi turun mendengar pengakuan sahabat yang telah ia kenal sejak duduk di bangku SMA itu. Mereka memang sangat dekat. Bahkan Ayumi sudah seperti saudara perempuan untuk Cempaka.
Menginjak masuk perguruan tinggi. Ayumi dan Cempaka masih dalam satu lingkup kampus. Hanya saja karena berbeda jurusan mereka jadi jarang berkumpul seperti ini. Sibuk masing-masing.
“Umi tau nggak?”
Cempaka menggeleng. Tiba-tiba Indah baru datang bersama ibu-ibu yang lain. Terlihat baru selesai pengajian sore. Setelah berpamitan dengan ibu-ibu itu, Indah lekas masuk ke halaman rumah.
“Kebetulan ada Umi,” ujar Ayumi yang terlihat semringah.
“Diem lo! Jangan ember jadi orang! Lo bestie gue bukan sih?” Cempaka sibuk menendang-nendang kaki Ayumi dari bawah meja.
“Assalamu’alaikum, ternyata ada Yumi main ke sini.”
“Waalaikumsalam, Umi.” Kedua gadis itu menjawab serempak, kemudian Ayumi menyambung kembali, “iya ini, Mi. Nemenin Aka makan seblak.”
“Orang tua Yumi udah pulang? Kata Aka tiga hari yang lalu orang tuanya Yumi lagi nggak di rumah.”
Ayumi tersenyum, “Besok, Mi. Papa sama Mama pulang dari luar kotanya besok. Karena kata Mama, kakek baru baikan kemarin.”
“Oh, kakeknya sedang sakit?” Ayumi menganggukkan kepala, “Umi hanya bisa mendoakan. Semoga Kakek kamu lekas diangkat penyakitnya.”
“Amin, makasih Umi.”
“Ya udah, Umi tinggal ke dalam dulu ya. Lanjutin makan-makannya!”
“Iya, Mi.” Ayumi mengangguk sekilas, lalu tiba-tiba memanggil wanita bergamis hijau daun itu, “Umi!”
Cempaka lekas membekap mulut sahabatnya saat sang ibu menghentikan langkah, menoleh ke arah mereka dan memberikan ekspresi wajah seperti bertanya.
“Nggak ada, Umi. Udah Umi masuk aja!” suruh Cempaka.
Namun, tindakan Cempaka membuat Indah merasa ada yang janggal, “Lepasin itu! Kasihan Ayumi nggak bisa napas.”
Dengan cengengesan Cempaka melepas bekapannya. Ia mengusap-usap kepala Ayumi sedikit ditekan. Untungnya setelah itu Indah benar-benar masuk ke dalam rumah dan meninggalkan kedua gadis itu di teras.
Bukannya merasa kesal telah dibekap, Ayumi malah tertawa karena berhasil membuat Cempaka panik.
“Makanya jangan jadi anak nakal!”
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Nissa Mahbub Mazin
lanjut Thor😊
2022-07-23
0