✉️ Cempaka: sayang, kamu di mana? Hari ini ngampus ‘kan? Jangan bilang kamu ketiduran lagi.
Cempaka menyimpan ponselnya ketika selesai mengirim pesan singkat lewat aplikasi WhatsApp kepada pacarnya.
“Aka...” Cempaka yang sedang menutup kembali resleting tasnya menoleh ke samping saat mendengar seseorang memanggilnya dengan berbisik, “itu Pak Dosennya, ganteng ‘kan?”
Gadis ini lantas menolehkan kepala ke arah pintu masuk kelas. Ia terkejut siapa orang disebut Dosen oleh Olive. Semua orang yang ada di kelas juga menyapanya dengan sebutan Bapak.
Cempaka mencoba mencubit lengannya sendiri. Ia meringis. Sakit yang ia rasakan pertanda kalau dirinya sedang tidak bermimpi sekarang.
Buru-buru gadis itu membuka buku yang dia bawa hari ini. Ia menutupi wajahnya dengan buku.
“Itu dosennya?” tanya Cempaka pada Olive untuk memastikan lagi.
Olive mengangguk, “Iya, itu. Ganteng ‘kan? Lebih cakep dari Arfan.”
Cempaka tidak berminat menurunkan bukunya. Kalya yang melihat keanehan sikap temannya ini, mencolek dari belakang.
“Lo kenapa?”
Cempaka hanya menggelengkan kepala. Membuat Kalya bingung dengan tingkahnya, sedangkan Olive sudah sibuk dengan dunianya sendiri, yaitu memerhatikan sosok Dosen yang baru saja tiba.
“Itu yang pegang buku. Bisa bukunya diletakkan dulu? Perhatikan apa yang ingin saya sampaikan!”
Cempaka meremas bukunya sendiri. Ia masih belum menurunkan buku itu sampai Olive memaksa agar Cempaka segera menyimpan bukunya.
Dengan rasa terpaksa, perlahan Cempaka menarik turun bukunya. Ia menunjukkan sebuah cengiran pada Dosen itu.
“Begitu lebih baik.” Dosen ini beralih menatap seluruh mahasiswa di kelasnya. Cempaka jadi bingung apa pria itu tidak mengenalinya?
“Perkenalkan saya Dosen baru di peminatan manajemen pemasaran spesialis mata pelajaran komunikasi pemasaran terpadu yang menggantikan posisi Dosen sebelumnya. Nama saya Hanafi Al Amin. Kalian bisa panggil Pak Hanaf saja. Jangan sampai salah mengenali saya ketika bertemu di jalan. Nanti dikira tukang ojek.” Pria berkemeja putih itu tertawa kecil yang membuat para mahasiswanya ikut tertawa.
Kecuali Cempaka, gadis itu mengetuk-ngetuk dahi sendiri saat mendengar sindiran dari sang Dosen yang ternyata mengenali dirinya.
“Memang ada ya yang salah mengenali Dosen seganteng Bapak?” tanya salah satu mahasiswi yang duduk di paling depan.
“Ada.” Hanaf mengeluarkan selembar uang dari saku celananya.
Ia melangkah mendekati meja Cempaka yang ada di tengah urutan ketiga. Seisi kelas mengikuti pergerakan Hanaf. Cempaka memerhatikan uang yang Hanaf letakkan pada mejanya, kemudian mendongak saat pria itu bicara.
“Tidak perlu bayar karena saya bukan tukang ojek.”
Para mahasiswa dan mahasiswi di ruangan itu terkejut. Termasuk Olive dan Kalya. Cepaka menenggelamkan wajah ke meja karena terlanjur malu.
“Lain kali dengarkan penjelasan orang lain dulu agar tidak salah menduga. Siapa nama kamu?”
Mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir berisi milik Hanaf, Cempaka memberanikan diri mengangkat kepalanya kembali. Namun, ia tidak berani menatap mata Dosen baru itu.
“C-cempaka, Pak,” jawabnya gugup, “Maaf atas kesalahan tadi pagi.”
Hanaf tidak berucap apa pun lagi, ia. kembali berjalan ke arah mejanya, “Sesuai materi kita. Komunikasi dua arah itu sangat penting. Jangan kalian nyerocos aja tanpa mendengarkan dari pihak lain!
Seperti teman kalian itu.” Hanaf membalik tubuh ketika sampai di depan. Ia menghadap ke arah para mahasiswanya, “apabila hanya satu saja maka akan seperti teman kalian itu. Tidak efisien komunikasi yang dia lakukan.”
Panas sudah telinga dan hati Cempaka setelah usai mengikuti pelajaran dari Dosen baru bernama Hanafi itu. Sepanjang pelajaran ia selalu mendapat sindiran.
Kini ia sedang menyeruput es dawet untuk mendinginkan hatinya.
“Gila lo, Ka. Bisa ngira Pak Hanaf itu tukang ojek,” ujar Olive yang sedang berdandan guna menebalkan make up yang telah luntur.
Cempaka melepas pipet yang masih ia gigiti, “Gue mana tau kalau dia Dosen di sini. Salah siapa coba berhenti dekat pangkalan ojek.”
“Kan lo bisa tanya dulu Aka...”
“Gue nggak sempet, Liv. Tadi pagi itu gue udah kesiangan.”
Kalya melipat kedua tangan di atas meja. Ia memandang Cempaka begitu lekat.
“Hari ini udah dua kali lo buat masalah sama Dosen.” Kalya kini menopang dagu, “udah dipastiin Pak Hanaf juga bakal ingat sama lo terus.”
“Siapa juga sih yang mau terlibat masalah? Gue itu nggak mau dikenalin Dosen-Dosen kayak mahasiswa yang cari muka.” Cempaka menghela nafas berat, kemudian menyeruput es dawetnya kembali.
Olive menyimpan alat make up-nya ke dalam tas, “Ayo cabut, Kal!”
Kalya, si gadis berambut sebahu itu berdiri dari duduknya yang tenang, “Kita cabut duluan ya, Ka.”
“Iya, hati-hati! Have fun guys.”
“Lo yakin nggak mau ikut?” tanya Olive memastikan Cempaka berubah pikiran.
“Nggak, deh. Udah kalian hang out berdua aja. Bentar lagi Arfan mau ke sini anterin gue pulang.”
Olive mengangguk, menerima keputusan temannya yang tidak akan berubah itu. Ia meninggalkan kantin bersama Kalya.
...***...
Sudah lebih dari sepuluh menit kedua teman Cempaka pergi, Arfan yang sedari tadi ia tunggu juga belum tampak batang hidungnya.
Terakhir di kirim pesan, katanya cowok itu pergi ke kampus dan akan mengantarkan Cempaka pulang setelah selesai. Namun, sudah jam setengah empat belum juga datang.
Baru akan mengirim pesan lagi, Arfan muncul dengan senyuman lebar khasnya.
“Maaf sayang, aku baru selesai kuliah terakhir.”
Cempaka menyimpan kembali ponsel ke dalam tas. Ia ikut tersenyum menyapa sang kekasih, “Iya, nggak apa-apa. Tadi pagi kamu ke mana sih? Aku spam chat nggak dibalas sampai telepon juga nggak diangkat. Aku pikir kamu ketiduran dan nggak ngampus lagi.”
“Aku memang tidur sayang. Semalam itu aku pulangnya kemaleman. Untung aja hari ini jadwal kuliahku dari jam sepuluh.”
“Dari mana kamu bisa pulang kemaleman?”
“Biasa habis dugem sama temen-temen.” Arfan meraih gelas es dawet milik Cempaka. Dengan tidak segan ia meneguk sisa dawet itu untuk melepas dahaga.
Cempaka mendekatkan dirinya pada Arfan. Ia tampak serius menatap sang kekasih, “Bisa nggak kamu berhentiin kebiasaan dugemmu itu? Kamu ‘kan tau kalau orang tua aku nggak suka. Kalau kamu terus gini aku beneran bakal dijodohin.”
“Kamu kan pacar aku. Masa mau dijodohin sama orang lain?”
“Memang itu yang terjadi sekarang, Fan. Dari seminggu yang lalu orang tua aku udah membahas kalau mereka akan menjodohkan aku sama anak teman Abi.”
“Kamu cinta nggak sama aku? Kalau cinta tinggal kamu tolak aja perjodohan itu.”
“Aku udah berusaha nolak. Bahkan aku bilang, aku punya kamu, tapi Abi nggak setuju sama kamu. Karena kebiasaan-kebiasaan burukmu ini.” Cempaka menghela napas berat, “aku mau nikahnya sama kamu. Please, kamu berubah seperti maunya Abi ya!”
“Jadi selama ini kamu nggak bisa terima aku apa adanya?”
Cempaka memijat pelipisnya yang terasa pening, “Aku suka kamu apa adanya, tapi apa salahnya berubah jadi lebih baik?”
“Apa selama ini aku kurang baik memperlakukan kamu?” Arfan menunjuk dirinya sendiri dari atas hingga bawah, “aku ya begini, Ka. Kebiasaan-kebiasaan aku itu nanti juga berhenti pas waktunya. Abimu saja memang tidak merestui kita.”
Cempaka jadi tidak enak dengan orang-orang yang berlalu-lalang di Kantin. Mereka menjadi pusat perhatian sekarang karena Arfan mengeraskan suaranya. Laki-laki itu terlihat emosi saat ini.
“Ya udah, sekarang kamu antar aku pulang aja dulu. Masalah ini kita bahas lain kali lagi. Aku akan usaha lagi ngomong sama Abi.”
Cempaka meraih ransel dan menarik sebelah tangan Arfan untuk segera mengikuti langkahnya.
“Begitu dong dari tadi. Jadi aku nggak perlu marah-marah.”
Arfan mengikuti ajakan Cempaka untuk segera meninggalkan kantin. Gadis itu memilih untuk mengalah saja sementara dari pada menjadi tontonan warga kampus.
Malu.
...***
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments