“Alex, Sakit Lex!” Wanita itu mencoba melepaskan kungkungan yang membelenggu pergelangan tangannya karena itu begitu menyakitinya. Meski dia sangat menyukai bahkan tergila-gila dengan pria yang tengah menyeretnya, tapi dia juga tidak suka dengan perilaku kasar yang diterimanya.
Sedangkan Alex sendiri tidak mempedulikan wanita yang meronta-ronta dalam genggamannya. Dia tetap menyeretnya ke dalam mobilnya, lalu memacu mobilnya keluar dari pelataran parkir mall yang sudah sangat padat. Membelah suasana kota dengan lalu lintas yang semakin merayap.
Semburat cahaya pagi menyinari wajahnya. Dia menurunkan dashboard dengan kasar untuk menghalau sinar matahari yang menusuk matanya. Alex terus menggertakkan gigi dan mencengkram dengan kuat stir kemudi. Seakan memberitahukan bahwa suasana hati sedang tidak baik untuk saat ini. Berbeda dengan sang wanita yang kini tengah terlihat senang menikmati kehangatan matahari pagi, bersama dengan orang yang ia cintai.
Ulah wanita di sebelahnya saja sudah membuatnya kesal, ditambah dengan pertemuannya dengan Khiara yang membuatnya semakin meradang. Tidak seperti biasanya dia menahan amarahnya, biasanya dia akan langsung melampiaskan atau menghajar orang-orang yang membuatnya kesal dengan tangannya saat itu juga. Tapi kali ini, dia benar-benar tidak bisa melakukannya.
“Lex, kita mau kemana? Apa kita akan berkencan?” Dia tidak memperdulikan ocehan wanita yang bernama Nadya di sebelahnya. Di depan, jalanan sudah agak lengang. Dengan pasti dia menambah kecepatan hingga membuat wanita itu memekik ketakutan.
Wanita itu menoleh pada Alex, ia baru menyadari aura gelap yang menyelimuti pria ini. Takut, sangat takut. Itu lah yang ia rasakan saat ini. Tenggorokannya tercekat, suaranya seolah tersangkut. Membuatnya tak bisa berteriak.
Jangankan berteriak, mencicit pun tidak bisa. Dalam hati ia hanya bisa berdoa. Semoga Tuhan menyelamatkannya. Meski selama ini ia tidak pernah pergi ke gereja.
Setelah menempuh perjalanan cukup lama, akhirnya Alex menghentikan mobilnya. Nadya tak tau ini dimana. Ia mencoba mengedarkan pandangannya di luar sana. Tiba-tiba hatinya kembali menciut dengan apa yang dilihatnya. Alex tidak berniat meninggalkannya di sini, bukan?
Jalanan ini terlihat begitu lengang. Tak banyak kendaraan yang berlaku lalang. Hutan Pinus membatasi setiap sisi jalan. Bahkan rumah penduduk pun terlihat begitu jarang ditemukan. Bulu kuduknya mulai meremang.
“Le-Lex?” Nadya nampak ketakutan
“Keluar!” Perintah Alex dengan dingin. Tatapan Alex masih saja lurus ke depan. Nadya tau, ini merupakan sebuah perintah yang tak terbantahkan.
Aura Alex masih sangat gelap di mata Nadya. Tidak ada pilihan baik baginya. Digenggam takut mati dilepas takut terbang. Tak ada satu pun pilihan yang menguntungkan. Sehingga ia memilih untuk keluar dari mobil, karena bertahan di dalam terasa lebih mengerikan.
Setelah pintu ditutup, mobil itu kembali melesat begitu saja membuat Nadya memekik. Ia masih saja berdiri di tempat itu selepas kepergian Alex. Terpaku di tempatnya, dan terus mengikuti kepergian mobil itu hingga menghilang dari matanya.
“Apa yang membuat Alex jadi seperti ini?” Perasaan takut berganti menjadi kesal, marah dan kecewa. “Siapa wanita tadi? Apa karena dia Alex menjadi seperti ini?” Aku tidak akan membiarkan seorang wanita pun mendekatimu, Lex. Kau adalah milikku. Janjinya dalam hati.
Sebenarnya itu tidak sepenuhnya benar. Karna memang seperti itu lah sikap Alex, pria yang dikaguminya. Selalu dingin dengan siapa saja. Nadya bukannya tidak peka, hanya saja ia terlalu bebal untuk mengakuinya.
Ini adalah kali pertamanya ia satu mobil dengan Alex, dan di dalam mobil Alex. Nadya mengira akan sangat romantis berada di dalam mobil Alex, tetapi ternyata justru sebaliknya. Ia merasa ngeri dengan cara mengemudinya.
Apa semua pembalap jalanan seperti ini? Ia memang menyukai Alex ketika memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi di arena dan menang sebagai juara. Itu terlihat sangat keren di matanya. Tapi setelah merasakan sendiri berada di dalam mobil yang melaju bak kesetanan seperti tadi, membuatnya bergidik ngeri.
Beberapa detik setelahnya, ia baru menyadarinya. Ini dimana? Pikirnya. Tiba-tiba ia mengingat sesuatu lalu mengeluarkan ponselnya.
"Ah sialan!!" Umpatnya setelah melihat tidak ada signal di ponselnya. Ia tidak bisa menggunakan ponselnya untuk membuka maps. Akhirnya, dengan langkah kesal ia berjalan kedepan untuk mencari jalan keluar.
Sebenarnya Alex hanya ingin memberikan pelajaran pada Nadya dengan membuatnya takut saat bersamanya. Tapi sepertinya itu tidak lah cukup untuknya. Akhirnya dia menurunkannya. Ada halte bus di depan sana, tapi Nadya harus berjalan sejauh satu kilometer untuk sampai di sana.
Alex bukanlah seorang pria yang suka menempatkan wanita dalam bahaya. Tapi kali ini pengecualian untuk Nadya. Dia sama sekali tidak perduli jika terjadi sesuatu pada Nadya. Karena wanita itu sudah cukup banyak menyusahkannya.
Apalagi saat ini dia sedang menahan emosi. Dia tidak ada waktu untuk meladeni wanita dengan kepala tanpa isi.
...***...
Suara panggilan masuk berbunyi. Alex menekan panel pada LCD mobilnya.
"Ada apa?" Sahut Alex setelah tersambung dengan Ata.
"Apa kau sudah melihat video yang ku kirimkan?"
"Belum."
"Lihat lah segera! Oya, tadi aku bertemu dengan wanita yang membuatmu penasaran itu. Dia benar-benar seperti shadow."
"Shadow?"
"Yah, tiba-tiba saja muncul di depanku tanpa ku sadari. Dan lagi, susah sekali menggali data tentangnya." Alex tak suka mendengar hal ini.
"Aku tak mau tau, kau tetap harus mendapatkan informasi tentangnya."
"Hei! Aku bilang susah tapi bukan berarti aku tak dapat apa-apa, bukan?" Alex masih mendengarkan sambil fokus menyetir.
"Empat-lima tahun lalu dia pernah tinggal di LA. Ia menetap sekitar dua hingga tiga tahun di sana." Dahi Alex berkerut mendengarnya.
Dua-tiga tahun? Ia tinggal cukup lama di sana? Alex cukup terkejut dengan hal ini.
"Setelah itu dia pindah ke Jepang. Di sana dia juga menetap sekitar dua tahun, dan baru kembali kemari sekarang."
"Kembali? Apa dia asli orang sini?"
"Tidak, dia kelahiran Moscow. Tapi ibunya lahir di sini. Meski ibunya lahir di sini, tapi ia bukan asli pribumi. Ia campuran Korea." Seulas senyum yang entah apa artinya menghiasi sudut bibirnya.
"Kau tadi bilang nama belakangnya Mac Louis. Apa kau tidak salah?"
"Iya, tapi sebenarnya nama keluarga aslinya adalah Maximilian. Karena ayah kandungnya bernama Maximilian. Tapi setelah kematian ayahnya, ibunya menikah lagi. Maka nama marganya dirubah menjadi Mac Louis." Alex mengangguk tanda mengerti.
"Tapi___entah mengapa aku tidak bisa mendapatkan data mengenai ayah kandungnya. Seakan data itu dihapus dari database pemerintah." Alex terdiam. Ada sesuatu yang janggal tentunya.
Alex sudah tiba di depan Mall itu lagi. Dan sudut matanya menangkap sosok wanita yang tengah berjalan sendiri.
"Kita lanjutkan nanti." Alex memutus sambungan dan memutar kemudi.
Wanita itu ternyata adalah Khiara. Dengan perlahan Alex mengikutinya hingga wanita itu masuk ke dalam bus.
Nampaknya Khiara sangat lelah. Ia terlihat terkantuk-kantuk kaca bus. Hingga akhirnya ia benar-benar tertidur dengan bersandar di kaca.
Alex dengan setia mengikutinya. Dan sampai lah bus berhenti pada pemberhentian terakhir. Khiara juga telah bangun dari tidurnya. Ia turun dan berjalan dengan menyusuri trotoar.
Kedua kakinya menghentak trotoar secara bergantian, hingga empat roda muncul di masing-masing sepatunya. Ternyata sepatu itu merupakan kick roller.
Alex hanya tersenyum melihatnya. Dia tetap mengikuti Khiara hingga sampai ke sebuah rumah yang sangat besar dengan design modern kontemporer. Dan Khiara pun masuk ke dalam.
Alex mengamati rumah itu sebentar, lalu pergi meninggalkan tempat itu setelah di rasa cukup untuk memastikan bahwa rumah itu adalah rumah Khiara.
...***...
...-Jangan sok tau deh Lex, sapa tau Khiara cuma jadi pembantu di rumah itu. wkwkkw-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments