⎾Can you help me? Tolong singkirkan j*lang ini dariku, dia benar-benar membuatku pusing.˩
Alex yang baru saja selesai membersihkan diri, segera membaca pesan yang tertera di ponselnya. Dia menghela nafasnya dalam, menghembuskan nya kasar dalam sekali hembusan. Dia berusaha meredam amarahnya dengan meremas ponselnya. Beruntung ponselnya tidak remuk di tangannya.
“Di mana?” Dia segera bertanya setelah nada sambung terhubung, tanpa menunggu sautan dari orang di seberang sana.
“Cafe teras.”
Dia segera memutuskan sambungan begitu saja, membuat orang di seberang sana menggantungkan kata-katanya. Seperti biasa, Alex selalu bersikap seenaknya. Ata yang baru saja akan bilang, jangan kelamaan! tetapi apa daya tak ada kesempatan untuk mengatakannya. Sudah pasti hanya mendengus kesal lah yang bisa dia lakukan.
Alex masih duduk di tepi ranjang, dia melirik album keluarga yang masih tergeletak di tempat semula. Alisnya berkerut kala melihat ketebalan cover yang sedikit aneh baginya. Dia meraihnya dan mulai merobek cover depan album dengan tangannya. Dan ternyata merobek kertas tebal yang tertempel dengan kuat di setiap sisinya itu, sangat menyusahkan.
Kreeekkk____
Akhirnya cover album tersebut terkoyak dengan sempurna. Senyum kepuasan terlukis di bibirnya. Ternyata ada selembar foto yang tersembunyi di balik cover-nya. Dia mengambil dan menyelipkannya di dalam dompetnya. Sangat pas menghiasi dompet mahalnya.
Kilauan sinar mengejutkannya. Ada benda lain yang tersemat di dalamnya. Dia mengambil besi perak berhiaskan permata di atasnya. Dia menyejajarkannya dengan wajahnya, lalu mengamatinya dengan saksama.
Senyum misterius yang entah apa artinya tersungging di sudut bibirnya.
Alex segera meraih kunci mobil dan melesat membelah keramaian kota. Kini saatnya untuk menyelamatkan Ata. Dia tidak akan membiarkan siapa saja mengganggu rekan sekaligus sahabatnya. Apalagi saat rekannya itu sedang dia tugaskan melakukan sesuatu untuknya. Dia sangat tahu siapa yang dimaksud oleh Ata.
Dia sendiri sudah jengah dengan ulah j*lang satu itu yang mengusik hidupnya. Dan dia sadar, di sini yang paling menderita karena dirinya adalah Ata. Pria itu yang harus sering berurusan dengannya, saat wanita itu tak menemukan dirinya.
Tak berapa lama, dia sudah sampai di tempat mereka. Di depan cafe, seorang waiter memberinya salam dan menawarkan bangku untuknya. Tetapi dia tidak mengindahkannya. Dia mengangkat sebelah tangannya sebagai tanda bahwa dia tidak membutuhkannya saat waiter tersebut berniat mengikutinya. Dia melangkah masuk ke dalam cafe tersebut dan mengedarkan pandangannya. Dapat!
“Apa yang kau lakukan di sini?” desisnya dari balik punggung wanita yang membelakanginya.
Wanita itu terkejut dan memutar tubuhnya. Wajahnya berbinar saat mengetahui siapa yang ada di belakangnya. Tak lain dan tak bukan ialah sang pujaan hatinya.
“Alex, uuh___kamu ke mana saja sih? Aku nyariin kamu dari tadi," ujarnya sambil menghambur pada lengan Alex dan bergelayutan di lengan kekarnya.
Sangat berbeda dengan wanita tersebut, Alex justru menatap wanita tersebut dengan tatap dingin. Dia beralih pada Ata yang sedang mengotak-atik laptop di depannya. Sama sekali tidak terpengaruh dengan kedatangannya.
Ya, tentu saja. Karena Ata sudah tahu akan kedatangan Alex. Dia sama sekali tidak perlu repot-repot memastikan keberadaan Alex di sampingnya. Yang dia mau saat ini adalah Alex segera membawa pergi wanita itu mejauh darinya agar dia bisa melanjutkan tugasnya.
“Kau lebih lambat dari yang ku harapkan, bro!” ujar Ata tanpa memalingkan wajahnya dari laptop kesayangannya.
Tetapi tak ada tanggapan yang ke luar dari bibir Alex. Itu tandanya dia tidak peduli, tetapi dia menuntut sesuatu yang seharusnya dia dapatkan. Ata segera menoleh pada Alex. Seulas senyum penuh arti tersungging di bibirnya. Dan sebuah info yang diharapkan oleh Alex akhirnya keluar juga.
“Khiara Alexia Mac Louis.”
Merasa puas, Alex segera menyeret wanita yang sedang bergelayut manja di lengannya pergi dari sana. Untuk saat ini, sebuah nama itu sudah cukup untuknya. Selebihnya dia akan mendapatkannya setelah mengurus wanita ini.
“Ah, iya. Mungkin kau harus tahu hal ini. Dia bukannya nekat, tetapi memang sangat berbakat!” imbuh Ata sebelum Alex jauh meninggalkannya.
Langkah Alex terhenti, dia menoleh ke Ata dengan menautkan kedua alisnya.
“Kau akan tahu setelah ini," sahut Ata sambil melambai-lambaikan ponselnya.
***
Suasana mall begitu ramai di akhir pekan. Banyak pengunjung yang datang dengan pasangan. Apa semua orang menargetkan mall sebagai sasaran liburan? Sungguh menyebalkan! Dengan langkah gontai dia menyeret kakinya menuju fast food restaurant.
Rasa lapar sudah datang menyerang. Tetapi rasa kantuk masih saja bersarang. Tentu saja, dia hanya tertidur selama satu setengah jam. Dan setelahnya, bola matanya tidak dapat kembali terpejam.
Bayangkan! Dalam kurun waktu kurang dari lima menit, dia sudah menguap untuk yang kesekian. Tanpa memedulikan orang-orang di sekitaran, dia merentangkan kedua tangan. Menguap sembarangan, kemudian beralih memijat tengkuk, bahu dan lehernya untuk melakukan peregangan.
Aroma fresh dari tubuhnya memang menguar, namun justru wajah letih lah yang terpancar.
Balutan kaus oversize putih di padukan dengan hotpants denim dan sneakers putih yang membuatnya terlihat modis pun tak mampu menutupi keletihannya. Sepertinya tubuhnya memang tidak bisa diajak kerja sama.
Langkahnya terhenti begitu saja. Kakinya menggantung saat akan memijakkan kakinya di langkah berikutnya.
Well, sepertinya apa yang dia lihat saat ini mampu mengusir kantuk sialan yang mengerubunginya. Dua orang yang berhenti tak jauh di depannya yang entah sejak kapan, membuatnya terbangun sepenuhnya.
Sempit sekali kota ini, pikirnya.
Seorang pria dengan kaus putih oversize tengah menggenggam pergelangan tangan seorang wanita seksi di sebelahnya. Namun sorot mata itu justru menatapnya intens seakan menguncinya.
Tetapi bukan Khiara namanya jika tak mampu lepas dari mata tajamnya. Khiara bukan lah orang yang mudah diintimidasi dengan tatapan seperti apa pun juga.
Dengan sendirinya, lidah Khiara bergerak menyentuh gigi geraham atasnya membuat mulutnya terbuka dan perlahan alis kirinya tertarik ke atas begitu saja. Sangat khas dengan caranya menilai sesuatu yang syarat akan ekspresi meremehkan.
Pandangannya turun ke tangan kekar yang menggenggam pergelangan tangan yang kecil dengan erat, kemudian beralih pada wanita yang lumayan cantik di sebelahnya. Bitchy. Sebuah penilaian yang meluncur begitu saja di otaknya.
Dia sudah tidak sanggup meredam senyum congkak serta gesture tubuhnya, yang cukup menunjukkan bahwa dia sedang meremehkan lawannya.
Ternyata seperti ini seleranya? Sedetik kemudian dia segera berlalu seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Sesungguhnya, mereka tidak begitu lama berhenti di posisi mereka. Pertemuan itu begitu cepat, begitu pula dengan penilaian dan penentuan sikap.
Yah, berpikir cepat memang bagian dari dirinya. Dan sepertinya lawannya ini bisa mengimbanginya. Mereka melangkah saat dirinya mulai melangkah.
“Kita bertemu lagi, huh? Khiara Alexia Maximilian!”
Kalimat itu begitu menusuk telinganya pada bagian akhir yang sengaja diberi penekanan. Membuatnya sedikit tersentak dan mengangkat wajahnya, yang walaupun sebenarnya dia tidak sedang menundukkan kepalanya.
Hanya saja, lawannya ini lebih tinggi darinya. Kata terakhir itu mampu membuat tangannya secara reflek menarik tangan kekar yang bebas di sebelahnya. Membuat mereka menahan langkahnya.
Ada keterkejutan yang bisa Khiara rasakan di sana. Begitu pun juga dengan Khiara. Belum pernah dia berani menyentuh kulit seorang pria kecuali orang-orang terdekatnya. Tetapi kali ini, dia justru refleks menyambar lengan pria yang berpapasan dengannya. Dan anehnya dia tidak merasakan takut di dalam dirinya.
Sebuah pertanyaan ingin sekali dia tanyakan, bagaimana dia bisa tahu nama pemberian papanya? Tetapi diurungkan karena sebuah suara menjengkelkan menginterupsinya.
"Hei apa yang kau lakukan? Dasar wanita sialan!" Wanita yang berada di sebelah itu melakukan aksi protesnya. Dia merasa terganggu dengan Khiara. Tetapi Khiara tidak memperdulikannya.
"Akh___sakit Alex." Dan sepertinya Alex pun tidak mau diganggu olehnya. Wanita itu berusaha membuka cengkraman Alex dari pergelangan tangannya yang tiba-tiba saja terasa lebih menyakitkan.
Di saat yang bersamaan, bahu Alex dan Khiara yang bertautan mengeliminasi jarak di antara mereka. Kedua wajah yang awalnya sama-sama lurus memandang ke depan, kini saling menoleh dan mempertemukan sepasang mata tajam milik seorang wanita dan sepasang mata yang begitu datar namun penuh akan kehangatan milik seorang pria. Ini adalah pertama kalinya mereka saling menatap dalam jarak yang begitu dekat.
“Jangan meremas tangannya! Kau bisa melukainya, Alexander Sebastian!” desis Khiara dengan penekanan pada akhir kalimatnya, sambil melirik wanita yang menempel pada bahu Alex yang satunya. Membuatnya melepaskan senyum tipis di sudut bibirnya.
Wanita itu masih saja berusaha untuk melepaskan diri, namun usahanya seakan sia-sia. Dan Khiara pun seakan tidak peduli, karena ucapannya hanya lah sekadar basa-basi. Tatapannya kembali pada Alex yang tak mengalihkan matanya barang sedetik pun darinya.
Jengah dengan tatapan yang terkesan aneh baginya, dia memilih untuk pergi.
"See ya."
Khiara melepaskan cengkraman tangannya, menyunggingkan senyuman manis padanya, dan berlalu begitu saja. Di tempatnya, Alex masih membatu dalam posisinya dan mengiringi kepergian Khiara dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
***
-Heh, Lexus! Kenapa gak kalian tampol aja sih tu wanita? Gangguin aja kerjanya. Sebel gue jadinya!,😤😤😤-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments