Suara jam weker berdering memecah kesunyian pagi. Terdengar sangat berisik membuat Zoya terganggu tidurnya. Ia meraba-raba sekitarnya untuk mencari jam yang berisik itu, tapi letaknya sangat jauh membuat ia kesal dan langsung memutuskan untuk bangun.
"Jam sialan! Ganggu banget sih!" Zoya bersungut-sungut seraya mematikan jam itu.
Ia melihat matahari yang sudah cukup meninggi, Sebenarnya ia sangat malas sekali untuk pergi ke kampus. Tapi di rumah pun sangat membosankan. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih, Ia langsung masuk ke kamar mandi.
Tak butuh waktu lama untuk membuat dirinya bersiap, karena ia bukan tipe wanita yang suka berdandan. Setelah merasa penampilannya oke, Zoya langsung turun ke bawah.
Di meja makan, sudah ada Ayah dan Kakaknya yang sarapan. Zoya langsung bergabung bersama mereka.
"Selamat Pagi" ucapnya dengan nada paling ceria, tapi tak ada yang menggubrisnya.
Yah, Zoya sudah bisa seperti ini. Dulu, mungkin ia akan menangis, tapi lama-lama ia sudah kebal dengan sikap Ayahnya yang tak menyukainya. Jika ditanya alasannya? Zoya sendiri tidak tahu.
Karena bagaimana mungkin seorang Ayah membenci putrinya sendiri? karena menganggap kelahirannya sebagai petaka dalam hidupnya. Sehingga ia harus kehilangan Ibunya. Tapi apakah itu salah Zoya? Dia tidak pernah minta dilahirkan, lalu kenapa harus ia yang di benci.
Bahkan sampai umurnya yang sekarang 19 Tahun, Zoya tak pernah merayakan ulang tahunnya karena hari lahirnya sama dengan hari kematian Ibunya.
"Berhentilah membuat keributan, apa hukuman yang kemarin belum membuatmu jera?" ucap Davies Ayah Zoya menatap tajam putrinya.
"Aku tidak akan begitu jika mereka tidak menggangguku dulu," sahut Zoya cuek saja.
"Kau pikir aku percaya? Kau pasti yang mulai duluan, untung saja orang tua anak itu masih mau berdamai dan tidak membawa masalah ini ke jalur hukum" sergah Davies semakin kesal.
"Kenapa Ayah tidak membiarkan saja aku di penjara, bukankah Ayah akan senang?" kata Zoya balas menatap tajam Ayahnya.
"Bukan hanya menjadi anak pembawa sial, ternyata kau juga anak tidak tau diri, kau ingin membuat keluargamu malu?" seru Davies justru menyulut emosi yang coba Zoya pendam.
"Aku bukan pembawa sial!" ucap Zoya menggenggam sendok di tangannya dengan erat.
"Lalu apa? Kau hanya bisa membuat malu keluarga, tidak seperti kakakmu yang selalu membuat Ayah bangga" kata Davies menepuk pelan bahu putranya, Zachary kakak Zoya yang umurnya satu tahun di atasnya.
"Ayah bisa saja" kata Zac tersenyum tipis.
Zoya semakin muak melihat hal itu, Ia langsung bangkit dengan gerakan kasarnya. Moodnya langsung berubah buruk karena adegan itu. Zoya paling benci jika di bandingkan-bandingkan dengan Kakaknya yang memang sangat pintar di segala bidang. Bahkan dari kecil, Kakaknya itu selalu mendapat juara umum.
Sebenarnya Zoya pun anak yang pintar, tapi karena tak pernah di hargai, Ia jadi malas untuk belajar. Toh hasilnya sama saja kan? Sama-sama tak pernah di hargai.
*******
Dewa terlihat sudah sangat rapi dengan menggunakan kaos putih dan kemeja kotak-kotak. Ia beberapa kali membenarkan tatapan rambutnya yang ia rasa kurang oke. Setelah puas dengan penampilannya, Dewa langsung ke luar kamar dan melihat Ibunya yang sedang menata sarapan.
"Sarapan dulu" ujar Ibu Dewa tersenyum menatap penampilan putranya.
"Nggak usah Bu. Bawain bekal aja, nanti aku makan di Kampus. Aku takut terlambat, soalnya Kampusnya kan jauh" kata Dewa tentu tak ingin sampai terlambat ke Kampusnya yang baru. Apalagi dia adalah murid yang mendapatkan beasiswa, tentu harus belajar dengan sungguh-sungguh.
"Nggak akan telat, sarapan aja dulu" kata Ibu Dewa dengan suaranya yang lembut membuat Dewa tak membantah.
"Baiklah" Dewa menurut dan langsung mendudukkan dirinya di kursi lalu memulai sarapannya dengan cepat.
Setelah menyelesaikannya, Ia langsung mencium tangan Ibunya dan berjalan keluar. Tapi ia tertegun saat melihat ada motor di depan rumahnya.
"Bu? ini motor siapa?" tanyanya bingung karena merasa tak pernah melihat motor ini sebelumnya. Para tetangganya pun sepertinya tidak punya motor dengan model jadul seperti ini.
"Motor kamu" ucap Ibu Dewa membuat Dewa kaget.
"Ibu beliin aku motor?" Dewa kaget karena bagaimana bisa ibunya punya uang sebanyak itu untuk membeli motor.
"Iya, tapi Ibu hanya bisa membelikan motor ini buat kamu, nggak apa-apa kan?" kata Ibu Dewa ingin menangis rasanya karena selama ini tak bisa memberikan yang terbaik untuk putranya.
"Ibu kok nangis sih, aku suka kok motornya. Makasih, Ibu memang terbaik" kata Dewa memeluk tubuh wanita yang paling di cintanya di dunia ini.
"Kamu memang anak baik, semoga kamu jadi anak sukses nanti" kata Ibu Dewa sungguh-sungguh.
"Amin ... aku sekarang berangkat dulu. Sekali lagi makasih motornya. Aku janji akan belajar baik-baik disana" kata Dewa tersenyum tipis sebelum naik ke motornya untuk berangkat ke Kampus.
Meskipun motor itu jadul, ternyata mesinnya masih cukup bagus. Dewa cukup nyaman memakainya. Ia sudah tak sabar ingin melihat bagaimana kampusnya yang baru, pasti akan sangat bagus sekali, pikirnya.
Dan ternyata benar seperti dugaan Dewa, Universitas itu sangat luas dan besar. Ia berdecak kagum saat melihat keindahan itu. Ia lalu melihat para murid yang masih berada di luar, sangat banyak dan tentunya dandannya tak kalah keren dari Universitasnya. Baju mereka pun tampak terlihat berkualitas.
Dewa merasa minder sebenarnya, tapi ia tak terlalu memikirkannya. Dia disini tujuannya untuk belajar, bukan untuk pamer harta orang tuanya. Dewa segera mencari parkir untuk motornya, Ia harus melewati puluhan mobil yang bagus-bagus, M
mungkin hanya beberapa yang membawa motor seperti dirinya, tapi itupun motor Sport kalau tidak motor matic.
Sekali lagi Dewa tak ambil pusing. Ia baru akan turun dari motor ketika sebuah mobil dari belakangnya melaju dengan sangat kencang membuat ia harus minggir agar tidak terserempet. Dewa melihat siapa pemilik mobil yang menurutnya ugal-ugalan itu.
Atap mobil itu terbuka membuat Dewa bisa melihat dengan jelas sosok wanita yang kini sedang turun dari mobil dan membuka kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
"Dia!" Wajah Dewa langsung kesal saat melihat wanita yang kemarin sudah lancang menciumnya.
Zoya mengangkat alisnya saat melihat tatapan Dewa, Tapi ia tak mengatakan apapun, berlalu begitu saja dengan gayanya yang angkuh.
"Benar-benar wanita arogan" celetuk Dewa semakin tak suka melihat gaya Zoya ini.
Setelah menemui kepala Rektor kampus, Dewa langsung di antar ke kelasnya.
"Perkenalkan dirimu" kata Dosen pembimbing.
"Nama saya Dewangga Mahardika, Umur 20 tahun, Bisa di panggil Dewa" kata Dewa singkat padat dan jelas.
Semua wanita disana tampak menatap Dewa begitu kagum karena melihat wajah Dewa yang begitu tampan. Tapi Dewa tak terlalu memperhatikan, Wajahnya tampak datar saja.
"Baiklah Dewa, kau boleh duduk" kata Dosen itu dibalas anggukan oleh Dewa.
Dewa tersenyum tipis saat beberapa wanita tampak menggoda dan meminta nomor ponselnya. Ia benar-benar ingin fokus belajar disini, tidak ada niat untuk bermain-main, apalagi berpacaran.
Happy Reading.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Kardi Kardi
mtrnya sepertinya yamaha vega r 2024. tapi irit lohhh
2023-05-26
2
⒋ⷨ͢⚤𝗗𝗘𝗪𝗜 𝗥 ❀∂я
Sukur minta di cium lagi Wa🤭
2022-10-15
2
Rini Antika
sabar Zoya..semangat..💪💪
2022-09-25
0