Sekitar satu jam Ayumi berdiam diri. Akhirnya dia bangkit, dan berjalan gontai kedalam kamar mandi untuk segera membersihkan diri, setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan yang cukup melelahkan.
Pintu kamar mandi itu tertutup rapat, dan tidak lama setelahnya suara gemercik air mulai terdengar, di selingi suara Ayumi yang bersenandung pelan.
Sekitar dua puluh menit Ayu berada di dalam sana, akhirnya dia keluar. Berbalut handuk dengan keadaan yang terlihat segar.
Dia berjalan keraha lemari plastik, tempat dimana beberapa pasang baju tersimpan disana, karena dia tidak terlalu banyak membawa barang saat keluar dari rumah kedua orang tuanya.
Toh hanya pergi bekerja, dan bukan sedang melarikan diri dari Ali dan Tutih, apalagi dari kenyataan, pikirnya.
“Ayumi?” Seseorang terdengar memanggil, diselingi suara ketukan pintu yang terdengar cukup kencang.
Gadis yang sedang memilah pakaian untuk di kenakannya pun menoleh.
“Sebentar.” Katanya, lalu menarik satu kaos hitam polos dan legging Panjang dengan warna senada.
Dengan segera dia memakai pakaiannya, kemudian menggulung rambut dengan handuk dan berjalan kearah pintu.
Trek, … klek!!
Ayumi menarik pintu kamar kostnya sampai terbuka sedikit.
“Tumben kesini. Biasanya kalau di ajakin aja bilangnya cape!” sindir Ayu sembari menatap Una yang saat ini berdiri beberapa langkah di hadapannya.
Una hanya tersenyum, kemudian menggerakan alisnya keatas dan kebawah.
“Cari makan yuk. Telor sama mie terus bosen.” Dia tampak mengeluh.
Ayu mengangguk, dia membuka pintu kamar kostnya semakin lebar, mempersilahkan Una untuk masuk kedalam ruangan kecil yang sedang di tempatinya itu.
Una duduk di tepi Kasur tidur yang di gelar di bawah lantai, memperhatikan Ayumi yang sedang mengusak rambut basahnya di depan kaca yang menggantung berukuran sedang.
“Keburu gelap Ay!” Protes Una sambil terus mempehatikan Ayumi.
Gadis itu menoleh, lalu memutar kedua bola matanya.
“Mau nyari makan apa?” dia menggantung handuk miliknya, lalu berjalan kearah Una setelah merapihkan rambut Panjang itu terlebih dahulu.
Ayumi meraih ponselnya, menekan tombol power hingga membuat layar benda pipih itu menyala.
Sepertinya dia tidak akan mengirim pesan lagi kepada mu Ayumi. Batinnya berbicara penuh kekecewaan.
Saat Randy benar-benar tak lagi mengirimkan pesan kepada dirinya.
Una melirik sekilas, kemudian Kembali mengalihkan pandangan saat Ayu juga mulai melihat kearahnya.
“Ada uang berapa? Jadi mau keluar nyari makan apa?” Ayu bangkit.
Dia berjalan kearah gantungan baju dan membawa jaket denim miliknya.
“Nasi kucing?” Una berusul dengan semangat. “Uang aku sisa lima puluh ribu, padahal gajian masih sepuluh hari lagi.” Dia tertawa kencang.
“Yasudah, ayok kita cari nasi kucing di dekat sini.” Kata Ayumi.
Dua gadis itu segera bergegas, berjalan keluar dari ruangan kecil itu untuk mencari sebuah makanan dengan harga yang bisa dibilang cukup terjangkau.
***
Langit sudah berubah menjadi gelap, hilir angin berhembus terasa cukup kencang, menemani kedua gadis belia yang sedang berjalan menyusuri trotoar pada hampir pukul tujuh malam.
“Nggak ada!” Ayumi menatap Una sekilas, kemudian Kembali memandang lurus kedepan.
Una menggaruk pelipisnya perlahan.
“Padahal kita sudah jalan sejauh ini.” Keluah Ayumi.
Una menghentikan langkahnya.
“Jadi, … mau bagaimana? Mau balik lagi?” tanya Una.
Ayumi menghela nafasnya pelan, dia memejamkan mata beberapa detik, dan kembali membukanya.
“Kita sudah jalan sejauh ini? Terus kembali dengan tangan kosong? Sementara perut aku udah keroncongan lho!” Ayumi berujar.
Dia terlihat sedikit kecewa.
“Mau lanjut? Kita sudah mau sampai di dekat halte kantor lho! Yakin di daerah sana nggak bakalan ada yang jualan kek begitu. Kawasan elit Ay!” Una berujar.
“Lihat saja dulu! Siapa tahu ada orang kaya gabut, terus jualan nasi kucing, kan kita nggak tahu.” Ayumi kembali melanjutkan langkah kakinya.
Una hanya menurut, dia ikut berjalan cepat, berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Ayumi.
Keduanya berjalan semakin jauh, dan sampailah di Kawasan perkantoran tempat mereka bekerja setiap harinya. Pandangan Ayumi beralih, menatap sosok Wanita renta yang sedang duduk di kursi haltet sendirian.
“Kenapa berhenti?” Una bertanya.
“Kaya kenal sama Ibunya! Tapi siapa yah?” Ayumi berbisik.
Una menatap Wanita paruh baya itu sekilas, lalu kembali menatap Ayumi. Sampai sorot mata keduanya bertemu.
“Coba samperin. Kasian, … siapa tahu dia lagi tersesat!” Una berbisik.
Ayumi menatap wajah temannya lekat-lekat.
“Yang benar saja. Mana mungkin tersesat di kota, … tersesat itu di hutan!” pekik Ayumi sembari melangkahkan kaki.
Wanita itu menoleh, saat merasa seseorang berjalan mendekat kearahnya.
Dia tersenyum.
“Sendirian Bu?” Ayumi menyapa dengan senyum manisnya.
Wanita itu mengangguk, seraya tersenyum membalas senyuman kedua gadis cantik yang kini datang menghampirinya.
Seperti pernah bertemu! Tapi dimana yah. Batin Wanita itu berbicara.
Dia menatap Ayumi dengan seksama. Bahkan membuat sang gadis salah tingkah karena di tatap dengan sedemikian rupa.
“Emm, … apa Ibu membutuhkan bantuan kami? Malam-malam sendirian di halte begini tidak baik. Terlebih ini kota besar, dan … banyak preman yang akan datang dengan niat buruk mereka, saya juga pernah di palak dulu!” Ayumi merancau.
Sementara Wanita itu hanya tersenyum.
“Kalian ini gadis baik yang baru saya temui, di saat semuanya acuh, justru kalianlah yang mendekat. Tapi tidak apa-apa, kalian tidak usah khawatir. Saya mempunyai anak laki-laki yang hobi bakuhantam, … preman itu akan habis jika dia mengetahui ibunya sedang di perlakukan tidak baik.” Ungkapnya sembari tersenyum bangga.
“Jadi, … tidak apa-apa kalau kami tinggalkan? Disini? Sendirian?” cecar Una.
Wanita itu mengangguk.
“Baiklah kalau begitu. Kami duluan Bu, kalau ada apa-apa teriak saja!” Ayu berpesan.
“Sebenarnya yang harus berhati-hati itu kalian. Anak gadis keluar di malam hari, dan hanya berdua.”
Ayumi tertawa pelan.
“Kami sudah biasa Bu.” Ayumi menepuk bahu Una, memberi isyarat agar dia juga segera berpamitan.
Una sedikit membungkukan tubuhnya.
“Mari Bu. Kami lanjut nyari nasi kucing lagi!” Una berujar.
Setelah itu mereka berdua segera bergegas, berjalan cepat dengan Ayumi yang berjalan terlebih dulu memegangi lengan Una cukup kencang.
“Beli nasi kucingnya nggak usah di sebut juga.” Cicit Ayumi dengan perasaan malu dan sedikit kesal.
“Ish keceplosan.” Rengek Una dengan suara tak kalah pelan.
***
Mobil SUV silver milik Randy mulai melamban, kemudian menepi dan segera berhenti saat dia sampai di sebuah halte tempat bus yang selalu ibunya tumpangi berhenti.
“Ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa aku bawa pulang, jadi maaf jika Ibu menunggu sedikit lama.” Ucapnya pada sosok Wanita yang saat ini sedang duduk menengadahkan pandangan kearahnya.
Dia meraih sebuah tas besar yang terletak di samping ibunya.
“Ibu baru saja sampai. Tadi di temani dua gadis cantik, yang satunya Ibu berasa kenal. Tapi tidak tahu siapa!” Wanita itu berjalan mengikuti Randy.
“Oh yah? Lalu kemana mereka?” Randy menoleh, melihat ibunya yang berjalan pelan.
“Sudah pergi, katanya mau cari nasi kucing.” Dia menjawab, kemudian naik dan duduk di kursi samping kemudi.
Randy tersenyum.
“Baiklah ayok kita pulang, maaf membuat ibu menunggu.” Randy tersenyum.
“Hemmm, … padahal Ibu bisa naik bus sekali lagi! Tapi kamu melarangnya, Ibu merasa tidak enak karena selalu membuat mu sulit saat akan berkunjung kesini.”
Randy hanya mengulum senyum, lalu menutup pintu mobilnya setelah merasa ibunya duduk dengan nyaman.
Pria tinggi bertubuh kekar itu berjalan cepat memutari mobil, masuk dan segera menutup pintu mobilnya rapat-rapat.
Randy memutar setir mobilnya, menatap sekitar dan langsung memacu kendaraan roda empat setelah merasa aman dengan kecepatan sedang meninggalkan halte tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
hmm...sayank tdak bertemu dg Ayumi & Una....😔
2023-09-25
1
𝔉𝔢𝔯𝔬𝔫𝔦𝔫𝔞ʚɞ⃝🍀ᰔᩚ℠
ternyata ibu itu ibunya Rendy. tapi emang prnh bertemu ya sebelumnya? koq berasa kenal
2022-09-17
1
𝔉𝔢𝔯𝔬𝔫𝔦𝔫𝔞ʚɞ⃝🍀ᰔᩚ℠
Ali dan tutih siapa?
2022-09-17
1