"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Sally dengan penuh amarah.
"Kau begitu kuat." Balas William tersenyum.
"Diam dan jawab aku." Teriak Sally kesal.
"Aku pikir kau menyukai posisi ini." Ucap William dengan kerlingan nakal.
Sally langsung melompat dari atas tempat tidur.
"Bagaimana aku bisa ada disini?" Tanya Sally.
"Bukankah ini kamarmu?" Ucap William seraya merenggangkan tangannya.
"Hentikan drama mu dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" Ucap Sally.
"Yang sebenarnya terjadi adalah, kau mabuk karena terlalu banyak minum." Ucap William namun Sally memotong ucapannya.
"Aku tidak minum semalam."
"Kalau begitu kau mabuk karena obat-obatan." Ucap William.
Sally menatap William dengan kesal.
"Kau lebih baik berhenti bicara."
William tertawa dan berkata, "pengawal mu menerima sebuah telepon penting dan aku membawamu kemari. Saat membawamu kemari aku mengantuk, jadi aku tidur saja." Ucap William dengan santai. "Dia sudah bangun dan bertanya makanan apa yang ingin kau pesan untuk sarapan?"
"Pergi dari sini." Ucap Sally marah.
"Jadilah kekasihku..." Ucap William.
Sally terkejut.
"Apa kau sudah gila. Apa yang baru saja kau katakan." Ucap Sally.
"Aku serius." Balas William dengan wajah yang serius.
"Itu artinya kau ingin aku menjadi simpanan mu...." Ucap Sally dengan sangat marah.
"Berarti kau sudah menginvestigasi tentang aku?" Tanya William dengan wajah terkejut.
"Jika iya, kenapa?" Ucap Sally.
William terlihat bernapas lega.
"Kalau begitu, kau tak perlu bersembunyi dari orang-orang itu lagi." Balas William.
Sally memicingkan matanya.
"Apa kau tak takut jika aku membunuhmu disini untuk mengambil posisi yang kau punya?" Tanya Sally.
William menarik tangan Sally dan memegang pundaknya.
"Bunuh lah aku sayang." Bisik William di telinga Sally.
Sally mendorong tubuh William.
"Jangan bermain dengan api." Ucap Sally kesal.
"Jika kau api, maka aku adalah es. Bukankah itu kombinasi yang sempurna untuk menjadi pasangan yang sempurna?" Ucap William dengan tersenyum.
"Aku benar-benar ingin membunuhmu sekarang." Balas Sally memperlihatkan tinjunya ke arah William.
William meraih tangan Sally dan memegangnya dengan erat.
"Kau bisa membuat mereka mematuhi mu jika kau menjadi wanitaku."
Sally menarik kembali tangannya.
"Mematuhi ku hmmm.... Mereka berencana untuk membunuhmu dan kau bilang mereka akan mematuhi ku. Omong kosong...." Ucap Sally tersenyum dingin.
"Kalau begitu jadilah istriku." Ucap William.
Sally menatap William dengan wajah terkejut.
"Istri?"
William mengangguk seraya tersenyum.
"Kalau begitu kau ingin aku mati ditangan tunangan mu."
William tertawa.
"Apa kau sedang memandang rendah dirimu sendiri?"
Sally menjadi semakin kesal, lalu menarik kerah kemeja yang dikenakan William.
"Apa yang kau inginkan?" Ucap Sally dengan sorot mata mengancam.
William kembali memegangi tangan Sally.
"Kau." Jawabnya santai.
Sally kembali menarik tangannya dan berbalik.
"Aku yakin kau akan mendapatkan keuntungan atau yang lainnya dari hal ini, benarkan Tuan yang hebat? Bagaimana mungkin kau meminta wanita biasa untuk menjadi istrimu?" Ucap Sally.
"Wanita biasa? Papa mu menyembunyikan dirimu selama ini dan kau mengatakan dirimu adalah wanita biasa? Kau tahu benar untuk mengisi posisi itu, hanya kaulah orang yang paling tepat. Dan itulah alasan kenapa ketua gangster lainnya ingin membunuhmu." Ucap William lalu hendak minum air.
"Apa keuntungan yang akan kau dapat dari semua ini?" Tanya Sally seraya mengambil botol air yang diminum William.
"Ayolah, apa kau tak mengizinkan aku untuk minum air?" Ucap William.
"Jawab aku dulu." Balas Sally.
"Jika kau menyukai seseorang sudah tentu kau ingin menikahinya." Ucap William.
"Kau tahu, aku masih punya banyak urusan yang harus aku selesaikan. Kenapa kau tidak menghilang saja dari hadapanku." Ucap Sally seraya menunjuk ke arah pintu.
William harus menjawab sebuah panggilan dari ponselnya, dan dia harus keluar dari kamar Sally.
"Aku tidak akan menyerah. Aku akan menunggu jawabanmu. Ja... jangan buat hatiku terluka." Ucap William seraya berjalan keluar kamar Sally dengan tangan yang mengarahkan ponsel ke telinganya.
'Hmmmmpp dia pikir aku tidak membaca apa yang ingin dia lakukan. Dia ingin aku menjadi gundik nya, jika bukan begitu kenapa dia harus keluar hanya untuk menjawab telepon dari tunangannya itu. Dasar pembohong. Memangnya apa yang akan mereka dapat dengan melakukan semua ini. Menjijikkan.' ucap Sally dalam hati lalu masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai bersiap-siap dan sarapan, Sally turun ke lantai bawah. Theo sudah menunggunya disana. Dia membukakan pintu untuk Sally.
Sally masuk ke dalam mobil. Setelah itu mobil berjalan meninggalkan hotel menuju perusahaan.
"Theo, kenapa pria itu yang mengantarku ke kamar kemarin?" Tanya Sally.
"Nona, Anda mengatakan bahwa Tuan Besar mengenalnya, dan saya menerima panggilan dari Jenny, jadi itulah alasannya." Jawab Theo sambil fokus menyetir.
"Jangan pernah biarkan pria itu berada di dekatku lagi." Ucap Sally seraya menutup matanya.
Theo melihat Sally dari kaca depan dan bertanya, "apakah terjadi sesuatu, apa bajingan itu..."
"Tidak." Sally menyela ucapan Theo.
**********
Sally tiba di perusahaan barunya. Sementara Theo hanya menunggunya di dalam mobil karena Sally tak akan lama.
"Selamat pagi CEO Sally." Ucap sekretarisnya.
"Panggil Max kemari." Titah Sally seraya duduk di kursinya.
Max adalah Wakil CEO dan juga Direktur baru dari perusahaan yang didatangi Sally kali ini. Sally mengenalnya sejak mereka masih kuliah.
"Sahabatku ada disini." Ucap Max saat masuk ke dalam ruangan Sally.
Sally menatap Max dari atas ke bawah.
"Ada apa dengan penampilanmu?" Tanya Sally.
"Fashion sayang." Balas Max seraya berpose seperti model.
"Hentikan. Urus perusahaan dengan baik selagi aku pergi."
"Beristirahatlah Nona Muda ku." Ucap Max tersenyum.
"Mana benda yang aku minta padamu itu?" Tanya Sally padanya.
Max mengeluarkan senjata api dari dalam tas yang dibawanya.
"Ini merupakan model terbaru dan untuk peluru nya ada di dalam kotak." Ujar Max seraya menyerahkan senjata api itu dari Sally.
Sally mengambilnya lalu melihat senjata api itu dengan teliti.
"Apakah seseorang tengah mengejar mu?" Tanya Max dengan khawatir.
Sally menatap Max dan tersenyum.
"Nikmati saja hidupmu, jangan pikirkan aku. Jika kau mengkhawatirkan aku, maka hidupmu akan berantakan." Ucap Sally seraya berdiri berjalan ke arah pintu.
"Beb, aku tahu dirimu sudah lama. Dan aku tahu siapa kau sebenarnya." Ucap Max.
Sally berhenti melangkah dan berbalik menatap Max.
"Itulah kenapa aku mempercayaimu untuk mengurus perusahaan ku."
Max tersenyum.
"Berhati-hatilah wanita keras kepala."
Sally mengerlingkan matanya dan tersenyum.
"Jangan bekerja terlalu keras." Ucap Sally lalu berjalan keluar dari ruangannya.
Max berdiri di dekat jendela kaca ruangan Sally dan memandang ke luar gedung perusahaan.
'Siapa sebenarnya yang sedang mengejar mu?' tanya Max dalam hati.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Zen Rumi
lanjut 👍
2022-07-17
0