2

Dinda dituntun sampai di sebuah kelas. Dia duduk di bangku paling depan dalam kelas.

Lima lembar kertas HVS dan sebuah bolpoin tengah berada di atas depan mejanya.

Sedangkan cowok yang bernama Kak Arya itu tengah duduk di bangku sebelah Dinda.

Walaupun berada dalam jarak yang terbilang cukup dekat, matanya tak sedang menatap Dinda.

Kak Arya tengah asyik memainkan ponsel sambil menunggu Dinda menyelesaikan hukumannya.

Kini Dinda tengah berusaha mengisi kertas-kertas itu dengan tulisan ‘SAYA TIDAK AKAN MENCOBA MENYATAKAN CINTA KEPADA KAK ARYA LAGI’.

Sungguh sebenarnya hukuman aneh macam apa ini. Bahkan hukuman itu tak layak diberikan kepadanya.

“Kak, gue bener-bener nggak naksir sama lo. Ini salah paham. Lagian hukuman macam apa ini?” ujar Dinda tak terima.

Arya berhenti memainkan ponsel dan beralih manatap Dinda. Dia memiringkan kepalanya sedikit saat mendengar Dinda sudah berani memanggilnya dengan panggilan ‘lo’. Tapi pada akhirnya Arya merasa masa bodoh dan kembali memainkan ponselnya.

Dinda memberenggut kesal saat tak mendapat respon dari Arya. Hey! Dinda butuh meluruskan kesalahpahaman ini.

“Kak-“

“Masih aja nyangkal. Udah banyak saksinya juga,” potong Arya yang membuat Dinda bertambah kesal.

“Makanya kan gue bilang ini semua itu salah paham,” gertak Dinda. Kesabarannya sudah mencapai batas.

“Dan lagi, ini hukuman macam apa? Gue nggak suka sama lo, jadi nggak seharusnya gue nulis ini.”

Dinda menunjuk kertas-kertas di atas meja dengan wajah kesal.

“Ya kalau gitu ini hukuman karena lo telat. Gampang, kan?"

Oke, Dinda bisa menerima kalau dia dihukum karena terlambat, tapi tidak dengan hukuman tak berkelas seperti sekarang.

“Apa? Mau protes sama hukumannya? Sorry, gue nggak terima protes, " ucap Kak Arya tanpa menatap Dinda.

Dinda terkejut. Apa kakak kelasnya ini jelmaan Edward Cullen yang bisa membaca pikirannya.

Ah, tidak mungkin. Walaupun kakak kelasnya ini tampan. Tapi kulitnya sawo matang, bukannya putih pucat seperti Edward.

Akhirnya Dinda menyerah untuk protes dan menulis setiap huruf dengan tekun karena dia malas berdebat dengan Kak Arya.

Dinda pikir jika dia menerima hukuman tak berbobot itu, maka semuanya akan selesai dan berlalu dengan sendirinya.

Dinda merentangkan tangannya ke depan karena mulai lelah menulis tulisan tak berguna itu.

Dinda juga memutar lehernya sejenak sekedar merenggangkan otot dan tulangnya yang hampir kaku.

“Hey, yang ini kegedean,” tunjuk Kak Arya pada tulisan Dinda.

Dinda mencibilkan bibirnya kesal. Arya melirik Dinda saat bibirnya mengerucut kesal mendengar komentarnya.

“Lo ngapain sih? Harusnya lo bersikap manis sama orang yang lo suka. Nggak dengan masang wajah jelek kayak gitu,” ujar Arya.

Dinda memutar bola matanya jengah. Bukankah dia sudah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak menyukai cowok yang sekarang berada di depannya ini.

Semuanya salah paham. Kenapa cowok ini tak percaya padanya dan terus bertingkah menjadi cowok sok kegantengan di sini.

Plak..

Dinda meletakan bolpoin itu keras pada meja dan merenggangkan otot-otot kaku pada bagian tangan dan lehernya.

“Gue udah selesai.”

“Hah.. akhirnya. Gue tahu lo suka sama gue, tapi nggak seharusnya lo nahan gue selama ini,” ujar Arya yang berhenti memainkan ponselnya.

Dinda tak berniat membalas. Bagaimanapun juga kakak kelas akan selalu menang dan penjelasannya selalu tak digubris.

Lagi pula ini masih hari pertama MOS, Dinda tak ingin ditandai oleh kakak kelas dan dipersulit dalam menjalani masa MOS-nya.

Dinda berjalan keluar kelas dan meninggalkan Kak Arya di dalam.

Sungguh, Dinda tak ingin melihat wajah menyebalkan Kak Arya.

“Jangan ke lapangan dulu sebelum gue suruh.”

Mendengar perintah itu Dinda menghentikan langkahnya dan memilih bersandar pada dinding luar kelas.

Arya masih mengecek pekerjaan Dinda. Sebenarnya Arya tak menyetujui hukuman yang menurutnya tak mendidik ini.

Tapi mau bagaimana lagi, ini semua ide dari panita cewek yang disetujui oleh yang lain. Mau tak mau Kak Arya mengiyakannya karena dia juga sedang malas berpikir hanya untuk sebuah hukuman.

Kak Arya sengaja membiarkan Dinda berdiri di luar kelas. Dia berusaha mengerti Dinda yang mungkin saja malu berada dalam satu ruangan dengannya.

“Ayo ke lapangan. "

Dinda menegakan badannya saat mendengar perintah itu.

Dia mengekor di belakang Kak Arya. Sesekali Dinda meninju angin ke arah Kak Arya.

Kak Arya tersenyum geli melihat tingkah Dinda saat mengekor padanya.

Sesampainya di lapangan semua anak yang tengah sibuk melakukan kegiatan MOS mengalihkan pandangannya menuju Kak Arya dan Dinda yang baru datang.

Bahkan para panitia menyoraki keduanya saat berjalan di depan mereka.

Sederet pertanyaan yang menurut Dinda tak masuk akal keluar dari mulut mereka.

Dinda hanya menghiraukan mereka dan ikut masuk ke dalam kelompok yang sudah dipersiapkan untuknya. Sedangkan Kak Arya sibuk menyuruh teman-temannya untuk diam.

Dugaan Dinda meleset. Ternyata semua tak berakhir dengan mudah, bahkan semua ini masih awal.

Saat istirahat berlangsung teman sekelompok Dinda terus-menerus menanyakan hal yang sama. Membuatnya ingin mengumpati dan memaki hari menyebalkan ini.

Sekarang pun namanya melejit begitu cepatnya. Mungkin semua ini karena alasan yang Dinda baru tahu. Kak Arya sangat populer, bahkan di kalangan siswa baru.

Bayangankan, sekarang siapa orang yang mengenal Kak Arya pasti mereka akan mengenal Dinda juga.

Dinda tak keberatan untuk menjadi terkenal, tapi bukan dengan cara seperti ini.

Ingin rasanya Dinda mengambil mikrofon yang dipegang kakak kelasnya di depan dan menyuarakan kepada semua orang di sana bahwa dia tak menyukai Kak Arya. Dinda ingin mengatakan bahwa semua ini salah paham.

Sayangnya Dinda tak memiliki cukup keberanian untuk melakukan hal itu.

Dinda melirik kesal pada Kak Arya yang terlihat tanpa beban, bahkan sempat tertawa bersama beberapa kakak kelas lainnya yang lewat.

Sedangkan di sini Dinda harus tersiksa dengan pertanyaan konyol yang terus berulang dari teman seangkatannya.

Masalahnya walaupun Dinda sudah mengatakan tidak, tapi tak ada yang percaya padanya.

Lalu apa gunanya mereka bertanya jika tak ada yang mendengarkan jawabannya.

"Lo Dinda, kan? yang naksir Kak Arya?" tanya seorang siswa baru juga.

Pertanyaan itu berhasil membuat beberapa siswa baru di radius satu meter ikut menguping pembicaraan keduanya.

"Gue Dinda, tapi gue nggak suka sama Kak Arya, " jelas Dinda acuh.

Bahkan dia sudah hafal kalimat itu di luar kepalanya.

"Jadi bener ya. "

Sialan. Apa cewek ini tak mendengar baik-baik apa jawabannya. Ingin rasanya Dinda menjambak rambut cewek di depannya ini.

"Kak Arya emang ganteng sih, cuma gue salut sama lo berani terang-terangan naksir dia. Gue denger banyak kakak kelas yang naksir sama dia juga. "

Dinda membuang muka masa bodoh. Dia tak perduli mendengar seberapa popolernya Kak Arya.

Mendengar nama itu di sebut saja Dinda mulai kesal dan jengkel.

"Berkumpul semua sesuai kelompok! " titah kakak kelas yang berada di depan.

Cewek itu pamit pergi untuk bergabung bersama kelompoknya. Meninggalkan Dinda yang bertambah kesal karena kini lebih banyak siswa dari kelompok lain yang bertanya langsung kepadanya.

Sudahlah, Dinda jalani saja hari menyebalkan ini. Iya yakin bahwa harinya tak akan bisa menjadi lebih buruk dari sekarang.

~oOo~

Terpopuler

Comments

eva lestari

eva lestari

❤️❤️❤️

2022-09-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!