Lembayung Senja

Kembali kesekolah saat ini adalah hal yang paling tidak semenarik dulu. Walaupun preatasinya tidak menurun sejak kejadian itu, bahkan di kelas sembilan pun dia kembali masuk kelas unggulan. Walaupun begitu bullying terhadapnya masih terus berdatangan setiap saat. Dia hanya bisa menghindar. Dan tujuannya saat ini adalah lulus dengan nilai terbaik. Deeva sebenarnya mencoba mengabaikan semua itu dan fokus pada ujian akhirnya yang tinggal beberapa bulan lagi. Namun sisi melankolisnya menolak untuk diam, hati kecilnya begitu tak nyaman.

"Yang sabar Deeva, biarkan saja mereka begitu. Itu artinya mereka iri dengan sisi baikmu. Semua orang punya sisi kurangnya. Namun dari semua itu lebih baik kita fokus pada sisi baik orang itu. Itu kalo Bude lho ... " jelas Bude di kantin sekolah setelah pulang sekolah.

"Iya, Bude. Deeva akan berusaha jadi yang terbaik. Terima kasih atas nasehat Bude"

"Ya, sudah hati-hati dijalan"

Gadis manis itu tersenyum. Dia kembali menyusuri jalan-jalan berbatu menuju rumah tempat dia tinggal. Sama beratnya langkah kakinya menuju sekolah.

"Deeva ..." panggil seseorang.

"Hi, Nince ... Dari mana kamu?" tanya Deeva

"Ini tadi bunda mu menyuruh aku menebus obat di apotik"

"Obat? Bunda sakit?"

"Iih... Sebenarnya aku tidak boleh bilang. Tapi keadaan Bundamu tidak begitu baik beberapa hari ini. Tadi pagi dia kedokter dan aku disuruh menebus obatnya di apotik"

"Ya, Tuhan ... Bunda sakit apa?"

"Aku tidak tahu, Deeva ... "

Belum selesai Nince melanjutkan kata-katanya, Deeva sudah berlari mencari Bunda nya. Dia menemukan Ruz tertidur dikamarnya. Wajahnya begitu tenang dan damai. Deeva memandang wajah damai sang Bunda.

"Deeva, biarkan Bundamu istirahat" ajak Nince keluar. Mereka berdua meninggalkan kamar Ruz. Lalu Deeva kembali kekamarnya. Menjelang sore Deeva kembali mencari Ruz.

"Bun ..." panggilnya

"Hmmm... "

"Bunda baik-baik saja?" tanya Deeva perlahan.

"Apa perduli mu, Deeva? Bukankah kamu akan senang melihat Bunda mu seperti ini?"

Huuuhhh....

"Bun ... Maafkan Deeva. Deeva belum bisa jadi anak yang membanggakan Bunda, tapi paling tidak Deeva tak ingin mengecewakan Bunda. Deeva yakin jauh dilubuk hati Bunda pasti menginginkan Deeva lebih baik dari hari ini" papar Deeva.

"Kalau begitu, jangan pernah menampakkan wajahmu lagi dihadapanku, Deeva. Aku tak ingin lagi melihatmu disini. Kamu selalu mengingatkan ku pada masa lalu ku yang kelam. Sifat dan watakmu yang keras kepala dan selalu ngotot itu persis sekali dengan ayahmu. Aku tidak suka itu"

"Baik Bunda suka atau tidak suka, Deeva tetap darah daging Bunda. Terlepas siapapun ayah kandung Deeva yang sebenarnya"

Kali ini Ruz terdiam. Dia hanya memandang wajah cantik putri tunggalnya itu. Memang benar, jauh dilubuk hatinya, kata-kata pedas, makian bahkan tamparan yang dia berikan pada Deeva bertujuan untuk kebaikannya sendiri. Ruz tak pernah bisa jujur dengan perasaannya sebenarnya. Dia berpura-pura kuat dan tegar dihadapan putri kandungnya itu.

******

Bruuukkk ...

Tiba-tiba Ruz terjatuh sambil memegang perutnya. Keringat dinginya bercucuran. Tangan gemetar. Beberapa orang anak asuhnya membopong Ruz kekamarnya. Nafasnya pendek-pendek saat dibaringkan diatas tempat tidur.

Deeva yang dihubungi segera meminta izin pihak sekolah untuk pulang terlebih dahulu. Dia sangat khawatir dengan keadaan Bundanya. Larinya semakin kencang agar dia segera sampai dirumah dan bertemu Bunda.

Braaakk...

"Bunda ... " teriaknya

"Aku tak memintamu kesini. Pergilah" jawab Ruz dingin.

"Bunda kenapa? Bunda sakit apa?"

"Kenapa kamu kesini? Bukankah ini masih jam sekolah?" Ruz tak memperdulikan pertanyaan Deeva.

"Deeva minta izin pulang lebih awal, Bun. Deeva khawatir sama keadaan bunda"

"Kalau kamu perduli dengan ku seharusnya kamu tidak kesini disaat jam sekolah, anak bodoh. Pergilah. Aku malas melihat mu!!"

"Bun ..."

"Pergilah!!" Ruz memalingkan wajahnya.

Adeeva merasa sangat sedih. Dia pergi keluar untuk menenangkan dirinya. Kakinya terus berjalan menyusuri sepanjang jalanan pinggir kota itu. Angin dingin tidak dirasakannya. Tanpa disadari dia sampai ditepi pantai yang tak jauh dari sebuah hotel berbintang dikotanya. Dengan masih mengenakan seragam sekolahnya Deeva melepas sepatunya lalu menyusuri pinggiran pantai dengan bertelanjang kaki.

"Aaaaaaaaaaaaaaa......" teriaknya pada lautan.

Membuang semua kepenantan dan sesak didadanya. Melepaskan semua tekanan dalam otaknya yang kecil. Tanpa sadar dia mulai menangis. Dan makin terisak. Sampai akhinya kakinya tak kuat lagi berdiri lalu terduduk ditepi pantai. Deeva mengusap airmatanya. Menghela nafasnya keras-keras. Meluruskan kakinya yang pegal diatas buliran pasir pantai yang lembab. Sinar matahari mengguning diujung senja, mengundang lembayung jingga bersamanya.

"Toook... " sebuah cangkang kerang mengenai pipinya.

Gadis manis itu mengusap pipinya yang sedikit pedih akibat lontaran cangkang kerang yang mengenai pipinya tadi. Deeva menoleh kekanannya. Seorang pemuda berdiri disampingnya. Tubuhnya tinggi tegap, pundaknya lebar dan tangannya kekar. Kemeja dan celana panjangnya membuat kesan maskulinnya makin terasa. Deeva mengerutkan alisnya, dia sama sekali tak mengenal laki-laki itu.

"Kenapa kamu melemparkan cangkang kerang ini kepadaku?!" pelotot Deeva.

"Galak sekali kamu adik kecil" senyum laki-laki itu melebar melihat Deeva yang geram padanya.

"Adik kecil?! Enak saja!! Sejak kapan kamu jadi kakakku?!"

"Sejak saat ini, adik manis"

"Jangan sembarangan mengganti nama orang. Aku bukan adikmu. Dan aku tidak kenal denganmu. Dasar laki-laki aneh" Deeva melayangkan protesnya.

Dia mengambil sepatunya lalu menyincingnya, wajahnya masih merengut mengingat kejadian tadi.

"Hei, adik kecil ... "

Deeva berhenti dan menoleh. Rasanya ingin dia melemparkan sepatu itu kepada laki-laki iseng itu. Kesal hatinya dijahili seperti itu oleh laki-laki asing yang tak dikenalnya itu.

"Kamu lebih cantik kalau tersenyum, Sayang" ucapnya.

Seketika wajahnya menjadi merah mendengarnya. Deeva menarik sedikit ujung bibirnya. Wajahnya memang terlihat lebih cantik dengan senyuman yang diukirnya itu. Sadar dia diperhatikan, Deeva cepat-cepat berlalu dari tempat itu.

"Kamu memang lebih cantik kalau tersenyum seperti itu, kerang kecilku" ucap laki-laki tadi sambil berbalik badan.

Dia kembali menuju kamar hotelnya. Agra Roberto Meshach, putra kedua keluarga Meshach, seorang pebisnis muda yang rupawan. Meeting penting dengan kliennya membuat dia menginap di hotel mewah yang menyajikan pemandangan pantai yang indah.

******

Deeva sampai dikamarnya dan langsung membersihkan diri. Setelah berpakaian rapi dia merebahkan tubuhnya diatas kasur. Pikirannya berjalan-jalan mengitari waktu lembayung yang begitu berkesan. Laki-laki gagah yang dia temui tadi memberinya kesan berbeda.

"Kamu lebih cantik kalau tersenyum, Sayang"

Kata-kata itu terngiang ditelinganya. Baru kali ini ada seorang laki-laki yang memanggilnya sayang.

"Siapa laki-laki itu?" batinnya.

"Aaahh... Seandainya tadi aku tidak begitu emosi. Aaahhh... Kenapa aku malah memikirkan laki-laki itu"

"Deeva ... Deeva ... Please ... Jangan bodoh dia hanya laki-laki iseng yang mengganggu mu. Jangan berfikir yang macam-macam. Tidurlah...!!!" titahnya pada diri sendiri.

Dia memejamkan matanya, mencoba berlari menuju alam mimpinya yang indah. Berharap hari esok akan lebih indah dari mimpinya malam ini.

******

Terpopuler

Comments

vithaa❤️

vithaa❤️

apakah bgni ya kerasnya hidup di kota???? 😭😭 harus pura- pura kuat

2021-05-02

1

Lysa Herlambang

Lysa Herlambang

knp GK tinggal dan bude kantin aja Deva ..
jauh dari hingar bingar dunia malam

2020-09-03

1

Yuan78_

Yuan78_

kak aq gak mau brnti baca😢😢😢
baper kak, sedih bgt aq kak

2020-06-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!