"Mas ... Mas Rezky ...." Dian berulang kali memanggil Rezky yang masih tertidur pulas padahal matahari sudah mulai meninggi, jam sepuluh.
"Mas ... bangun, Mas! Ma-ss ...." Karena Rezky tidak juga bangun, akhirnya Dian mendekat. Dian mengucap bismillah sebelum akhirnya meletakkan jemari ke bahu Rezky. Dian memang terlihat berlebihan, sudah menikah 2 tahun tapi menyentuh bahu suaminya saja Dian agak takut, apalagi kondisi Rezky lagi tidur pulas begini.
Dian trauma. Pernah suatu ketika Dian dimarahi habis-habisan karena membangunkan Rezky dengan menepuk bahunya. Pasalnya saat itu Rezky baru pulang jam lima pagi dan Dian terpaksa membangunkan Rezky jam tujuhnya. Bukan tanpa alasan, saat itu pak RT setempat datang mau ngajak Rezky kerja bakti. Pagi itu Rezky dengan berbagai alasan menolak pinta pak RT. Setelah pak RT pergi, Rezky menumpahkan kemarahannya pada Dian yang tidak bisa mencari alasan di depan pak RT dan malah membangunkannya saat lagi mimpi ketemu Nesa.
Puk Puk
Puk Puk
Dian berulang kali menepuk bahu Rezky akhirnya.
"Akhhhh ... apa sih ganggu aja!" gusar Rezky hanya mengubah posisi tubuhnya dan tidur lagi.
"Mas ... bangun Mas!"
Rezky dengar suara Dian membangunkannya, tapi ia mengabaikannya. Dian bertambah bingung. Belum lama tadi Pak Saeful menelepon, akan ada rapat di pabrik jam sebelas dan ia meminta Dian menyampaikan kalau Rezky harus datang.
Dian mengucap bismillah lagi, ia tepuk lagi bahu Rezky tiga kali yang membuat akhirnya Rezky membuka mata.
"Apa sih, Di? Lo ganggu gue tidur aja! Apa! Apa? Butuh uang?" Belum lagi Dian menjawab Rezky sudah meraih dompet di atas nacash. Uang merah lima lembar langsung dilemparnya ke tubuh Dian.
"Tuh, cukup nggak? Udah gue mau tidur lagi, awas lo bangunin gue lagi! Hari ini gue gak ke pabrik, semua aman, gue mau tidur aja seharian!" kata Rezky.
"Mas, tapi ini bukan masalah uang!" Dian baca bismillah lagi, dia menggoyangkan bahu Rezki.
"Kamu tuh, Di! Maunya apa sih? Maaf kalau untuk nganter lo kuliah gue nggak sudi!"
"Bukan! Aku juga gak mau dianter Mas!" Kalimat itu spontan saja, Rezky memang hobi naik motor gede sambil ngebut dan Dian udah gemetar aja membayangkan dibonceng Rezky naik motor, Dian takut gak selamat sampai tujuan. Kalau kemarin sih gpp, motor Rezky lagi di bengkel dan dia beraktivitas naik mobil, tapi pagi tadi orang bengkel sudah nganter motornya Rezky. Bisa dipastikan kalau Rezky akan menjalani aktivitas pakai motor gedenya itu.
"Lo mulai berani sama gue, ngapain lo ngomong begitu? Kayak anti banget gue anter!" Mata Rezky membulat dan Dian takut. Dalam hati Dian bingung juga.
Bukannya Mas Rezky yang kayaknya anti nganter aku, kalau aku sih alasannya jelas karena motor mautnya itu. Tapi dia? Ihh lagi pula ngapain juga mas Rezky marah kalau aku ngomong kayak tadi. Harusnya pas dong, dia nggak mau nganter dan aku nggak mau dianter. Wahh, salah paham lagi kayaknya deh. Sabar ... Sabar Dian!
"Bukan begitu maksud Dian, Ma-ss ... Mas salah paham," kata Dian dengan nada manja.
"Sok imut lo! Jijik gue denger lo ngomong kayak barusan! Yaudah bilang ngapain lo bangunin gue!"
"Tadi ayah telpon. Kata ayah Mas diminta ikut rapat jam sebelas di Pabrik ayah."
"What? Rapat? Jam sebelas?" Dian mengangguk.
Rezky melirik jam sudah jam setengah 11. "Astaga Dian! Ngapain lo nggak ngomong ini dari tadi sih! Awas aja kalau gue sampe telat! Semua gara-gara lo!" Rezky dengan cepat mengangkat tubuhnya dan masuk ke kamar mandi.
Dian mendengus napas. Kata-kata Rezky sungguh semaunya saja, jelas-jelas dia yang sulit dibangunkan, tapi dia juga yang disalahkan.
Dian menuju lemari, menyiapkan pakaian yang mau dipakai Rezky. Dian mengambil pakaiannya juga, mau siap-siap ke kampus. Dian ada kelas jam sebelas, gara-gara dari tadi bingung cara bangunin Rezky, dia jadi lupa bersiap.
Dian merasa harus buru-buru bersiap, mengganti gamis rumahannya dengan gamis warna denim yang baru diambil dari lemari. Dian baru selesai melepas pakaiannya saat Rezky ke luar dari kamar mandi.
"Astaga Dian! Ngapain lo ganti baju di sini, sih! Ternoda kan mata gue!" Rezki buru-buru mengambil pakaiannya, mengalihkan tatapannya dari tubuh putih Dian yang mulus tanpa panu, kudis dan penyakit kulit lain. Ia memilih memunggungi Dian.
Duh Dii, gue akui tubuh lo bagus, coba aja lo Nesa.
"Ternoda itu kalau yang dilihat belum halal, Dian kan halal buat Mas Rezky." Dian berucap sambil memasukkan gamis melewati kepalanya.
"Pake acara ceramah lagi lo! Buruan gih pindah sana ke kamar mandi!"
"Gak mau, udah nanggung, Dian juga buru-buru. Gara-gara Mas nih Dian jadi terlambat!"
"Dih kok jadi lo yang nyalahin gue!" Kemeja sudah terpasang sempurna, Rezky mulai memasukkan kaki ke lubang celana, sementara Dian duduk di depan meja rias, menggunakan hijab.
"Duh mata Dian sekarang yang ternoda nih, Mas sengaja ya pakai celananya di lama-lamain biar dilihat Dian?"
"Kepedean lo, Di!" Rezky membalik tubuh menghadap lemari.
"Masih kelihatan tuh, Mas! Kalau sengaja bilang aja!" Dian tampak senang menggoda Rezky. Entah mengapa saat itu Dian sangat senang melihat wajah gusar Rezky.
Kenapa aku puas gini ngeledekin mas Rezky, aku seneng lihat wajah gusarnya. Kayaknya aku harus ganti main set nih, nggak dapat hati mas Rezky, aku akan buat kemarahan mas Rezky mood booster aku. Ya, begitu aja.
"Astaga!" decak Rezky baru menyadari di lemari ada kaca yang memantulkan dirinya ke cermin meja rias Dian.
"Mulut lo bisa diem gak! Makin lama 'kan!"
Dian terus tersenyum melihat Rezky yang salah tingkah.
"Mas, Dian berangkat duluan, ya!" Dian meletakkan tas ke bahu dan beranjak. Waktu memang sudah jam sebelas kurang 10, Dian yakin pasti ia akan terlambat, tapi ia berangkat saja.
"Ya, sono!" kata Rezky tanpa melirik sedikit pun Dian. Suami yang satu ini santai saja membiarkan istrinya ke luar sendiri. Rezky yakin Dian akan selalu aman saja. Dengan gamis longgar, jilbab dilebarkan menutupi dada, juga wajah tanpa riasan, Rezky sangat yakin tidak akan ada yang ingin mengganggu Dian. Di mata Rezky, Dian memang gadis biasa saja, gak cantik, gak secantik Nesa tepatnya.
"Mas ada yang lupa!"
"Hahh?" Rezky kaget melihat Dian berbalik lagi dan kini menghampirinya.
"Salim dulu, Mas!" Dian menjulurkan tangan. Rezky melihat sekilas wajah polos dan tulus Dian. Ia memberi tangannya setelahnya.
"Mas Rezky ati-ati, ya! Jangan ngebut, gpp telat. Keselamatan Mas penting buat Dian. Nanti bilang aja sama ayah kalau semua karena Dian lupa bangunin Mas!"
Rezky mematung. Ia membenarkan kalau wanita yang sering ia anggap bocah lantaran lebih muda darinya tiga tahun itu memang wanita baik.
_______________
🕷️Happy reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
💖Yanti Amira 💖
hallo istri itu perlu pujian
y
secapek apa pu seorang istri kalau dia dapat pujian dari suami pasti merasa senang
2022-11-20
0
Zaim Jepara
bumbu2 kesengsem sudah mulai ditebarkan nich
2022-08-26
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
tabung terus lah pujian mu mas...
suatu saat nanti, sampaikan pada Dian ya .. karena istri pun butuh dipuji...
2022-08-06
1