Jodohku Kades Muda

Jodohku Kades Muda

Diusir

Tias menatap tajam penuh kebencian pada gadis berseragam putih abu abu yang tengah menangis di dalam pelukan mamanya.

Mereka bersaudara tetapi entah kenapa gadis berseragam putih abu itu selalu menuduhnya seakan akan tidak ada ikatan darah diantara mereka.

Tias yang baru pulang dari kuliahnya dan tiba tiba saja terkena masalah hanya karena gadis berseragam putih abu itu yang mengadu kepada mamanya. Padahal penyebab permasalahannya saja ia tidak tahu.

" Tadi kak Tias maki Via di depan teman teman Via yang lain. Banyak orang juga di sana yang ngeliatin Via. Via malu diejekkin dan dibilang bilang sama banyak orang. Katanya Via kurang ajar dan nggak tahu malu." Via mengadu disela tangisnya.

Mamanya yang mendengar aduan itu segera menatap marah pada Tias. " Kamu dapat ajaran nggak sopan kayak gitu dari mana ?! Mama nggak pernah ngajarin kamu kurang ajar kayak gitu di depan umum !"

Tias mengerti sekarang jalur permasalahannya sekarang. Adiknya itu pasti sedang mengarang cerita agar orang tuanya kembali memarahinya setelah berhasil mencuri kartu kreditnya kemarin.

" Tias kamu bisu ?! Jawab kalau mama tanya ! Kamu masih punya mulut kan ?!"

Tanpa sadar Tias menganggukkan kepalanya yang menyebabkan mamanya bertambah marah atas perlakuan tidak sopannya barusan.

" Kamu memang kurang ajar ! Percuma mama sekolahkan kamu tinggi tinggi kalau akhirnya kamu nggak terdidik kayak gini !"

Tias mengepalkan tangannya menahan diri untuk tidak membentak ataupun mengeluarkan kata kata kasar untuk wanita yang telah melahirkannya itu. Jangan sampai ia menyakiti wanita itu atau surganya akan tergores karena perbuatannya sendiri.

" Tias !"

PLAK !

Tias mengusap darah di ujung bibirnya akibat tamparan kencang dari papanya yang baru saja datang.

Kali ini apalagi masalahnya ?.

Tias bahkan tidak merasa melakukan kesalahan apapun tetapi selalu menjadi bahan sasaran pada akhirnya.

" Lihat itu !" papanya melemparkan sebuah kertas yang berisi tagihan Bank atas nama kartu kreditnya.

Tias melihatnya lalu melirik sinis pada Via yang masih menangis di dalam pelukan mamanya.

" Kamu apakan uang sebanyak itu hah ?!"

Tias menatap papanya yang melotot marah kepadanya. " Aku nggak tahu apa apa."

PLAK !

" Kamu masih nggak mau ngaku setelah menghabiskan uang enam puluh juta minggu ini ?! Kamu kira itu jumlah yang sedikit ?! Dasar anak nggak tahu terima kasih ! Masih untung kamu papa sekolahkan. Kalau tidak ? Mau jadi apa kamu tanpa papa !"

Tias tersenyum tipis sembari memandang sendu lantai rumahnya. Dijawab salah tidak dijawab pun juga salah. Sebenarnya Tias ini harus bagaimana lagi ? Tidak mungkinkan ia mengakui kesalahan yang tidak diperbuat olehnya ?.

" Aku bener bener nggak tahu tentang itu pa."

PLAK !

" Dasar pembohong !"

Tias tersenyum miris. Tiga kali, tiga kali papanya sudah menamparnya hanya karena kesalahan yang tidak diakuinya.

" Terus gimana ? Aku harus ngakui kesalahan yang selama ini nggak aku perbuat gitu ?"

" Kamu !"

" Apa ?! Papa mau nampar aku lagi ? Tampar sekarang ! Aku udah muak harus ngalah terus kayak gini. Aku udah bilang bukan aku yang pakai uang itu. Aku nggak pernah punya waktu hanya buat sekedar senang senang menghabiskan uang papa !"

Ini adalah batas akhir dari kesabarannya. Sekaligus keberanian pertamanya untuk mengeluarkan suara melawan papanya.

" Oh, jadi kamu sudah merasa hebat karena tidak menghabiskan uang papa ?! Baik, pergi kamu dari rumah ini ! Papa ingin tahu bisa jadi apa kamu tanpa harta papa !"

Deg !

Setetes air mata jatuh dari manik indahnya. Namun Tias cepat cepat menghapusnya. Papanya tega mengusirnya tanpa berpikir panjang hanya karena uang enam puluh juta itu. Padahal mamanya dan Via sering menghabiskan uang ratusan juta untuk berbelanja tetapi papanya hanya diam saja.

Tias menatap mamanya dengan harapan mamanya mau membelanya. Tapi setelah cukup lama menunggu mamanya hanya diam saja.

Lihat, betapa pilih kasihnya mereka. Andai saja Via yang ada diposisinya mungkin orang tuanya sudah sibuk meminta maaf dengan wajah sedih mereka.

Tias mengambil KTP dan kartu vaksinnya dari dalam dompet. Lalu mengambil kunci motor bersama handphonenya dari dalam tas kuliahnya. Setelah itu Tias berjalan menghampiri papanya dan meletakkan dompet, kunci motor, beserta handphonenya ke lantai.

" Ini harta papa, semoga papa bisa dapat penerus yang lebih bisa diandalkan dari pada aku. Jaga kesehatan papa." Tias berjalan cepat menuju kamarnya.

Tias menangis tanpa suara dengan tangan memegang pipinya yang terasa panas dan juga kebas. Pasti saat ini pipinya sudah memerah bengkak. Tias mengambil ijazah dari dalam lemari dan memasukkannya ke dalam tas yang sering dibawanya saat kuliah. Lalu mengambil dua pasang baju yang pernah dibelinya sendiri saat Tias diam diam bekerja part time di Cafe milik temannya dulu.

Tias mendekati tempat tidurnya dan mengambil uang tabungannya yang ia simpan di dalam bantal. Matanya memandangi kamarnya dengan seksama sebelum beranjak pergi sambil menggendong tas kuliahnya.

Tiba tiba saja perutnya berbunyi nyaring. Tias baru sadar kalau ia belum makan dari pagi. Biarkan sajalah, nanti kalau uangnya cukup Tias akan cari makanan di pinggir jalan.

" Non, non Tias."

Tias berhenti berjalan dan melihat bik Sumi yang berlari mengejarnya dari dalam gerbang rumahnya.

" Non Tias mau kemana ? Bik Sumi ikut ya non. Bik Sumi janji nggak akan nyusahin non Tias nanti di jalan." pinta bik Sumi yang menangis sambil menggenggam tangan Tias.

Tias menggeleng lalu mengusap air mata bik Sumi yang tidak mau berhenti. " Tias mau belajar mandiri. Bik Sumi di sini aja jagain mama sama papa. Nanti kalau Tias udah berhasil Tias bakalan pulang kok ke rumah."

Mendengar itu bik Sumi tambah menangis kencang. Tias memakluminya karena sejak ia bayi bik Sumi yang mengasuhnya dan selalu memperhatikannya layaknya seperti anak sendiri.

" Kalau gitu non bawa tabungan bik Sumi aja ya ? Dan ini makanan yang bik Sumi ambil buru buru dari dapur karena mau ikut non Tias tadi."

Tias mengambil makanan yang diberikan bik Sumi kepadanya tapi tidak dengan uang tabungannya. " Tias udah punya sendiri kok bik. Udah ya Tias pergi dulu, bik Sumi jaga kesehatan dan juga jangan sering begadang karena nungguin Tias nanti. Tias pergi dulu assalammualaikum."

" Wa'alaikum salam. Non Tias..."

" Bik Sumi." Tias menggelengkan kepalanya meminta bik Sumi untuk berhenti berbicara.

Tias berbalik beranjak pergi. Matanya menatap makanan yang dibungkus plastik hitam di tangannya. Bahkan orang lain lebih sayang kepadanya dibandingkan orang tuanya sendiri. Tias memandang jalan di depannya. Ia menghela napas mengingat uang tabungannya yang sudah tinggal sedikit.

" Ya Allah, semoga aku bisa sampai ke sana tanpa mengalami masalah apapun." ucapnya berdoa.

Terpopuler

Comments

alvika cahyawati

alvika cahyawati

baru jg baca tp udah mewek sj

2023-05-06

2

Titik Sofiah

Titik Sofiah

awal yang menarik ya Thor

2023-05-02

1

abdan syakura

abdan syakura

Petualangan dimulai,Tias....
💪💪

2023-02-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!