Sebulan telah berlalu, Rania yang hendak pergi bekerja tiba-tiba merasa pening, ia mencoba menopang diri nya pada sisi meja rias di kamar nya, perut nya terasa bergejolak seperti ada sesuatu yang hendak keluar dari mulut nya, ia berlari memasuki kamar mandi dan memuntahkan segala nya, setelah merasa enakan gadis itu keluar dan berjalan menuju ruang makan yang di mana seluruh anggota keluarga sudah berada di sana, namun gejolak nya terasa kembali kala Indra penciumannya mencium aroma masakan yang baru saja di hidangkan Sila. Gadis itu pun menutup mulut nya dan kembali berlari ke belakang.
Sila menatap heran ke arah Rania yang baru saja melesak lari. "Dasar anak aneh!" cibir Sila.
"Udah kayak orang ngidam aja!" celetuk Liana.
Ucapan Liana barusan membuat Hendro yang sedang mengunyah sarapan nya pun terbatuk keras, ia menatap nyalang anak nya. Sila yang melihat nya pun segera menyodorkan segelas air pada suaminya itu.
"Kalau makan, ya pelan-pelan dong, Mas." ucap Sila sembari menyodorkan gelas tersebut.
"Berhenti lah membicarakan Rania seperti itu. Ayah perhatiin akhir-akhir ini tidak kamu atau pun Bunda selalu saja mencari kesalahan Rania." marah Hendro kepada istri dan anak nya.
"Emang benar kan Bun, misalkan orang hamil kayak gitu." Liana kembali melempar pandangan nya ke arah Sila.
"Bisa yes bisa no, sayang." senyum mengejek pun menyelingi ucapan Sila.
"Udah cukup! Liana habisin sarapan kamu, bentar lagi Ayah berangkat ke kantor." bentak Hendro dan berlalu pergi meninggal kan sarapan nya.
Rania yang berada di ambang dapur pun dapat mendengar perdebatan mereka, Rania berulang kali mengusap dada nya, namun seketika tangan nya terulur ke bagian perut nya, ia memejamkan mata nya.
Semoga saja apa yang di katakan Liana tidak benar, mungkin gejolak yang baru aku rasakan ini hanya lah masuk angin.
Setelah merasa cukup tenang Rania pun melangkah keluar kembali ke meja makan. Tampak Sila menatap nya dengan sorot mata tidak suka. Namun Rania yang sudah terbiasa di pandang seperti itu pun tak ambil pusing, ia duduk di seberang dan mulai menyantap sarapan nya, namun lagi-lagi gejolak itu datang, ia pun kembali beranjak dan berlari menuju wastafel, melihat itu Sila maupun Liana pun ikut bangkit dan berjalan menghampiri Rania yang sedang memuntahkan sarapan nya barusan.
"Udah seperti orang hamil saja!" seru Liana lagi dan lagi.
"Apa benar yang dikatakan Liana barusan?" cecar Sila yang mulai terprovokasi dengan ucapan Liana.
Rania pun membersihkan mulut nya terlebih dahulu, dengan perlahan ia membalik kan badan nya, dan menatap lekat-lekat kedua orang di depan nya.
"Jika iya kenapa? toh aku bukan anak Ayah Hendro dan Tante Sila, kan!" jawab Rania yang sudah tidak bisa membendung rasa sakit hati nya, selama ini bukan Rania tidak tau mengenai siapa ia sebenarnya, meski awal nya ia merasa hancur, namun ia bahagia karena tidak terlahir dari rahim seorang Ibu seperti Sila yang tidak memiliki perasaan keibuan.
Deg!
Jantung Hendro berdegup kencang mendengar perkataan Rania barusan, bukan karena perkataan Rania yang menyatakan ia hamil, melain kan ucapan Rania mengenai siapa diri nya sebenarnya.
"Apa maksud kamu, sayang? kamu anak Ayah! jangan dengar kan omong kosong siapapun." tanya Hendro setenang mungkin, ia tidak ingin terlihat gugup di depan Rania.
Rania melempar senyum manis nya saat melihat kedatangan Hendro, pasal nya selama ini hanya Hendro lah yang menyayangi diri nya dan memperlakukan ia layak nya anak kandung.
Malam itu Rania tidak sengaja mendengar perdebatan antara Hendro dan Sila di teras rumah, tepat nya sebulan yang lalu pasca insiden salah culik itu. Saat itu Rania begitu hancur dan rapuh, kesucian nya di rengut paksa oleh seorang pria berhati iblis tanpa belas kasihan, kenyataan mengenai siapa diri nya sebenarnya pun menambah beban pikiran nya malam itu, namun sebisa mungkin ia bersikap seolah olah ia tak mendengar apapun dan berjalan masuk menghampiri Hendro setelah melihat Sila yang kembali masuk ke dalam rumah.
"Bagus lah jika kamu sudah tau! biar kamu tau diri, kamu itu hanya numpang di sini." sindir Liana dengan senyum smirk nya.
Plakk
Satu tamparan di layangkan Hendro pada Liana, ia sudah cukup bersabar menghadapi sikap dan perilaku anak itu yang terus menerus menyudutkan Rania.
Liana menatap Rania dengan penuh kebencian, gadis itu pun mengusap pipi nya. "Ayah rela menampar Liana demi orang asing seperti diri nya?" teriak Liana dengan suara meninggi.
"Ayah apa-apaan sih! semua nya bisa di bicarakan baik-baik. Hanya karena anak haram ini, Ayah tega nyakitin anak kandung Ayah. Dan kamu juga! kamu dan Lethisa kalian sama-sama hanya bisa menyusahkan orang. Dulu Ibu kamu hamil di luar nikah, sekarang pun kamu mengikuti jejak nya! mulai saat ini, kamu keluarlah dari rumah ini, dan satu yang perlu kamu garis bawahi, mulai detik ini kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi, nama kamu akan aku hapus dari silsilah keluarga." Sila dengan berani berucap tanpa memperdulikan sorot mata tajam suami nya. Hendro di buat mematung dengan lontaran cacian dari istri kepada Rania.
Plakkk
Satu tamparan pun di layangkan Hendro kepada istri nya itu, Rania yang melihat nya begitu terkejut, ia tidak menyangka jika semua ini akan berbuntut seperti saat ini. Gadis itu pun meraih tangan kekar yang mulai timbul kerutan tersebut dengan lembut nya.
"Ayah, kenapa Ayah harus melakukan ini? Ayah tidak seharusnya melakukan ini. Apa yang di katakan Tante Sila, semua nya benar, Ayah tak perlu semarah ini. Kenyataan nya seperti yang Tante Sila katakan. Rania tidak marah atau pun membenci Tante Sila maupun Liana, jadi Ayah tenanglah." ujar nya menenangkan sang Ayah yang sudah terlanjur emosi, meski sebenarnya ia merasakan sesak saat ia disebut anak haram. Namun menenangkan Hendro adalah yang utama, ia takut Ayah angkat nya itu jatuh sakit karena dirinya.
"Hey, anak haram berhentilah bersikap baik, kamu pasti senang kan melihat keluarga kami hancur." teriak Liana dengan satu tangan yang sudah menarik rambut Rania dengan kuat hingga sang gadis merintih kesakitan.
"Mulai saat ini jangan pernah injak kan kaki kamu di rumah ini lagi, dasar pelacur!" desis Liana kembali sembari menarik tubuh Rania ke arah pintu depan rumah dan mendorong nya kuat.
"Liana!" teriak Hendro dengan mata memerah.
Melihat Hendro yang hendak menampar Liana lagi, buru-buru Rania bangkit dan memohon kepada Hendro untuk tidak melakukan kekerasan lagi kepada Liana maupun Sila, bagaimana pun setelah kepergian nya nanti Hendro pasti akan membutuh kedua wanita itu.
"Ayah, semua ini salah Rania, andai saja Rania tidak masuk di keluarga ini, mungkin kehidupan keluarga Ayah tidak akan kacau seperti ini. Jika kelak nanti wanita yang melahirkan Rania kesini dan mencari keberadaan Rania, katakan kepada nya jika Rania sudah mati sejak di tinggal diri nya. Rania harap Ayah bisa menerima keputusan Rania, jaga kesehatan Ayah, Rania pasti akan selalu merindukan Ayah." pinta Rania yang tidak ingin terlibat apapun dengan wanita yang melahirkan dirinya.
Tubuh Hendro menjadi lemas seketika kala mendengar permintaan Rania, ia tau Lethisa sudah menorehkan luka di hati gadis itu dengan tidak sengaja, ia tau keputusan adik nya kala itu karena tidak ingin sesuatu menimpah Rania jika ia mempertahan kan anak nya itu.
Maafkan kakak Thisa, kakak sudah gagal menjaga anak kamu, semoga kelak kalian di pertemukan kembali dengan situasi yang baik, dan semoga saja Rania akan menerima kamu dengan segala penjelasan kamu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments