Malam ini udara begitu dingin membuat beberapa insan enggan untuk keluar rumah. Tapi, berbeda dengan pria berkulit putih yang satu ini, ia dengan setelan sweater hitam pergi tanpa sepengetahuan istrinya. Rindu yang menggebu sudah tak mampu lagi ia simpan. Dia harus menemui pacar gelapnya malam ini juga.
Ada sesuatu yang ingin ia berikan pada pacarnya. Sebagai tanda hubungannya lebih serius lagi.
Tapi, Daffa tak tahu jika perbuatannya nanti akan bermasalah pada rumah tangganya. Dia lupa satu hal, kalau istrinya sedang mengintai nya.
Dita sepenuhnya belum tertidur, ia tahu suaminya pergi ke luar dan sengaja membiarkannya. Dita merencanakan sesuatu. Wanita berumur 23 tahun ini mempunyai feeling yang kuat jika suaminya memiliki wanita lain. Jika benar suaminya selingkuh, dalam hati ia berjanji akan menghancurkan kehidupan wanita yang telah merebut suaminya. Dita tidak segan akan menghilangkan nyawa seseorang jika sesuatu yang berharga miliknya diambil orang.
Langkah Daffa mengendap menuruni tangga lalu masuk ke dalam mobil.
"Kamu pergi ke mana malam -malam begini, apa ada urusan pekerjaan di jam seperti ini?" Setelah deru mesin mobil menghilang dari garasi, Dita bangkit untuk mengambil ponselnya.
Wanita ini mulai gelisah meski bukti belum jelas kalau suaminya berselingkuh.
"Lucas!" Dita menghubungi seseorang. Orang yang sangat dipercayai suaminya itu harus mau menuruti semua perintahnya. Dita tahu kelemahan Lucas. Lucas memiliki orang tua perempuan yang berada di panti jompo. Jika menyangkut yang satu ini, Lucas tak bisa berkutik.
"Iya, Nyonya Daffa, ada yang bisa saya bantu?" sahut Lucas dari arah seberang.
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Masalah pekerjaan?"
"Bukan. Segera temui aku sekarang!"
"Segera Nyonya!"
Dita mematikan ponselnya dan segera bersiap. Ia akan menemui Lucas di halaman depan.
Mobil Daffa melaju dengan kecepatan sedang. Dan jalanan cukup ramai, maklum malam minggu jadi banyak pasangan muda -mudi yang berkencan di luar sana.
Setengah jam terlewati sudah, mobil Daffa masuk ke sebuah gang yang cukup temaram penerangan nya.
Sampailah Daffa di sebuah kos-kosan kecil, ia segera mematikan mesin untuk mengurangi kebisingan. Penghuni di sana tak menyukai suara berisik. Nadira pernah bercerita tentang hal itu. Hanya segelintir orang saja yang terlihat.
Daffa mengeluarkan ponsel lalu menghubungi nomor pacarnya.
Tiga detik kemudian sambungan telepon terhubung.
“Nadira, keluarlah, aku ada di depan sekarang!”
Nadira sedang merapikan pakaian, melipat dan memasukkan ke dalam lemari kecil. Ia tinggal di ruangan yang berukuran 4 x 4 m persegi. Cukup untuk dirinya dan beberapa lemari kecil. Meski demikian, ia tak mengeluh demi mengurangi pengeluaran. Bisa saja ia menyewa kamar yang mewah, tentu dengan harga tinggi pula yang sangat disayangkan jika ia mengeluarkan uangnya untuk hal itu.
Deringan ponsel mengejutkan aktivitasnya. Nadira menghentikan pergerakannya dan mengambil ponselnya di atas meja rias.
Ketika melihat kontak nama Daffa, hatinya berubah. Awalnya ia merasa bosan di malam minggu begini harus sendirian di kamar kos. Namun setelah tahu siapa yang menelpon ia segera mengangkatnya dan tersenyum ceria.
“Mas Daffa!"
"Kamu, ada di sini sekarang ? Baik, aku segera keluar." dengan segera gadis itu keluar setelah menerima perintah.
Gadis dengan pakaian sederhana keluar dari balik pintu. Berteriak sangking senang nya, “Mas Daffa!”
“Sttt, jangan berisik!” bisik Daffa mengingatkan dari jauh.
Dengan cepat Nadira membungkam mulutnya sendiri. Menoleh kanan dan ke kiri, di rasa tak ada yang melihat, ia segera berlari ke arah pacarnya.
Ketika sudah dekat, dua insan yang dimabuk rindu itu saling berpelukan.
“Mas Daffa, apa kabar?"
"Aku sakit."
"Kok bisa, sebaiknya kita duduk di sana!” tunjuk gadis itu pada sebuah pos ronda.
Keduanya berjalan bergandengan tangan. Terlihat pasangan yang amat serasi. Keduanya duduk berhadapan.
"Mas Daffa sakit apa?" Nadira menempelkan punggung tangannya ke dahi Daffa. "Nggak panas."
Daffa menurunkan tangan Nadira dari dahinya dan menariknya menyentuh dada. "Yang sakit hatiku."
Nadira bergumam tak mengerti.
"Aku rindu berat sama kamu."
Barulah Nadira sadar dengan maksud perkataan itu, "Aku juga kangen kamu, Mas Daffa."
Daffa mengecup jemari pacar nya.
"Mas Daffa, malam -malam ke sini hanya mengatakan itu? Tak mau mengajak ku jalan-jalan?"
"Ada sesuatu untuk kamu. Pejamkan matamu!"
"Apaan sih Mas Daffa ini, pakai acara tutup mata segala."
"Ayolah!"
"Baiklah!" Nadira memejamkan mata pasrah.
"Awas, jangan ngintip!" Daffa mewanti -wanti.
Nadira menggeleng cepat.
Daffa mengeluarkan kotak merah dari saku celananya dan meletakkan pada tangan Nadira.
“Apa ini, Mas?” begitu merasakan di tangannya ada sesuatu, Nadira membuka mata.
“Bukalah, kamu akan melihatnya sendiri!”
Nadira membuka kotak merah itu.
“Wow, kalung hati !” seru Nadira kegirangan.
“Kamu menyukainya?”
“Ini untukku, Mas?” seakan Nadira tak percaya dengan apa yang ada di tangannya.
Daffa mengangguk dan mengambil kalung itu, “Berbalik lah, aku akan mengenakan nya untukmu!”
Seketika itu juga, Nadira berbalik membuka lehernya yang tertutup rambut.
“Nah, selesai, kamu sangat cantik, Nadira!” tak sia -sia Daffa memilih liontin bentuk hati itu. Terlihat pas di lehernya yang jenjang dan mulus.
“Kalung ini indah sekali, baru kali ini aku mengenakannya setelah sekian lama. Terakhir saat aku masih SD, itu pun hanya sebentar. Ayah menjualnya karena butuh uang.” Curhat Nadira yang mengingat masa lalunya.
Nadira adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya seorang penjudi yang kini mendekam di penjara. Ibunya sudah lama menjanda semenjak ayahnya masuk bui. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang meroket, Nadira harus rela berpisah dengan ibunya untuk merantau ke ibu kota. Sedang di desa tempat ia tinggal, ibunya hanya seorang penjahit pakaian. Hasilnya tergantung dari orang-orang yang ingin dibuatkan baju. Paling laris adalah saat tahun ajaran baru, di mana anak-anak sekolah menjahit kan seragam.
Meski pekerjaan menjadi pelayan cafe gajinya pas -pasan, Nadira tak mengeluh dan berharap suatu saat nanti hidupnya lebih terhormat lagi. Apalagi saat ini ada seseorang yang sangat mencintai dia. Nadira hanya menunggu roda kehidupannya berada di paling atas.
Setelah peristiwa panas di hotel tempo hari, Nadira berjanji akan membahagiakan Daffa setelah menikah nanti.
"Terima kasih, Mas Daffa!" tangan Nadira terulur untuk memeluk pria di depannya.
"Aku mencintai kamu, Nadira." ujar Daffa dari lubuk hatinya yang terdalam.
"Aku juga, Mas Daffa. Sangat, sangat, sangat mencintai kamu."
Nadira melepas pelukannya dan kedua bola matanya menatap Daffa, "Apa artinya kita akan menikah?" sudah lama Nadira menanyakan akan statusnya tapi Daffa selalu menghindar dan mengatakan belum siap. Tapi kali ini pun, sama.
"Maaf Nadira, ada satu hal yang harus aku selesaikan dulu. Pekerjaan ku di kantor masih menumpuk. Begitu aku selesai, aku akan melamar mu secepatnya."
"Sampai kapan?"
"Tenanglah, apa kamu ragu dengan cinta yang ku berikan padamu?"
Nadira menggeleng, "Tidak."
"Secepatnya, kamu hanya menunggu waktu saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Nuraini 999
nadira jadi kaya buat pelampiasan doank.kasian thor
2022-09-30
0
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Hwaiting Kk
My Bestie mampir
2022-08-02
0