Daffa tak bisa tidur dan gelisah malam ini. Kepalanya penuh dengan bayangan Nadira. Ia sudah tak bisa membendung rindu untuk segera bertemu. Meski ia sudah beristri, tapi entah mengapa ia merasakan rasa lain di hatinya ketika berada dekat dengan Nadira. Selain rasa nyaman, tumbuh juga di hati benih -benih cinta dan kerinduan. Daffa memutuskan untuk memilih Nadira sebagai sandaran hatinya.
Pagi pun tiba. Dita istri Daffa masih enggan untuk bangun. Wanita berusia 23 tahun itu lebih memilih waktu libur untuk memperpanjang masa tidur. Selain hari itu, ia akan sibuk bekerja sebagai model sampul di majalah wanita.
Selesai mandi, Daffa mengenakan kaos berkerah biru dongker dengan perpaduan celana jeans yang berwarna senada juga. Tak lupa ia mengenakan jam tangan dan juga topi. Istrinya tak tahu kalau Daffa pergi.
Daffa pergi ke cafe, di sana ia masih belum menemukan Nadira. Mengetahui gelagat Daffa, Erni menghampiri nya.
"Ada yang bisa saya bantu?" tegurnya membuat Daffa mengerjap.
Daffa kebingungan dan berpura-pura memilih menu. "Saya pesan white coffee saja."
"Oke, ada yang lain?"
Sebenarnya Daffa ingin bertanya tentang keberadaan Nadira, tapi ia gengsi mengatakan itu. "Tidak ada."
Erni melenggang pergi setelah mendengar itu.
Erni melihat Nadira datang dari pintu samping. "Tuh, doi kamu datang."
Nadira mengerutkan kening, "Doi? Doi yang mana, perasaan aku nggak punya pacar."
Erni menangkup kedua pipi Nadira dan mengarahkan ke meja Daffa.
Mata Nadira tertuju pada pria berkaos biru, membelalak dan berseru, "Mas Daffa!"
"Aku ke sana dulu!" segera Nadira meletakkan tas dan berjalan ke arahnya.
"Benarkan, tadinya aja ogah ngakuin sekarang udah lihat orangnya disamperin."
"Mas Daffa!" seru Nadira setelah mendekat.
"Hai, Nadira," Daffa terlihat sangat tampan meski hanya memakai kaos tanpa jas mewahnya.
"Mas Daffa sudah lama di sini?"
"Enggak kok, baru saja tiba."
"Mas Daffa mau pesan apa?"
"Tidak ada, aku udah memesan minuman kok,"
Nadira menoleh ke arah Erni yang membelakangi nya dan kembali menghadap Daffa, "Oh, apa mas Daffa pesan makanan lagi buat karyawan Mas?" tanya Nadira basa-basi.
Daffa yang tak mau lagi berbohong berkata dengan jujur, "Tidak, aku kesini hanya ingin bertemu kamu saja. Lagian ini kan hari Minggu."
Mendengar itu Nadira kegirangan dan menarik kursi dan duduk di depannya.
"Benarkah begitu, aku merasa juga ingin selalu melihat kamu setiap hari."
"Nadira, apa kita memiliki perasaan yang sama?"
"Entahlah Mas, aku tidak tahu ini. Tapi setiap kali melihat kamu, hatiku merasa nyaman."
Erni datang membawa minuman. "Ini pesanan Anda."
Daffa menoleh dan berkata sedikit sinis, merasa obrolannya terganggu. "Terima kasih."
Erni pergi sebelumnya mengedipkan mata sebelah memberi kode pada Nadira. Nadira mengabaikan nya.
"Diminum Mas, mumpung masih panas, entar keburu dingin jadi nggak nikmat lagi."
"Kamu benar Nadira," Daffa mengulurkan tangan meraih cangkir lalu mendekatkan bibir cangkir ke mulut dan menyeruput kopinya.
Belum sempat mengobrol banyak, tiba-tiba ponsel Daffa berdering. Ternyata dari orang tuanya. Daffa diminta untuk datang bersama Dita. Istrinya.
Tanpa sepengetahuan Nadira, ternyata Daffa sudah beristri dan sudah 3 tahun berumah tangga.
"Nadira, maaf banget ya, aku harus pergi. Ada urusan keluarga."
"Iya Mas," sedikit kekecewaan melanda.
Daffa pergi setelah itu semuanya terasa sepi. Nadira menatap punggung sosok pria yang telah mengisi hatinya. Belum pernah ia sekecewa ini ditinggalkan.
Erni datang dan menghibur. "Bagaimana kalau kita mendengarkan musik, apa kamu suka lagu dari sungai Gangga ?"
"Suka banget, apa lagi yang judulnya Kuch Kuch Hotahe!"
***
Malam harinya ketika Nadira mau memejamkan mata, ia teringat dengan ponselnya dan mencari kontak Daffa. Setelah ketemu ia mulai mengetik dan hanya iseng mengucapkan selamat tidur.
Dia tahu Daffa orang yang sangat sibuk, jadi beranggapan kalau pesannya tak kan terbaca. Walau demikian, ia tetap mengirim pesan.
Lima menit kemudian ponsel Nadira berbunyi, segera Nadira membuka ponselnya dan membaca balasan Daffa.
[Met malam juga,]
[Mas Daffa belum tidur?]
[Belum,] balas Daffa singkat.
[Loh, kok sama! Lagi sibuk apa?]
[Lagi menyelesaikan urusan kantor, kamu sendiri belum tidur?]
[Belum Mas, lagi sibuk.]
[Sibuk apa?]
[Sibuk mikirin kamu.] balas Nadira dengan kepercayaan diri level atas.
Kemudian hampir sepuluh menit Daffa tak membalas chat nya. Nadira mendesah dan hampir putus asa menunggu.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Setelah melihat layar ponsel betapa bahagianya ia. Dia bangkit, mengatur nafasnya dan segera mengangkat ponselnya.
"Hallo, Mas Daffa!"
"Hallo, Nadira, maaf aku malam-malam gini ganggu kamu." ujar Daffa sedikit berbisik.
"Enggak kok, enggak ganggu sama sekali."
"Kamu bilang tadi lagi sibuk mikirin aku ya?"
Nadira tertegun dan menjadi malu.
"Kok diem?"
"Aku jadi malu nih,"
Daffa terkekeh dan tak tahan lagi membayangkan wajah Nadira yang begitu menggemaskan.
"Sudah malam, segera lah tidur."
"Aku tak bisa tidur."
"Jangan bilang karena kamu mikirin aku!"
"Enggak. Aku beneran nggak bisa tidur, perutku lagi nyeri."
"Oh, karena lagi datang bulan ya. Segera kamu oles minyak kayu putih ke punggung, dengan begitu dapat mengurangi rasa nyeri."
Nadira melongo mendapati pemikiran pria ini, bagaimana dia bisa tahu secara detail masalah menstruasi ?
"Bukan itu, sepertinya mag ku kambuh, Mas Daffa!" Nadira menjadi malu karena ulahnya sendiri.
"Bukannya kamu lagi dapet?"
"Enggak, aku beli itu untuk persedian saja."
Daffa berbisik, "Eh Nadira , udah dulu ya, besok kita ketemu lagi. Ntar aku kirim pesan ke kamu."
Kemudian sambungan telepon terputus.
"Yah, mati," Nadira mendengus kesal dan tidur.
Keesokan paginya, Nadira melihat satu notif yang ternyata dari Daffa.
Daffa mengirim pesan untuk bertemu di taman pada pukul tiga sore. Nadira sangat senang.
***
"Mas Daffa?" panggil Nadira manja. Tangan nya terulur menggapai tangan Daffa.
"Iya Nadira," Daffa membalas dengan mengusap lembut jemarinya.
"Aku mau kita setiap hari bertemu."
"Aku berharap juga begitu. Tapi, aku tidak bisa janji karena pekerjaan ku yang sangat padat."
Nadira melepas genggaman Daffa dan cemberut. "Mas Daffa jahat."
"Jahat bagaimana?"
"Lah itu, karyawan kamu saja bisa setiap hari ketemu, nah sama aku bisa dihitung pakai jari."
"Terus, kamu maunya apa?"
"Aku ingin selalu bersamamu Mas, ajak aku agar kita bisa bersama setiap hari."
"Aku tidak yakin. Aku usahakan setiap hari mengunjungimu."
Sangking senangnya Nadira memajukan bibirnya dan sontak memberikan kecupan manis di pipi kiri Daffa.
Daffa bagai tersengat aliran listrik saja. Energi cinta mengisi seratus persen di hatinya. Keduanya saling berpelukan.
Daffa menawarkan Nadira pergi jalan -jalan. Membeli pakaian dan ponsel baru. Setelah itu mengajak Nadira pergi ke hotel.
"Tempat apa ini Mas?"
"Ini hotel Sayang,"
"Lah kita ngapain kesini?"
"Main yuk!"
"Main? Main kok ke hotel?"
"Udah, entar kamu juga paham!" Daffa menggandeng Nadira menaiki lif dan sampailah mereka di kamar yang sudah Daffa pesan.
Daffa menuntun Nadira duduk dipinggir kasur.
"Nadira, kamu sungguh cantik!"
"Kamu juga tampan, Mas!"
Perlahan Daffa mulai meraba bahu dan melepas kancing bajunya.
"Mas Daffa mau ngapain?" Ira kagetnya bukan main. Ini adalah pertama kalinya ia ke sini.
"Kamu jangan polos begitu, kita bercinta yuk!"
"Hah, bercinta!"
Tanpa menunggu babibubebo, Daffa langsung melahap bibir lawan jenis nya itu. Sementara tangannya bergerilya melepas kemeja.
Setelah keduanya polos, terjadilah hubungan yang terlarang.
Ini adalah kali pertama Nadira melakukan itu. Ia menyerahkan tubuhnya pada pria yang sangat ia cintai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
CindyL1996
sudah mampir, bantu dukungannya juga yah..
2023-02-23
0