Curiga

Keluarga Pratama baru saja tiba di kediaman Daffa. Ayah dan ibu Daffa hanya mendapati Dita di rumah seorang diri.

Ibu Daffa langsung masuk ke dalam kamar putranya, dan hanya ada Dita sedang meringkuk di atas ranjang, lalu ia mendekat menggoncang kan bahu Dita, "Dita, bangun! Di mana suami kamu?"

Dita mengerjap, mendengar suara mertua perempuannya barulah dia membuka mata. Tampak jelas wanita paruh baya, mengenakan sanggul seperti mau pergi ke acara kondangan.

"Mama!" ujar Dita sambil menggosok matanya.

"Kamu jadi wanita kok males banget, jam sudah siang begini kamu masih tidur. Mana Daffa?" omel ibu mertua.

Dita merasa terusik masa tidur panjangnya dan menjawab dengan kesal. "Mana aku tahu, Ma, aku kan baru bangun!"

"Hedeh, punya menantu kerjaan kamu tidur melulu."

"Ini kan hari Minggu Ma, Mama sendiri ngapain nggak langsung hubungi mas Daffa saja kalau ke sini cuman cari dia."

"Anak ini, nggak tahu etika ya bicara sama orang tua." ibu mertua kesal dan berbalik keluar kamar.

"Dasar mertua, pekerjaannya gangguin orang tidur saja!" omel Dita, dia segera beranjak menuju kamar mandi.

Ibu Daffa menemui suaminya, "Pa, Daffa nggak ada di rumah. Aku tanya Dita, dia juga enggak tahu."

"Hubungi langsung saja dia!" ujar ayah Daffa yang sedang menghisap puntung rokok.

Ibu Daffa merogoh tas dan mengambil ponsel.

Dita yang selesai mandi segera turun ke lantai bawah, menemui kedua mertuanya.

"Papa, Mama, kalian datang kok nggak kasih kabar dulu ke aku."

"Dita, kedatangan kami ke sini ada perlu sama Daffa. Jadi, kami pikir nggak perlu juga kasih kabar ke kamu." sahut ibu Daffa yang sejatinya tak menyukai Dita.

Dita sudah biasa mendengar kata-kata kasar dari mertuanya. Baginya, selagi Daffa mencintainya tak masalah orang lain berkata apa.

"Maafkan kami Dita, kedatangan kami mengganggu waktu liburmu!" ujar ayah Daffa.

Ayah Daffa berbeda sikap nya, dia lebih bijaksana dan lembut.

"Kok Papa, malah minta maaf sih!" ibu Daffa tak terima perlakuan suaminya yang begitu menghargai Dita.

"Ma, rumah ini kan milik mereka, kita sebagai tamu harus sopan juga," tegur ayah Daffa.

"Kita bukan tamu Pa, kita orang tua Daffa."

"Iya, tetap saja harus punya etika."

Dita melenggang ke dapur untuk membuatkan mereka minuman dan beberapa cemilan.

Sudah sering seperti ini tiap kedua orang tua itu datang. Kalau tidak berdebat tidak seru rasanya.

Dita kembali, menyuguhkan minuman dan beberapa toples cemilan. Tentu saja ibu Daffa tertarik dengan cemilan yang Dita siapkan. Dita tahu ibu mertuanya akan melunak setiap melihat cemilan itu, keripik usus yang menggoyang lidah.

"Dita, kamu memang pintar, selain jadi menantu kamu juga tahu selera mama seperti apa,"

Dita tersenyum sinis, "Iya dong, selamat menikmati!"

"Mama ini, setelah mengumpat langsung memuji," ayah Daffa sudah lelah menasehati istrinya.

Pembicaraan mereka terhenti ketika Daffa tiba.

"Mama, Papa!"

Dita yang mengetahui suaminya datang segera menyambutnya, "Mas Daffa dari mana, tumben nggak ngajak aku?"

"Maaf Dita, habisnya kamu tidur nya nyenyak banget, aku nggak tega bangunin kamu. Aku tadi keluar sebentar, ada perlu dengan klien."

"Meskipun hari Minggu?"

"Iya, mendadak soalnya."

Daffa menghampiri orang tuanya. "Ada perlu apa Mama sampai menyuruhku segera pulang?"

"Ini loh, teman mama dulu ingin mengadakan resepsi pernikahan dan rencananya mereka akan menyewa villa kamu. Kamu masih ada vila yang kosong kan?"

Selain sebagai CEO perusahaan, Daffa juga mendirikan vila yang ia gunakan untuk persewaan.

"Ada Ma, kapan rencana mereka menggunakan vila?"

"Minggu depan."

***

Sore hari, Daffa keluar lagi dan pulang pukul sepuluh lewat.

"Dari mana Mas, jam segini baru pulang!" tegur Dita yang mendapati suaminya tak sewajarnya pulang telat.

"Dita, kamu belum tidur Sayang ?" Bukannya menyahut, Daffa balik bertanya.

"Terus kalau aku sudah tidur, Mas Daffa mau ngapain aku?"

"Bukan begitu, maksud aku ...." belum selesai bicara Dita sudah menelisik penampilan suaminya.

"Kok Mas Daffa bau sampo, habis keramas? Malam-malam kok keramas?"

Dita merasa curiga, dengan cepat Daffa bertindak. "Nah, ini yang mau aku ceritain ke kamu. Aku baru saja berenang di tempat Lucas, ya enggak enak juga jika aku di sana enggak mandi sekalian. Ntar badan aku gatal-gatal saat deket kamu."

Lucas adalah asisten pribadi sekaligus teman dekat yang mengetahui semua rahasianya.

Dita termangu seakan tak percaya dengan ucapan suaminya.

Sedetik kemudian ponsel Daffa berdering.

"Dari Lucas, bentar aku angkat dulu!" ujar Daffa serambi memperlihatkan ponselnya.

Dita merebut paksa ponsel suaminya dan ingin mendengar sendiri perkataan Lucas.

"Pak Daffa, jam tangan pemberian istri Anda tertinggal di tepi kolam. Saya akan mengantar nya besok pagi." ujar Lucas yang sedang berakting.

Dita menyerahkan kembali ponsel Daffa.

"Tidak perlu, besok bawa saja ke kantor!" titah Daffa.

"Baik Pak." kemudian Lucas mengakhiri panggilannya.

"Kamu sudah percaya kan Sayang," Daffa menggoda istrinya agar tak curiga. Meletakkan dagu di pundak dan merangkul dari belakang. Dita meminta maaf karena telah curiga jika Daffa selingkuh. Dita berbalik hingga tubuh keduanya saling berhadapan.

Bibir Dita sangat seksi membuat Daffa mengecap nya.

"Aku minta ya," bisik Daffa menggoda.

"Aku sedang datang bulan Mas,"

"Oh, iya aku lupa, setiap deket kamu hawanya pingin minta melulu!"

"Ya sudah, ini sudah malam, kita tidur yuk! Besok kamu kan ada pemotretan,"

"Aku belum bisa tidur kalau nggak ada kamu, Mas."

Daffa menggiring istrinya untuk pergi tidur.

Keesokan paginya, Dita yang masih merasa curiga diam-diam membuntuti suaminya pergi.

Daffa datang lagi ke cafe dan memesan menu spesial kesukaan Dita.

Dari jangkauan yang jauh Dita mengamati pergerakan suaminya, "Cafe Ceria, untuk apa mas Daffa pergi ke cafe ini?"

Sementara di dalam cafe, mata Daffa tak berhenti menatap Nadira.

"Tumben Mas Daffa pilih menu masakan pedas manis?" Nadira bertanya sambil mencatat.

"Eh, itu hanya iseng saja, bukankah kamu bilang semua menu di sini spesial," sanggah Daffa sambil menggaruk kepalanya.

Nadira tersenyum dan segera kembali ke dapur.

Koki di cafe tempat Nadira bekerja sangatlah profesional dan pintar sekali mengolah berbagai menu baru untuk pelanggan. Apalagi menu ini adalah usul dari Nadira.

Ketika Nadira kembali, ia tak lupa menyampaikan menu baru yang ada di cafe.

"Mas Daffa mau mencoba ini?" Nadira menyodorkan potongan kue tape.

"Apa ini, Nadira?" Daffa menatap sendok di depannya.

"Coba dulu dan tebaklah!" Nadira yak menjawab dan menyuapi Daffa.

Daffa mengunyah kue tape itu dengan lembut.

"Rasanya, em, seperti tape," tebak Daffa.

"Seratus untuk Mas Daffa, ini adalah tape singkong yang dikombinasikan dengan roti. Enak kan?"

Daffa mengunyah sambil mengangguk, "Iya, enak!" sahutnya setelah makanan itu tertelan.

"Apa kamu tak menginginkan aku lagi malam ini?" goda Daffa.

"Eum, yang kemarin saja rasanya masih terasa nyeri, apalagi mau digarap lagi,"

"Tenang, yang kedua pasti lebih asyik. Yuk, pulang nanti kita pergi ke hotel lagi! Aku udah kebelet banget nih!"

Nadira mengangguk setuju.

Dita yang berada di dalam mobil mendadak menerima panggilan untuk segera datang ke lokasi pemotretan.

***

Sepulang dari cafe, Nadira sudah di tunggu pacarnya di dalam mobil menuju hotel.

"Janji ya Mas Daffa, kalau mainnya pelan-pelan!" Nadira mengingatkan, karena yang kemarin Daffa menggarapnya tanpa ampun.

"Iya deh, entar pelan banget dan dijamin kamu pasti ketagihan."

Setelah bermain bersama Nadira di kamar hotel, Daffa segera pulang sambil membawa kue tape.

Memberikan pada istrinya sebagai tanda rasa perhatiannya yang beberapa hari ini terabaikan. Terlebih, Dita mulai curiga dan ini tidak boleh dibiarkan.

Daffa harus lebih berhati -hati lagi ketika akan bermain dengan Nadira.

"Mas Daffa, kue apa ini, enak banget! Baru kali ini aku mencicipi nya." Dita mendongak sambil mengingat sore tadi saat suaminya pergi ke cafe.

"Kamu suka, Sayang?"

"He'em, lembut dan menggoda! Besok aku mau lagi!"

"Tentu, aku akan menyuruh koki pembuat kue itu agar membuatkan yang spesial untukmu."

"Terima kasih Mas Daffa!"

Daffa mengangguk, rencananya berhasil. Dita tak merasa curiga lagi, namun dalam batinnya ia harus tetap waspada.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!