“Hai, kok bengong”
Sebuah suara menyentakkan angan – angan budi. Dia terkejut melihat seorang wanita cantik, tersenyum padanya. Dia mengambil tas dari kursi di seberangnya, dan mengambil lipstik dari dalamnya.
“Oh, maaf, ini kursi anda ya? Saya tidak tahu kalau ada tas di situ. Saya pikir kosong. Saya pindah deh” jawab Budi.
“Eh, nggak usah. Nggak papa kok. Emang kosong. Aku cuman pinjem aja. Biasa, kalau aku lagi ngejob di sini, aku pinjem kursi ini buat naruh tas. Tapi kalau rame begini, ya aku yang pindah” cegah wanita itu.
“Alhamdulillah. Terimakasih ya. Penuh semua kursinya”
“Hahaha. Ngomong – ngomong, sendirian aja nih? Bengong lagi. Abis putus ya? Hihihi” goda wanita itu.
Budi terkesiap sejenak. Tawa itu, sukses mencuri perhatiannya. Tubuh langsing berbalut gaun hitam, menawan hati.
“Iya” jawabnya singkat.
“Ha, serius?”
“Putus kontrak” jawab Budi lagi.
“Oh, gitu. Emang kerja dimana, tadinya?”
“Di seputaran jabotabek, astr* *******”
“Loh, itu kan nama spare part motor kan?”
“Iya. Aku kerja di salah satu pabriknya. Kemarin”
“Oh, gitu”
“Budi” kata dia memperkenalkan diri.
“Adel” jawab wanita itu. Dia menerima uluran tangan Budi
“Adelia wilhelmina” celetuk Budi.
“Adelia fitri” koreksi si Adel.
“Oh” respon Budi sambil tergelak. Adel menepuk jidatnya. Merasa terjebak.
“Kamu, Budi Utomo?” goda Adel.
“Kok tahu? Wah, kamu punya six sense ya?” respon Budi sambil berlagak terperanjat.
“Ih, enggak. Aku cuman asal kok. Emang itu nama lengkap kamu?”
“Iya. pemberian almarhum bapak. Biar kaya pahlawan. Yang berjuang tak kenal menyerah. Hahaha”
“Betul itu, jangan pernah menyerah! Jadi cowok harus tahan banting. Masa baru putus kontrak aja, bengongnya ampe nggak merhatiin aku”
Raut wajah itu, terlihat menggemaskan buat Budi. Dagu lancip itu, seolah mengundang untuk mencoleknya.
“Eh, barusan tadi, kamu ya?”
“Iya”
“Waduh, maaf deh. Emang lagi puyeng, akunya”
“Segitunya mas, mikirin cari kerja. Anak udah berapa?” goda penanyi itu.
“Anak? Hahaha. Kalo punya anak, mana bisa aku nongkrong di sini?” jawab Budi berkelakar.
“Hmpf. Ha ha ha, iya juga sih. Tapi perasaan, temen kuliah aku nggak segitunya pusing mikrin cari kerja. Ya nyari sih, tapi tetep enjoy gitu”
“Ya, itu karena aku masih punya adek yang masih sekolah. Perlu biaya banyak. Sedangkan ibu, usianya semakin bertambah. Secara fisik pastinya makin berkurang kan, kemampuannya. Sudah dua tahun nggak nyusahin aja, udah untung. Eh, ini nyusahin lagi. Kebayang nggak sih, rasanya?”
“Oh, gitu, ya? Iya, aku kebayang kok. Pasti bangga ya, ibu kamu. Kamu orang pertama lho, yang aku temui, mikir masa depan sampe bengong kaya gitu. Hahaha”
“Masa sih?”
“Bener”
Senyum itu, cukup ampuh menggetarkan hati Budi. Dari sekian banyak wanita cantik yang pernah ada di sekitarnya, baru penyanyi ini yang sanggup membuatnya benar – benar terpesona.
“Kita panggilkan lagi, artis cantiknya pacitan. Mbak adel”
Suara dari MC menyita perhatian kami. Adel membalikkan tubuhnya, dan mengacungkan jempolnya. Sontak, sorak – sorai dan tepuk tangan membahana di seantero kafe.
“Tenangin aja dulu, biar nggak stres. InsyaAlloh, nanti ada jalan” kata adel sebelum pergi.
Senyum itu, sukses menular ke Budi. Dia ikut tersenyum sembari menangguk. Rahang tirus, bibir tipis, hidung mbangir, alis yang juga tipis alami, semakin lengkap dengan kulit cerah dan rambut lurus, hitam alami.
Mata Budi terpaku pada wajah ayu itu. Sejenak pikirannya teralihkan. Bahkan sampai adel berjalan menuju panggungpun, mata Budi belum bisa lepas.
“Kita duet ya, mas” kata adel mengawali penampilannya kali ini.
“Kamu pengen bawain lagu apa?” tanya teman musisinya.
“Kita bawain lagu yang semangat ya. Biar yang lagi down, karena patah hati, “ adel berhenti sejenak.
“Huuuuu”
Para pengunjung memberikan sorakan. Seolah tersindir oleh kata – kata adel. Adel tergelak.
“Yang lagi galau, yang lagi pusing mikirin masa depan,”
“Huuuuuu”
Lagi –lagi adel sukses memancing sorak – sorai dari para pengunjung. Tepuk tanganpun kembali membahana.
Sejenak dia memandang ke arah Budi. Memuat budi deg - degan, dipandang wanita secantik itu.
“Bisa tetap semangat, dan terus berjuang” lanjut Adel dengan akhiran suara melengking.
“WHUUUUUUU”
Semakin membahana sorak – sorai dari para pengunjung. Seluruh pengunjung bersorak.
“Ketika mimpimu, “
“Whuuuuuu”
Baru juga dua kata terlantunkan, tanpa iringan gitar, sambutannya sudah sangat meriah. Kalau mayoritas pengunjung adalag satu generasi, pastilah langsung beraksi. Sudah hafal di luar kepala.
“Yang begitu indah, tak pernah terwujud, “
“YA SUDAH LAAH” sahut para pengunjung kompak.
Adel berhenti sejenak. Dia tebarkan senyumnya ke segenap pengunjung. Dia memberikan tepuk tangan tipis, sebagai apresiasi pada spontanitas para pengunjung. Seperti dikomando, para pengunjung juga balik memberikan tepuk tangan meriah padanya.
“Saat kau berlari, mengejar anganmu. Dan tak pernah sampai, “
“YA SUDAHLAH” sorak para pengunjung lagi.
Adel berhenti lagi. Dia tersenyum lebar, mendapati hampir semua pengunjung merespon lagi, lagu yang dia dendangkan. Akustik belum dia kasih kode untuk masuk mengiringi.
“Apapun yang terjadi, “
“KU KAN SELALU ADA UNTUKMU” sahut para pengunjung.
“Janganlah kau bersedih, “
“BECAUSE EVERYTHING’S GONNA BE OKEY”
Dari belakangnya, salah satu gitaris menyanyikan bagian dari lirik rap lagu itu. Dan musik akustik mengalun mengiringi lirik itu. Pengunjung bersorak – sorai terbawa dengan ritme lagu yang semangat. Ada yang berjoget, ada juga yang malah baper bahkan menangis.
“Saat kau berharap, keramahan cinta, tak pernah kau dapat, “
“YA SUDAHLAH”
Sampai lagu itu selesai, pengunjung tak henti – hentinya bernyayi bersama. Di dua bait terakhir, pengelola kafe bahkan mematikan lampu. Serentak pengunjung menyalakan lampu flash ponsel mereka. Menciptakan suasana romantis penuh aura semangat. Tanpa diatur, tanpa skeario, semua terjadi begitu saja.
Saat dia turun dari pentas, dan akan kembali ke mejanya, banyak pengunjung yang ingin menyalami Adel. Beberapa yang beruntung, bahkan diberi kesempatan untuk selfie bersama juga. Budi memberikan tepuk tangan dan membungkukkan tubuhnya sedikit, sebagai penghargaan, saat adel kembali ke arahnya.
Pembawa acara kembali memanggil penyanyi lain setelah mengucapkan terimakasih kepada adel, atas penampilannya yang luar biasa. Adel melambaikan tangannya kepada segenap pengunjung. Lalu duduk lagi dengan senyum yang masih merekah.
“Loh, ini minuman siapa, mas?” tanya adel bingung.
“Oh, buat adel” jawabku.
Memang, tadi sewaktu dia perform di atas panggung, Budi memesan satu minuman lagi buat dia. Sebagai bentuk apresiasi atas penampilannya yang memukau.
“Aduh, makasih. Pas banget, lagi haus. Aku minum, ya” komentar adel
“Iya, silakan”
Budi gembira hatinya. Ternyata adel bukan orang yang jaim, atau sok artis. Dia tidak menolak pemberian Budi. Membuat pengunjung di sekitarnya berkomentar salut. Mereka salut atas keramahan yang ditunjukkan Adel, sekalipun dia adalah bintang utama di pentas itu.
Bagi adel sendiri, sosok Budi adalah sosok yang mampu menyita perhatiannya. Wajah tampannya, sikap yang alami, tanpa dibuat – buat. Memberi kesan tersendiri.
Kebanyakan dari laki – laki sungkan untuk mengajaknya berkenalan. Yang terang – terangan mendekatinya hanyalah mereka yang seprofesi dengannya. Atau juga mereka yang anak orang kaya, yang selalu menampakkan kekayaannya untuk memikat perhatiannya.
Tapi buatnya, kesamaan pikiran mereka, mengenai kekayaan bisa memikatnya, membuat suasana terasa monoton, buat Adel. Dan kejutan kecil ini, dia sangat suka.
“Oh ya, kamu bilang tadi, kamu alumni pabrikan spare parts motor ya?” tanya Adel membuka suara.
“Alumni? Hahaha. Iya. Kenapa emang?” jawab Budi sambil tergelak.
“Pasti tiap tahun ada acara family gathering, kan?”
“Iya, terus?”
“Minta nomor kamu dong. Kali aja mereka butuh live music, bisa undang kita kan?”
“Tapi kan aku udah alumni”
“Alumni itu kan di atas kertas. Secara persaudaraan, harusnya masih terhubung kan?”
“Bener juga sih. Boleh”
“Berapa?”
budi menyebutkan nomor ponselnya. Tak lama kemudian, muncul pesan singkat di ponselnya. Foto profilnya sama persis dengan orang yang di hadapanku. Jadi, fix, itu nomor dia. Budi menyimpan nomor itu.
“Beneran, ya. Kalo ada job untuk family gathering, kamu info aku” kata Adel. Cara bicaranya seolah sudah kenal lama, dan nyaman dengan Budi.
“Iya, biasanya sih menjelang akhir tahun”
“Oke”
Selang beberapa menit, Adelpun dipanggil kembali ke atas pentas, untuk kembali menghibur para pengunjung kafe.
Saat sedang menikmati penampilan Adel, ibunya Budi menelepon. Menanyakan keberadaan dan kondisinya. Budi menceritakan sedikit mengenai keberadaannya. Ibunya bilang, adiknya minta dibawakan martabak di depan alun – alun, yang pakai gerobak dorong. Bukan martabak yang mangkal menetap. Kata Putri, biasanya jam sembilan sudah tutup.
Budi melihat jam di ponselnya, sudah jam sembilan kurang lima menit. Dia memutuskan untuk pergi, tanpa menunggu Adel selesai perform. Dia meminta secarik kertas pada pengelola kafe.
*Terimakasih atas semangatnya. Semoga kita bisa berjumpa kembali. Sukses selalu. Budi*
Begitu bunyi tulisan yang dia buat di secarik kertas itu. Dan meletakannya di meja. Dia berpesan kepada pengelola kafe, agar kertas itu jangan sampai hilang sebelum dibaca oleh adel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 335 Episodes
Comments
mingming
semangat bud...apapun yg terjadi ya sdhlah🎵🎵
2022-09-16
1
Dharris Tio
pengen gaya gitu, dianya. he he
2022-07-14
1
Dharris Tio
pengen bergaya gitu, dianya.
2022-07-14
1