Malam ini Budi merasa sangat suntuk. Surat lamaran kerjanya, belum satupun yang bersambut. Pulang dengan status jobless menjadi beban tersendiri buat budi.
Sejak lama memang, keluarganya menjadi sorotan warga. Karena orang tua Budi, suka sekali membantu orang, dan berbagi makanan dengan orang yang lebih tidak punya. Membuat tetangganya juga menaruh hormat padanya.
Tapi itu tidak berlaku bagi mereka yang dengki dengan keluarganya. Mereka akan mengupas setiap keburukan yang menimpa keluarga Budi. Apalagi kalau ada aib, mereka akan menyebarkannya seheboh mungkin.
Seperti malam ini, sat pulang dari toko, dia tidak sengaja mendengar ibu – ibu yang sedang merumpi.
“Hahahaha, si Ratih, sekarang kena batunya kan. Dulu belagu sih” kata seorang ibu – ibu.
“Iya, miskin sih, miskin aja, ya. Bener tuh, belagu. Sama suami saya didaftarin raskin, nggak mau. Disuruh kasihin mak Iyah aja, katanya” sahut ibu – ibu lainnya.
“Mentang – mentang anaknya udah kerja, bilangnya, gajinya gede. Cukup buat nyukupin sekeluarga”
“Iya, pake sok lagi, si Budi. Deket – deket anak saya” sahut yang lain lagi.
“Sekarang kena batunya kan?”
“Iya. dua tahun doang. Sekarang, nganggur lagi. Nggak guna jadi anak laki”
“Emang, anak itu nggak berguna. Dulu jaman sekolah, bisanya tawuran, mulu. Bikin malu kampung. Sekarang, bikin susah orang aja”
“Emang Ratih sampe nyusahin sampeyan, mbak?”
“Kan pas suaminya meninggal, dia utang beras sama aku, lima puluh kilo. Terus kambingnya, siapa yang nalangin? Suamiku. Bilangnya mau nyicil, sampe sekarang, mana? Makan aja pake teri mulu. Boro – boro bayar utang. Perutnya juga nambah satu. Pasti banyak tuh makannya”
“Masa sama ipar sendiri kaya gitu, mbak”
“Ipar macem apa, dari dulu nyusahin mulu. Kawin aja suamiku yang nyokong dananya. Rumah, rumah itu, siapa yang nalangin? Suamiku. Sampe sekarang belum lunas itu. Ujung – ujungnya diiklasin gitu aja, sama suamiku”
Panas telinga Budi mendengar rumpian mereka. Wanita itu adalah istri kakak pertama ibunya. Ibunya adalah anak terakhir dari empat bersaudara. dari keempatnya, hanya ibunya memang yang paling tidak sukses.
Budi segera meninggalkan tempat itu. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk berurusan dengan hukum.
"Assalamualaikum" sapa Budi, lesu.
"Walaikum salam" jawab ibu dan adiknya.
Budi langsung ke dapur, membuat ibu dan adiknya saling memandang.
"Kamu Jalan-jalan dulu gih, nyegerin pikiran!" saran ibunya, saat Budi kembali ke depan.
"Nyindir. Budi kan nggak punya cewek, bu" sahut Budi.
"Siapa tahu abis jalan dapat cewek" sahut adiknya.
"Banyak kafe baru lho, di kota. Ada yang pakai live music juga" lanjut adiknya.
"Live music?" tanya Budi.
"Iya. Tongkrongan para jomblo. Bening-bening mas, ceweknya. Percaya, deh!" jawab adiknya.
"Ikut, yuk!" ajak Budi.
"Yeee. Nggak jadi dapet cewek dong, kalo ngajak Putri. Minder duluan, liat Putri"
"Huu. Sok cantik" kata Budi sambil mengacak-acak rambut adiknya.
Putri tertawa saat kakaknya pergi ke kamar. Tak lama kemudian, Budi sudah siap untuk pergi.
"Beneran nggak ikut?" tanya Budi.
Putri terpana dengan penampilan kakaknya. sampai-sampai dia tertegun. Lalu dia menutupi wajahnya dengan tangannya, saat ditegur ibunya.
"Ya Alloh. Kenapa aku jadi adiknya dia?" gumam Putri.
"Huuss. Sembarangan" tegur ibunya.
"Ha ha ha"
Budi hanya bisa geleng-geleng kepala, menanggapi kelucuan adiknya.
"Budi jalan dulu ya, bu" pamit Budi saat salim.
"Ati-ati, ngger!" jawab ibunya.
"Ati-ati aa' !" kata Putri saat salim.
"Hiiss. Nekat" tegur ibunya sambil menepuk pahanya.
"Ha ha ha ha"
Budi lantas pergi dengan motornya. Sejenak angan – angannya melayang ke masa lalu, dimana dia merasa serba berkecukupan
"Haih Liz. Hidup gua blangsak, Liz. Kerjaan belum dapet, tabungan nipis. Tetangga pada nyinyir, lagi. Apa gua terima aja ya, tawan lu?"
Budi berbicara seolah yang bernama Liza itu ada di depannya.
"Tapi kalo inget bapak, horor tahu nggak, sih? Bapak tuh kaya malah dapet akses cctv lintas alam. Dia tahu aja kita abis mesum. pasti muncul suara dia. Mana deket banget lagi, kaya di balik jendela" lanjut Budi bermonolog.
Budi mengendarai motornya tak tentu arah. Tak kunjung mendapat ketenangan, Budi membelokkan motornya kembali ke kota, melewati jalur pintas itu.
"Masa iya gua harus balik ke jaman dulu? Duitnya gede, tapi gimana sama ibu, ya? Enggak. Nggak mungkin gua balik ke jaman dulu. Ibu pasti sedih. Dan pasti banyak yang ngeledekin ibu. Itu nggak boleh terjadi.
Budi memutuskan untuk main ke kafe yang ada live musicnya. Suasana cukup ramai malam ini. Bahkan bisa dibilang sangat ramai. Hampir semua kursi yang tersedia, terisi oleh muda – mudi.
Dia menemukan kursi yang masih kosong. Walau pemandangan dari kursi itu kurang memadahi, tapi lumayan. Ada live music yang bisa menghibur hatinya.
Budi memesan secangkir kopi dan kentang goreng. Musik yang mengalun indah dengan suara penyanyi yang merdu itu kurang mendapat perhatiannya. Dia lebih banyak memperhatikan layar ponselnya. Berharap ada email atau pesan singkat, yang memberikannya harapan untuk bisa secepatnya kembali mendapatkan pekerjaan.
*Bud. Lu kapan balik? Gua kangen tahu, sama lu. Mentang-mentang punya Liza, jarang banget lu nyentuh gua. Tapi nggak papa, sih. Gua bukan mau bahas Itu. Gua cuman mau bilang, kalo gua udah siapin jalan buat lu. Kapanpun lu siap balik, gua pastiin lu langsung kerja. Dan biar lu langgeng di sini, gua sama siapnya sama si Liza. Gua yakin lu pasti bisa dapetin rekomendasi tes kartap. gimana? Kapan gua mesti booking tiket buat lu*?
"Haiiih, Mita. Gua masih kepikiran sama bapak gua. Kalo nggak berasa horor sama suara almarhum, gua sih hayu aja. Haduhh, gmana ya?" gumam Budi.
Hatinya menjadi bimbang. Apakah dia akan menerima tawaran itu lagi? Menarik sekali tawarannya. Tapi dia berpikir, kalau jalan itu dia ambil, itu sama saja dengan mengusik ketenangan istirahat bapaknya.
Budi tidak mau mengganggu istirahat bapaknya, tapi dia juga sangat marah kalau mendengar ibunya dihina. Andai yang menghina itu laki – laki, dengan senang hati dia akan mengajak orang itu duel sampai mati. Tapi ini perempuan, masih saudaranya. Suami wanita itu adalah pakdenya sendiri. Orang yang selalu membantu keluarganya disaat membutuhkan. Budi tidak mungkin menonjoknya.
“Hai, kok bengong”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 335 Episodes
Comments
mingming
pertahanin keyakinan lu bud..pasti bisa kog.semakin orang bertobat semakin yg kuasa menguji kadar keimanan kita.baik secara materi maupun yg lainnya.
2022-09-16
2
mingming
akhirnya mampir juga...setelah bbrp kali di pc sama owner nya...hahahaa
maafkan kk ya yg baru bisa mampir.
2022-09-16
1
marni sumarni
mmg begitulah hidup tak semudah membalikan telapak tangan... krn perubahan g de org lain tp dr hati yg terdalam utk.berubah... mmg sulit krn org hny bisa mencela tnp tau sulitnya dan payah nya yg dialami.. bgtulah kdhpn...
2022-07-14
0