Selamat membaca
Jangan lupa vote, komen dan jempolnya (👍)
***
Mereka pun kembali ke dalam rumah setelah acara di halaman belakang dan mengobrol dengan keputusan yang sudah ada di tangan mereka. Keduanya duduk di ruang tengah bergabung dengan orang tua mereka dan menjawab hasil obrolan tadi yang penuh dengan pertimbangan. Viana berhadapan dengan Putra yang masih cukup tenang. Ia berharap agar Putra lah yang menjawab semua. Bukan Viana.
“Jadi, apa keputusan kalian berdua?” tanya Bagus menatap anaknya Putra dan sekilas ke arah Viana. Dia hanya diam memainkan gaunnya terlihat jelas kegugupannya.
Viana membalas tatapan Putra yang masih belum menjawab dan masih diam membisu. Seakan dia menunggu Viana yang menjawab. Ia mendengus dalam hatinya, agar Om Dokter saja yang harus menjawab pertanyaan orangtuanya.
“Kenapa pada diam?” tanya Ardan melihat keduanya malah bungkam. Tidak menjawab. Ardan menoleh pada putrinya. “Viana, apa keputusan kamu?” kali ini Viana mendongkak wajahnya.
Kok gue sih.
“Aku me―” belum kelar bicara. Putra sudah lebih dulu menimpali ucapannya.
“Kita berdua setuju sama perjodohan ini.” Timpal Putra.
Para orangtua bernafas lega dan mereka juga bersorak riang mendengarkan jawaban Putra.
Saling berpelukan dan memberikan selamat. Mereka begitu bahagia.
“Akhirnya kita besanan juga.” Ucap Ardan ke Bagus.
“Sekarang kita atur kapan acaranya. Lebih cepat lebih baik bukan?” Kata Bagus tidak sabar. Putra dan Viana melototkan matanya.
“Tunggu. Saya masih belum mengenal Viana begitu pula sebaliknya.” Kata Putra sekilas menoleh pada Viana. Agar dia juga setuju dan ikut berkomentar bukan diam saja.
“Iya benar kata Om Dokter, aku juga belum kenal Om Dokter―maksudnya sama Dokter Putra. Aku masih harus mengenalnya lebih lagi.” Sambungnya
“Setelah menikah juga bisa kok.” Sahut Nina dan di angguki Yulia.
“Tapi―” kata keduanya tergantung.
Yulia menepuk punggung Putra. “Dengerin Mama. Kamu dan Viana cuma tinggal nikah saja semuanya sudah siap. Baju pengantin sudah kita siapkan dan tinggal kalian coba saja. Soal cincin pernikahan tinggal kalian beli sesuai keinginan kalian. Gedung sudah. Semua sudah kami atur dengan baik.” Jelas Yulia.
Putra melotot ternyata semua sudah diatur matang-matang oleh para orangtua.
“What?”
Viana terkejut, spontan mengeluaran suara keras dan semuanya menoleh padanya.
What the...
“Biasa aja kali kagetnya. Semuanya sudah di atur sayang.” Ucap Bundanya―Nina.
Viana benar-benar pasrah kalau begini dan pernikahan sudah ada didepan matanya. Ia akan menjadi Istri dari dokter sombong itu.
Padahal ingin menikmati masa-masa muda dengan teman-temannya. Masih banyak yang belum dia lakukan.
Bagaimana nanti, kalau sudah menikah? Mungkin Viana akan susah bergerak. Harus menyiapkan makanan, memasak, mencuci baju dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Viana is game over.
Sedangkan Putra tidak berkomentar lagi setelah Yulia Mamahnya menjelaskan dan bersikap dewasa sesuai dengan umurnya.
“Ceritakan pada kami kapan kalian berdua bertemu?” tanya Nina memandang ke arah Putra bukan Viana.
“Dirumah sakit, Tante. Tepatnya di lorong rumah sakit nggak sengaja bertabrakan.” Ceritanya sembari minum teh manis yang terasa hambar meski sudah diberi gula dan seperti perasaannya hambar. Kemudian dia meletakkan kembali.
“Maksud kamu, waktu Om di rawat dirumah sakit?” tanya Ardan dengan pertemuan kedua sejoli yang tidak di rencanakan.
“Iya, Om.” Singkatnya. Ardan mengangguk.
“Sepertinya kalian bertemu beberapa kali. Mama ingat sekali, saat Putra bilang kamu lagi, kalian bertemu di mana lagi, Viana?” tanya Yulia.
Sekarang giliran Viana bercerita. Ia menelan ludahnya kasar.
Dia melihat ke arah Putra yang tersenyum simpul seolah meledeknya. Kebagian juga kan kamu.
“Kita bertemu lagi di cafe,Tante. Dokter Putra menumpahkan coffee ke kaos kesayangan, Via.” Adu Viana tersenyum menang menuduh kelakuan Putra yang sekarang mendengus kesal ke arahnya.
“Saya nggak sengaja menyenggol.” Sahut Putra cepat mengklarifikasi.
“Jelas-jelas sengaja. Minta maaf saja nggak tuh.” Viana memohok jadi emosi mengingat kejadian saat itu.
Lebih tragis kaos kesayangan Viana menjadi bernoda. Tidak bisa hilang.
“Saya sudah minta maaf kok. Kamu saja nggak dengar.”
Wah dia ngatain gue bolot!
Oangtua mereka hanya bisa mendengar dan melihat anak-anaknya yang malah bertengkar seolah tidak menganggap ada, keberadaan mereka.
“Minta maaf itu harus dari hati yang ikhlas.” Lalu menatap pria itu tajam. “Bukannya, ok sorry, puas kamu! apa itu yang dibilang minta maaf?” Viana sambil memperagakan gaya Putra saat di sana dan masih teringat jelas.
Putra menghela nafas. “Melihat kamu tuh, bikin saya emosi tahu nggak. Kekanakan.” Kemudian melipat kedua tangan di dada dan memalingkan wajahnya ke arah lain enggan menatap Viana yang duduk di seberangnya.
“APA?”
“Kekanak-kanakan.” Putra lugas.
“Ah benar, saya masih kekanakan sedangkan Om sudah tua. Wajarlah kalau Om emosi lihat saya, karena sudah faktor umur kali ya.” Viana membalas ejekan Putra.
“Saya masih muda belum tua seperti kamu bilang. Kayaknya kamu perlu di periksakan bagian otak kamu takutnya ada yang retak atau mungkin sedikit kejepit.” Dengus Putra dengan balasan yang membuat Viana geram.
Dasar Dokter gila, stress! Teriak Viana dalam hatinya, tidak mungkin Viana mengumpat di depan para orangtua mereka. Yang ada nanti di anggap tidak tahu sopan santun dan malah orangtuanya yang kena.
Lagi-lagi mereka hanya menjadi penonton saja yang setia mendengar dan menyaksikan perdebatan sengit keduanya dan hanya bisa menggeleng kepala sedikit terkekeh.
“Kayaknya dunia serasa milik kalian berdua.” Seru Ardan padahal mereka dalam keadaan cekcok.
“Betul, Dan. Kita seperti penonton dan mereka artis dan aktornya.” Celetuk Bagus.
“Lumayan sayang, kita bisa nonton filmnya gratis.” Ejek Yulia mengaitkan tangannya di tangan Bagus dan sekilas memandang pada Putra dan Viana wajah mereka tampak merah merona.
Kedua orangtua mereka tertawa. Meledek Viana dan Putra yang sedang menunduk malu.
Beberapa menit mereka tidak habis-habisnya mendapat olokan dan celoteh para orangtua. Maklum saja mereka sedang bahagia akan persatuan keluarga yang sebentar lagi akan terlaksana.
“Pa, Ma, Tante, Om, bisa nggak pernikahanya di buat sesederhana mungkin. Putra nggak mau terlalu mewah dan megah. Undangan cukup orang dan kerabat dekat saja.” Pinta Putra karena dirinya tidak suka sesuatu yang ribet dan besar. Menjaga-jaga agar kejadian dulu tidak akan terulang kembali. Trauma itu pasti. Tapi tidak membuat Putra larut dalam kesedihan.
“Aku setuju sama, dokter.” Viana, mengacung jempolnya melayang ke arah Putra.
“Tapi kita sudah memesan gedung untuk pernikahan kalian sayang. Masa dibatalkan begitu saja.” Ujar Yulia tidak setuju.
“Terserah sih, kalau kalian nggak setuju kita batalkan saja perjodohannya.” Ancam Putra. Viana melonjak kaget begitu pula orangtua mereka.
“Iya. Aku setuju batalin aja.” Viana cepat kilat merespon dan lagi-lagi Viana mengulangi perkataan Putra, setuju.
Putra memandang risih pada Viana dari tadi hanya bilang setuju saja tanpa memberikan pendapat lain.
“Viana, kamu ikut-ikutan Putra. Memangnya kamu beneran mau sederhana saja?” tanya Nina memandang anaknya tampak kaku.
“Bunda―aku bukan ikut-ikutan Dokter Putra, tapi aku sependapat dengannya. Bunda tahu kan kalau Viana orangnya nggak mau ribet. Aku juga mau menghargai pendapat calon suamiku.” Ucap Viana manis membuat mereka merasa terharu, senang dengan ucapan Viana.
Sumpah omongan gue lebay abis. Rasanya pengen muntah aja, runtuk hatinya mengejek akan diri sendiri.
Viana tersenyum masam melirik Putra yang pasti menganggapnya aneh. Ia tidak peduli, hanya pencintraan di depan para orangtua.
Putra melirik balik Vania dan mengerut satu alisnya ke atas saat mendengarkan ucapan manis yang di lontarkan gadis aneh itu, yang tidak sesuai hatinya.
Terlalu mengada-ngada, dasar gadis aneh. Batin Putra.
Setelah mendiskusikan semuanya. Kedua orang tua mereka akhirnya setuju.
“Ok, kita turuti kemauan kalian berdua dan pernikahan akan di laksanakan dua minggu lagi.” Tegas Bagus memberikan keputusan.
Putra dan Viana terkejut. Seakan bumi runtuh terkena tsunami.
Saat keduanya akan angkat bicara, Ardan lebih dulu mengatakan sesuatu.
“Nggak ada bantahan apapun. Nggak ada penolakan. Titik!” Keduannya terdiam. Tidak bisa menolak ataupun berbicara, bisu begitu saja.
***
Selesai dengan acara makan malam, Viana memutuskan untuk langsung berganti baju dengan piyama. Karena sudah tidak nyaman dan membaring tubuhnya di kasur queen size nya dengan tangan terlentang.
Melihat ke atas langit-langit atapnya yang membuatnya pusing, menutup matanya dengan lengan satunya.
Namun suara ponsel berbunyi membuat Viana bangkit dari posisi tidurnya dan duduk bersila. Ternyata Laudy temannya. Menelpon.
“Kenapa Laudy?” tanya penasaran. Viana yang tadinya akan tidur. Diurungkan dan tidak jadi.
“Lupa, Lo kudu menceritakan semua sama gue. Bagaimana dinner nya tadi? Siapa cowok itu. Cakep nggak?” diruntuk keingintahuannya dengan tingkat kekepoan yang besar.
Viana lelah. Tapi mendengarkan antusias sahabatnya dia tidak tega kalau menolak kekepoannya.
“Lo masih inget sama cowok yang gue sebut Om Dokter?” Viana memberi pertanyaan pada Laudy.
“Inget. Cowok ganteng di cafe.” Katanya, mengingatnya. “Jangan bilang…”
“Dia yang dijodohin sama gue. Dia calon suami gue. Gila nggak, Lau.” cerca Viana meringis.
“Sumpah lo? Demi apa?” suara Laudy diujung telepon yang terdengar nyaring dan keras membuat ponselnya dan dijauhkan dari telinganya.
“Laudy bisa nggak, lo nggak usah berteriak. Gendang kuping gue sakit nih. Gara-gara lo.” Sahutnya kesal kebiasaan sahabatnya selalu keras dalam bersuara dan di manapun.
“Gue terkejut, Via. Sorry-sorry.” Balas Laudy dengan suara yang sudah normal kembali.
Viana menghela nafas. Mengambil laptop di atas nakas dan meletakkannya diatas kasur.
Sambil bertelponan, Viana sambil mengetik mengerjakan tugas yang tidak sempat Viana kerjakan.Besok harus dikumpulkan.
Ponsel di loudspeaker mengobrol dengan dengan Laudy.
“Jadi lo terima cowok itu?”
“Iya,terepaksa.” Jawabanya santai sedangkan Laudy diujung telpon, mendelik dan mengerut dahinya.
“Tapi cowok itu cakep. Buat gue deh kalau lo nggak mau.” Sahut Laudy secara spontan membuat Viana menghentikan acara ketiknya dan mencerna kata sahabatnya.
“Laudy genit. Gue kan tadi bilang gue terima dia. Bukan berarti gue gak mau. Ngomong sama lo otaknya cowok mulu.”
“Tadi lo bilang terpaksa.” Ucapnya mengulang perkataan Viana.
“Otak lo rusak. Gue bakal married sama dia. Dua minggu lagi.” Jelasnya agar sahabatnya berhenti bersikap gila dengan pria tampan.
Cara bicara Viana dan Laudy memang selalu kasar tidak tersaring. Tapi keduanya tidak sekalipun tersinggung tidak sampai marah dan bertengkar. Sudah biasa.
“Otak gue memang kudu dibenerin nih. Minta Dokter ganteng dong buat sembuhin.”
“Laudy kupret!”
“Tapi serius lo? Cepat amat. Gue yakin mereka pengen cepat punya cucu dari lo sama si Dokter ganteng deh.” Ungkap Laudy.
Cucu? yang benar saja, Viana masih muda umur saja masih 19 tahun, masa harus jadi Mama muda.
Tidak.
Viana tidak mau mempunyai anak saat masih kuliah apalagi mimpinya belum tercapai dan masih jauh.
Viana menghembus nafas. “Itu nggak ada dalam rencana perjodohan. Gue masih ingin hidup bebas. Masa masih muda begini harus ngurus anak. Ogah!” cerca Viana.
Bukan menolak rezeki atau titipan-Nya. Tapi Viana belum siap itu saja.
“Kita nggak tahu kedepannya, Via. Bisa saja lo hamil sebelum lo lulus kuliah. So, kita hanya mengikuti jalan takdir yang sudah di tentukan. Jangan sampai lo ubah dan buat lo menyesal di kemudian hari.” Kata Laudy bijak membuat Viana menahan nafas sesaat mendengar ucapan Laudy kadang ada benarnya dan kadang ada sengkleknya.
“Halo, lo masih disana kan, Via. Kok diam aja.” Tanyanya lagi.
“Gue speecles denger omongan lo tadi. Gila, gue terharu. Sahabat gue bisa bijak begini tadi makan apa, Lau?”
“Gue tadi makan sayur bayam sama ikan salmon.” Balas Laudy polos dan keheranan akan pertanyaan viana.
“Pantesan otak lo benar, makanan yang lo makan tuh mengandung omega tiga dan antioksidan yang baik untuk kesehatan otak. Makan itu terus, Biar otak lo lurus terus kayak jalan tol Jagorawi.”
“Kok jadi bahas otak gue sih. Lalu bagaimana engan Arfan? Apa dia tahu lo akan menikah.”
Viana terdiam. Arfan? Nama pria yang ingin Viana lupakan. First love-nya. Laudy adalah sahabat terbaik.
Karena dia, Viana bisa mencurahkan seluruh hatinya pada Laudy. Termasuk cinta pertama pada Arfan, Omnya sendiri alias adik dari Ayahnya.
Viana tidak tahu Arfan tiba-tiba memutuskan pergi melanjutkan kuliah keluar negeri dan sejak saat itu Viana mulai melupakan sosok cinta pertamanya yang sangat di sukai dan kagumi.
Untungnya Arfan tidak tahu isi hatinya. Wajar saja bila Viana menyukai sosok Arfan yang penyayang, baik dan sopan. Jangan salah artikan kalau sosok Om itu gendut dan tua. Arfan berumur 26 tahun dan hanya beda 7 tahun dengannya. Sosok pria yang masih melekat di hatinya.
Sampai sekarang tidak pernah menghubungi ataupun membalas chatnya. Pria itu seperti lupa akan dirinya atau tepatnya menghindari.
Ayah dan Bundanya masih berhubungan dan terakhir saja mereka bervideo call. Aneh saat Viana ingin ikut gabung dengan mereka video call, Arfan malah beralasan ada tugas yang harus dikerjakan.
Dan membuat Viana berdecak kesal sampai sekarang.
“Viana lo melamun, ya? Maaf kalau gue buat lo ingat lagi sama dia.” Sesal Laudy sambil memukul mulutnya keceplosan. Wanti-wanti agar sahabatnya tidak akan marah padanya.
“Hmm—nghak kok. Lagian gue nggak peduli dia mau tau atau nggak, gue udah sedikit melupakan dia.” Ucapnya kaku. Mengalihkan pembicaraan. “Oh iya, tadi gue bilang sama nyokap biar lo pas acara married gue lo pake baju seragam kayak keluarga gue nanti. Mau kan?”
“Mau banget. Aduh kebayang gue liat lo pake kebaya yang notabenenya cuma pake kaos sama jeans aja tiap hari yang lo pake. Pasti pangling banget dong.”
Laudy mencoba membuat kembali suasana yang tadinya tidak karuan jadi kesenangan.
“Pastilah. Gue bakal dirombak abis nanti.”
Keseruan obrolan mereka terjalin hingga tengah malam tanpa disadari Viana juga tertidur. Laptop masih berada di kasur dan lampu yang masih menyala hingga pagi menjelang.
***
Kalau udah dijodohin nggak boleh nolak pamali, benar nggak guys?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments
xteenteen
wah kebalikannya Hana yg di Bima Lovers, Hana disukain omnya, klo di sini Viana yg suka sm omnya hehe..
2020-06-05
0
Lathifah Putri
di tunggu up selanjutnya ya thor
2019-10-12
1
Maya Sari
di tunggu up selanjuut nya
2019-10-12
2